Dibully

35 13 118
                                    

Bel istirahat berbunyi,dengan semangat 45 murid-murid berhamburan keluar, tapi ada yang sebagian masih dikelas entah karena membawa bekal atau sekedar berdandan terlebih dahulu.

"Al, lo ga ke kantin? " Glen menopang dagunya dimeja sambil memperhatikan Alana. Menghentikan aktivitas merapikan alat tulisnya sesaat, lalu menatap Glen heran.

"Ngga." jawabnya kembali melanjutkan aktivitasnya merapikan buku-buku dan alat tulis kedalam tas lalu mengeluarkan bekel warna merah maroon.

"Bawa bekal? " tanyanya. sekali lagi. Membuat Alana menarik napas dalam-dalam. Lalu menjawab tanpa menoleh sama sekali. Benar-benar mengacuhkan Glen.

"Iya, " Sial! Tidak bisakah gadis yang ada disebelahnya ini tidak mengacuhkannya? Tidak tahukah bahwa ini kali pertamanya mengajak ngobrol seorang gadis? Menyebalkan!

Tidak ingin kepalanya panas karna menghadapi sikap dingin gadis itu, Glen pergi begitu saja tanpa sepatah kata.

Alana memang tidak pernah ke kantin. Jika pun dia ke kantin itu karena disuruh Olivia dan Tania membelikan sesuatu . Tidak ingin cacing diperutnya lebih lama demo, Alana segera memakan bekel nya.

Setelah perutnya terisi, Alana pergi ke wastafel toilet untuk mencuci tangannya.

Brak!

Pintu toilet di buka kasar dari luar lalu ditutup dari dalam. Ternyata pelakunya adalah Olivia dan Tania. Ia merasakan firasat yang tidak enak.

Tanpa basa basi Olivia mencengkram kuat rambut Alana

"Akhh! " Alana merintih kesakitan tangannya berusaha meraih tangan Olivia berharap mau melepaskannya.

"Lo udah berani ngelawan gue hmm? BERANI! " Olivia semakin menarik rambut Alana ke belakang membuatnya semakin terdongak. Sakit, benar benar sakit.Rasanya rambutnya ingin lepas dari kulit kepalanya. Alana menggeleng lemah. Air matanya tidak bisa dibendung lagi.

Olivia membenturkan kepala Alana ke dinding hingga keningnya berdarah lalu kembali mencengkram rambutnya.

"Gue udah peringatin lo dari awal kan? TAPI KENAPA MASIH NGELAWAN HAH?! JAWAB! " Olivia kembali membenturkan kepala Alana ke dinding lalu menampar Alana hingga tersungkur.

"Akhh! "

" Budeg kali dianya" sahut Tania diiringi tawa

"Kita pergi yuk, nanti ada yang kesini, mati kita. "Ajak Tania  mulai merasa gelisah.

"Ga bakalan ada yang kesini, kan ada perbaikan. Perbaikan sikap maksudnya" dia menyeringai tipis lalu melirik Alana yang sudah menangis dengan rambut dan penampilan acak-acakan.

"Yuk! " mereka mengunci Alana dari luar dan memasang papan perbaikan meninggalkan Alana seorang diri di dalam toilet.

Kenapa semua orang jahat padanya, apakah dia pernah melakukan perbuatan jahat sehingga dia mendapatkan karma buruk? Apakah salah jika dia ingin hidup bahagia? Apakah itu permintaan berat? Tidak boleh kah dia hidup tenang tanpa rasa takut? Kenapa setiap saat dia harus dihantui rasa takut? Kapan takdir bersikap adil padanya? Dia juga ingin hidup bahagia seperti yang lain.

Alana membenamkan wajah dan memeluk kakinya menangis tersedu-sedu.

Langkah kaki Glen terhenti di depan toilet cewe saat akan kembali ke kelas. Sejak kapan ada papan perbaikan. Padahal saat dia ingin ke kantin tidak ada papan perbaikan menggantung dipintu. Alisnya menyatu, tangannya terulur memutar knop pintu.

"Di kunci" gumamnya.

Ada yang aneh

Glen menempelkan telinganya pada daun pintu. Terdengar lirih suara seseorang sedang menangis.

Stay with meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang