B. NAUFAL ARDIAN LAKSMANA

0 0 0
                                    

Suara deru mesin motor matic mulai terdengar kedalam sebuah rumah. Seorang wanita setengah baya yang sejak tadi duduk tak tenang langsung bergegas menuju pintu depan.

Wanita berdaster biru dengan motif batik mega mendung itu dengan segera menghampiri remaja laki-laki yang baru saja turun dari motor matic kesayangannya. Sang remaja tersebut menarik senyum simpul, menandakan bahwa semua baik-baik saja.

"Aden nggak papa kan? Nggak ada yang luka kan?" Tanya wanita berdaster biru itu dengan cemas.

"Nggak papa bu," balas remaja tersebut seraya menyugar rambutnya kebelakang. "Bu Is nggak tidur ya?" Tanya pemuda itu yang melihat raut wajah kelelahan dari wanita dihadapannya itu.

"Dari Aden pergi, ibu udah nggak bisa tidur Den. Ibu khawatir Aden kenapa-napa. Nyonya nggak apa-apain Aden kan?"

Remaja yang dipanggil dengan sebutan 'Aden' itu menarik senyum lebar miliknya. "Naufal nggak papa Bu, Naufal baik-baik aja. Lihat, badan Naufal bersih kan nggak ada lukanya?" Sombong remaja bernama Naufal tersebut.

Namun wanita itu sama sekali tak percaya. Dari sorot netra milik Naufal, ia tahu bahwa ada sesuatu yang Naufal sembunyikan. Tanpa banyak kata, wanita itu lantas meraih tangan kanan milik Naufal yang sedari tadi menarik perhatiannya.

"Kalo Aden nggak kenapa-napa, terus kenapa tangan Aden dikasih kapas kaya gini?" Tanya wanita itu seraya mengusap lembut tangan milik Naufal yang tertempel kapas kecil lengkap dengan isolatip medis disana.

Lagi, lagi Naufal menarik senyum lebar. "Dokternya kangen sama Naufal, makanya dipakein kapas. Udah ya Bu, Naufal mau ke kamar, Naufal ngantuk mau tidur." Tanpa banyak basa-basi, remaja itu mengambil langkah lebar memasuki rumah untuk segera beristirahat.

Wanita berdaster itu sangat paham dengan apa yang sedang dialami Naufal. Ia menangis terisak setelah Naufal benar-benar sudah menjauh darinya. "Aden anak yang kuat," ucapnya disela-sela tangisannya.

Naufal melemparkan asal jaketnya keatas meja belajar miliknya. Remaja itu merasakan pegal sekaligus kantuk yang membuatnya langsung memilih untuk merebahkan tubuhnya kekasur.

Sebuah helaan napas terdengar sangat berat. Remaja itu benar-benar merasakan lelah hari ini. Ia melirik sekilas kearah jam dinding dihadapannya. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari, yang artinya masih ada waktu untuk ia beristirahat.

Badannya benar-benar letih sekarang. Tanpa waktu yang lama, remaja itu dengan segera masuk kealam mimpi.

Sejak kemarin sore, Naufal benar-benar tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sejak sore kemarin ia harus pergi kerumah sakit untuk beberapa urusan yang membuatnya harus mau kehilangan jam tidurnya. Walaupun tadi dia sempat tertidur, tentu rasanya tak senyaman saat ia tidur dirumah.

Remaja itu bahkan baru menyelesaikan semua urusannya saat jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Dengan badan yang lemas, ia segera pulang kerumah untuk beristirahat. Rumah sakit benar-benar membuatnya muak!

Wanita berdaster yang saat ini berdiri di depan pintu kamar milik Naufal hanya mampu tersenyum getir. Ia tau, bagaimana beratnya menjadi Naufal saat ini. Ia tahu betapa hancurnya hati remaja itu saat ini.

Tapi Naufal itu licik, menutupi semuanya dengan topeng palsu miliknya sehingga mereka mengira bahwa Naufal baik-baik saja. Padahal kenyataannya, remaja itu sudah berada diakhir kehidupan, bahkan kata hancur pun sudah tidak bermakna lagi untuknya.

Ia rapuh. Lebih rapuh dari sebatang kayu yang sudah di makan oleh rayap. Ia benar-benar berada dalam ambang kematian saat ini. Jiwanya benar-benar sudah hancur lebur.

***
"Aden, Aden bangun," ketukan pintu itu membuat Naufal mau tak mau harus membuka matanya padahal kantung masih menderanya saat ini.

Remaja itu melenguh pelan, sebelum akhirnya berjalan mendekat kearah pintu untuk menyambut kedatangan wanita setengah baya itu.

MONOKROM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang