A. VANIA KUSUMA HARDANY

1 1 0
                                    

"BUNDA? SEPATUNYA VANIA DIMANA?" suara lantang dari lantai atas memecahkan keheningan rumah pagi itu. Sesosok gadis berambut panjang sepundak itu berjalan cepat menuruni tangga seraya menenteng sebuah tas dibahunya.

"Ada dibelakang sayang. Sebentar Bunda ambilkan dulu," balas wanita setengah baya yang masih terlihat segar setelah meletakkan segelas susu ditengah meja.

Vania, gadis berambut sepundak itu hanya mengangguk singkat. Ia lalu mengambil langkah cepat untuk bergegas menuju meja makan.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.37. Hari ini adalah hari pertama Vania menginjak bangku sekolah menengah atas. Tentunya, ia tak ingin datang telat dihari pertamanya ini.

Gadis berseragam putih abu-abu itu segera melahap sarapannya dengan sedikit tergesa-gesa. "Pelan-pelan aja kali makannya," sindir seorang perempuan dengan kemeja kotak-kotak yang baru saja mendudukkan dirinya tepat disamping Vania.

Vania hanya melirik sekilas kearahnya, tanpa menggubris ucapan dari perempuan itu ia kembali melanjutkan acara sarapannya. "Masih jam segini, lo nggak bakal telat kali," cetus perempuan disamping Vania seraya mengoleskan selai coklat pada sepotong roti ditangannya.

"Dih, cuek banget nih bocah," sindir perempuan bernama lengkap Adelia Puspa Hardany tersebut.

"Minimal ngaca." Balas Vania menusuk.

"Buset pedes amat tuh mulut, turunan siapa sih lo? Perasaan Bunda sama Ayah kalem-kalem aja. Nggak ada tuh yang mulutnya sepedes lo dan secuek lo," pancing Adelia lagi.

Vania mengedikkan bahunya acuh. Malas menanggapi celotehan sang kakak. Ia tahu, sang kakak pasti sedang memancing keributan diantara mereka. Ini sudah menjadi kebiasaan dikeluarga mereka. Tiada hari tanpa keributan!

"Vania, sepatunya Bunda taruh di teras depan ya," sang Bunda datang menghampiri kedua putrinya dari arah depan rumah. Wanita setengah baya itu masih terlihat sangat segar dan cantik. Badannya pun terlihat masih kencang walaupun sudah menginjak usia kepala 4.

"Makasih ya Bunda," Vania menarik senyum lebar kearah sang Bunda. Wajahnya kini berbeda 180 derajat. Yang awalnya datar kini sudah berubah ceria dengan senyum yang terpatri di sudut bibirnya.

"Sama-sama. Kalian habiskan sarapannya ya, baru berangkat. Ingat jangan sampai ada yang sisa," Kedua putri Hardany itu kompak langsung mengangguk.

***
"Kak, lo bisa cepetan dikit nggak sih?!" Gerutu Vania seraya mencebikkan bibirnya kesal. Pasalnya sudah hampir 15 menit mereka berkendara, namun mereka belum juga sampai ditempat tujuan.

"Sabar napa, lo nggak liat apa jalan didepan macet kek gitu?" Elak Adelia.

Padahal ini semua adalah kesalahan dari perempuan berkemeja kotak-kotak itu. Pasalnya ia mengendarai sepeda motor dengan kecepatan lambat, membuat Vania frustasi dengan tingkah laku kakaknya itu. Entah disengaja atau tidak, hari ini Adelia benar-benar mengendarai sepeda motornya dengan sangat lambat.

"Orang ini semua karna lo juga. Siapa suruh bawa motor lelet banget?! Nanti kalo gue telat gimana??" Vania mendesah frustasi diakhir kalimat. Ia benar-benar ingin menjambak rambut kakaknya itu.

"Telat tinggal minta izin ke guru piket. Gitu aja ribet," balas Adelia santai.

"ADUH!" Pekik Adelia yang baru saja dihadiahi cubitan oleh Vania. "Apasih dek nggak usah cubit-cubit napa?!" Sungut Adelia tak terima.

"Udah deh kak gue turun disini aja. Lo bawa motornya lelet banget. Bisa-bisa tahun depan baru sampai kesekolah lagi." Gerutu Vania seraya menyodorkan helm yang ia pakai kepada Adelia.

"Dih bocah ngambek," ejek Adelia yang sama sekali tidak mendapatkan respon dari Vania. Gadis itu mulai berlari menerobos kendaraan-kendaraan lain yang masih sibuk terjebak macet.

Vania berlari sekuat yang ia bisa untuk segera sampai kesekolah barunya. Jarak antara sekolahnya masih cukup jauh. Vania mengutuki sang kakak yang sepertinya memang sengaja membuatnya harus rela berlari pagi ini. Dia benar-benar kesal. Ingatkan dia untuk membalas perbuatan Adelia sesampainya dirumah nanti.

Gadis itu tak menyerah, walaupun beberapa kali harus berhenti sejenak untuk mengambil napas, namun didetik berikutnya Vania tetap berlari menerobos kemacetan untuk segera sampai disekolahnya.

Gadis itu benar-benar memegang teguh prinsipnya yang tidak ingin terlambat dihari pertamanya masuk sekolah. Walaupun mungkin hari ini hanya akan diisi dengan kegiatan MOS namun Vania tetap akan datang tepat waktu.

Gadis itu menarik napas panjang seraya membungkukkan badan. Lemas. Ia merasakan kakinya sudah tidak kuat lagi menumpu badannya sekarang, karna dia memaksakan diri untuk berlari dari jarak yang cukup jauh. Tidak, bahkan ini sangat jauh!

Perlahan-lahan ia mulai menegakkan badannya. Mata indahnya kini langsung tertuju pada plang besar bertuliskan SMA TANUBRATA tepat disebrang tempat ia berdiri.

Mata gadis itu berbinar. Vania menarik senyum kecil karna ia sudah sampai disekolahnya yang baru dengan keadaan selamat. Walaupun harus berlari untuk sampai ditempat ini.
Banyak siswa-siswi yang berlalu lalang memenuhi jalanan sekitar sekolah tersebut. Banyak juga diantara mereka yang satu persatu mulai memasuki gerbang masuk dari sekolah tersebut.

Vania mengucap syukur dalam hatinya karna ia bisa sampai disekolah ini tanpa telat sedetikpun. Setelah lama terdiam ditempat seraya mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, akhirnya Vania mengambil langkah maju untuk memasuki area sekolah barunya itu.

Gadis itu berjalan ringan menuju gerbang masuk tanpa memperhatikan sekitar. Ia tersenyum tipis. Berjalan dengan siswa-siswi lainnya untuk sampai ke gerbang tersebut.

Secercah harapan mulai tumbuh dihatinya. Ia berharap mimpi-mimpinya bisa terwujud melalui sekolah ini. Ia berharap semoga disini, dia bisa membuka lembaran baru yang lebih baik dari pada sebelumnya.

Semoga disini, dia bisa menjadi dirinya sendiri dan melupakan kenangan buruk yang pernah terjadi. Serta melupakan seseorang yang terus menghantui benaknya sampai saat ini.

Vania dan secercah harapannya. Ya, hanya sedikit harapan yang Vania panjatkan saat memasuki gerbang sekolahnya yang baru. Tapi, kita tidak pernah tau bagaimana semesta bertindak. Kita juga tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi kedepannya.

Vania menarik napas dalam-dalam dan mulai meyakinkan dirinya bahwa dia, bisa beradaptasi dengan cepat di lingkungannya yang baru. Ia yakin, akan banyak kenangan indah disini.

****

-25 Maret 2023

MONOKROM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang