"Gue mau nyari buku dulu, lo ke kelas duluan aja nggak papa."
"Serius?" Kania merapihkan bukunya setelah pelajaran keempatnya habis oleh waktu.
Gisa mengangguk. "Ntar gue nyusul deh kalo kalian ke kantin."
"Ya udah. Gue nyamper Sinthya dulu ya. Jangan lama-lama."
"Ok." Setelah Kania pergi, langkah Gisa ia bawa kembali kedalam bilik buku-buku untuk mencari buku yang diperlukannya.
Hari ini perpustakaan terlihat sangat sepi. Membawa perasaan Gisa sedikit was-was walaupun ia tau ada banyak cctv yang dipasang oleh pihak sekolah untuk memberi rasa aman bagi para siswanya.
"Bukunya mana sih, tadi kayaknya gue liat di daerah sini deh." Gisa terus menelusuri satu persatu rak dengan banyak buku disana.
"Fisika, fisi...ka, fisi..." Langkah Gisa selesai di rak buku paling belakang. 'Zello?'
Namun bukannya buku fisika yang ia dapat, ditempatnya kini, ia malah melihat seorang laki-laki sedang tertidur dibawah ac dengan jendela kaca disampingnya. 'Nggak panas, kah?'
Dan bukannya membiarkan hal tersebut, tanpa sadar Gisa malah membawa langkahnya mendekati laki-laki yang terlihat sangat nyenyak tertidur disana.
Srek.
Tubuh Gisa membeku ketika tirai yang ingin ia tutup mengeluarkan bunyi yang cukup nyaring di heningnya suasana perpustakaan hari ini.
'Semoga nggak bangun, semoga nggak bangun, semoga—'
Sayang di sayang, sepertinya doa Gisa tidak terkabul.
Karena kini, keduanya, di suasana hening yang hanya terdapat mereka berdua didalamnya, mata mereka bertemu.
Membawa bulu kuduk di seluruh badan Gisa berdiri tanpa disengaja.
'Sial.' Gisa memaki dalam hati.
"Gisa?"
Dan panggilan dengan suara parau yang terdengar, akhirnya membuat Gisa melepas tarikan tirai disampingnya sebelum kembali membeku.
Zello ditempatnya pun juga masih mencoba mencerna apa yang sedang dilakukan perempuan itu dihadapannya.
"Ngh," Dengan kesadaran yang mulai merasukinya, Zello mengulet dan kembali menoleh untuk menatap Gisa. "Ngapain disini?"
Deg.
Tatapan Gisa berlarian kesana kemari mencoba mencari alasan. Namun bibirnya terus ia katupkan takut salah menjawab.
"Sendiri?"
Dan bukannya menjawab, tangan Gisa mengambil cepat buku yang ada dihadapan Zello dan tersenyum kikuk. "Nyari ini."
"Buku buat anak ips?"
Jantung Gisa tiba-tiba mencelos pergi. "I...iya."
"Tapi lo kan anak ipa?" Gisa benar-benar ingin menghilang dari sana rasanya. lagian, bagaimana bisa orang yang baru saja bangun tidur bisa menyerap banyak informasi di kepalanya seperti itu?
Padahal, kebanyakan orang yang baru bangun tidur seharusnya linglung dan pelupa, bukan?
"Kok bingung?"
Gisa tak lagi bisa tinggal diam. Karena kini, dengan langkah secepat kilat, Gisa langsung kabur dengan membawa buku itu pergi dari hadapan Zello disana.
"Loh, Gis?"
Kemudian Zello terkekeh. Mendapati bahwa perempuan itu sengaja kabur darinya.
Dengan kesendiriannya, Zello menatap sekitar. Sepi.
Pantas saja perempuan itu berani berinteraksi dengannya seperti tadi. Apalagi setelah 1,5 tahun bersekolah disekolah yang sama, Zello dan Gisa hanya memiliki beberapa kesempatan kecil untuk saling berinteraksi.
Akhirnya, setelah kesadarannya kembali penuh, Zello berdiri dan menatap jendela dengan matahari yang mulai menyengat kulit. "Panas juga ternyata."
Pandangan Zello naik dan melihat tirai jendela yang telah turun setengah. Membuat senyumnya kembali mengembang tanpa sadar.
"Makasih ya." Entah pada siapa ucapan itu ia berikan. Zello mendapati jawaban akan kejadian yang baru saja lewat beberapa waktu lalu.
—
Gimana? Sudahkah kalian tersenyum hari ini?
Hehe ✌🏻Btw, maaf ya telat update hari ini. karena setiap hari sabtu selama bulan ramadhan harus bantuin masak ibu negara bikin nasi bungkus buat buka orang-orang di masjid ❤️
Penulis,
Rose
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Butterfly | JENSELLE
FanfictionGisa Dan Zello telah dijodohkan dari kecil. Walaupun sebenarnya, Mereka berdua baru bertemu ketika tanpa sengaja masuk ke sekolah yang sama, yaitu SMA Garuda. Dengan kesepakatan bersama, mereka memilih menjadi orang asing agar orang-orang tidak tau...