10. Hari-Hari Yang Berat

647 107 5
                                    

"Capek?" tanya Samuel begitu Liora mendaratkan pantatnya di jok depan mobilnya.

Liora menghela napas panjang sembari bersandar dan memasang sabuk pengamannya. "Ya, tapi setidaknya aku senang bisa bertemu mereka."

Samuel pun melajukan mobil keluar dari kediaman Jerome Lim dan Liora mencari posisi nyaman untuk memejamkan mata. Sepanjang perjalanan, Samuel tak berhenti menyempatkan menikmati pemandangan Liora yang terlelap dengan penuh ketenangan. Hingga ponsel dari dalam tas wanita itu berdering dan menampilkan nama Daniel saat Samuel mengeluarkan ponsel tersebut. Tanpa keraguan, pria itu mengangkatnya.

"Ya?"

Tak langsung ada jawaban dari seberang. "Di mana Liora?"

Samuel melirik ke samping, Liora masih terlelap dan tampaknya wanita itu memang sangat kelelahan. "Masih tidur."

Tak ada reaksi dari seberang dan Samuel pun memilih membuka suaranya lagi. "Apa ada yang ingin kau katakan padanya? Aku akan mengatakannya saat dia bangun."

"Tidak perlu repot-repot. Urusan kami sama sekali bukan urusanmu, kan?" Daniel mengakhiri panggilan dengan sikap dingin.

Samuel hanya mengedikkan bahu dan mengembalikan ponsel tersebut ke tempatnya, sedangkan di seberang sana. Kedua tangan tangan Daniel menggenggam benda pipih dengan kepalan yang semakin menguat. 'Masih tidur?' Sesuatu bergemuruh di dadanya mendengarkan jawaban tersebut dari seberang. Dan kebencian semakin terpupuk di dasar hatinya menyadari ia terpengaruh oleh jawaban tersebut.

Pria itu membanting tubuhnya di atas sofa dan kepalanya bersandar di punggung sofa. Kedua matanya terpejam dan mengenyahkan pemikiran tentang Liora dari kepalanya yang lebih besar dari yang ia harapkan. Tentu saja tak akan membiarkan wanita itu menguasai dirinya lebih banyak, yang hanya akan membuat Liora semakin angkuh dan besar kepala.

Kedatangannya kembali adalah untuk memulai permainan, ia harus fokus pada perannya. Tapi ingatan tentang pesta ketiga keponakannya malah kembali memenuhi benaknya. Terutama ketika melihat Samuel dan Liora yang tampak begitu akrab dengan salah satu dari ketiga kembar. Canda tawa dan kebahagiaan yang ia lihat adalah pandangan yang sulit ia lepaskan dari benaknya. Terus berputar dan tak berhenti memenuhi kepalanya. Hingga detik ini. Yang ia sendiri tak ketahui alasannya.

***

Keesokan harinya, Daniel datang lebih cepat dan menemukan Liora dan dua sekretarisnya yang lain sudah menunggu di meja. Ya, seharusnya mereka memang datang setengah jam sebelum dirinya. Salah satu hal khusus yang diinginkannya begitu pergantian posisi. Begitu ia muncul dari lift, ketiganya bangkit dan menyapa kedatangannya dengan penuh hormat.

"Bacakan jadwalku hari ini," perintahnya langsung pada Liora sebelum masuk ke dalam ruangannya. Sudut matanya menangkap wanita itu yang terlihat menenangkan napas, dalam hati mendengus. Rupanya wanita itu baru saja datang.

Liora mengambil mac di depannya dan bertanya sekali lagi Nia karena kemarin tidak masuk kerja, "Kau sudah mengaturnya, kan?"

Nia mengangguk sambil mengambil dua berkas di depannya. "Hanya perlu membacanya dan ini laporan yang diinginkannya kemarin."

Kedua mata Liora melebar. "Aku belum sempat memeriksa dan mempelajarinya. Bagaimana aku akan menjelaskannya?"

Nia tampak tak peduli. "Tuan Lim yang memintamu. Lagipula kemarin dia sudah menghubungimu untuk mempertanyakan hal itu, kan?"

Kerutan di kening Liora semakin dalam karena tak mengerti. "Apa?"

"Cepat, Liora. Suasana hatinya terlihat buruk bahkan sebelum hari dimulai. Jangan membuatnya kesal." Nia terkesan tak peduli.

Affair with CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang