Jeda 1: Let's Break

370 41 1
                                    

"Bian capek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bian capek.. Aku capek gini terus."

"Terus aku harus apa? Mau kamu apa, Re?"

"Break dulu, bisa? Kayaknya kita butuh ruang buat introspeksi masing-masing. Kita butuh Jeda."

"Emang bedanya break sama putus apa sih?" Laki-laki itu menjawab dengan nada lemah dan muak. "Apa bedanya kalau kita udah nggak sama-sama lagi?"

Lawan bicaranya menunduk, menatap ujung-ujung sepatu mereka dengan pandangan memburam.

"Kita putus aja sekalian. Katanya kamu perlu ruang buat sendiri." Rhea langsung menatap Biantara.

"Kamu perlu jeda kan? Oke, terimakasih waktunya selama ini. Aku menghargai kamu bahkan sampai detik ini. Kalau kita di takdirkan ketemu lagi, dengan cara apapun. Aku harap kamu bakal terima itu." Biantara menyerahkan Cotton candy yang ia pegang pada Rhea. Kemudian berbalik arah meninggalkan Dufan dengan perasaan gamang.

Sedangkan Rhea, gadis itu sudah berjongkok sambil menangis keras.

Biantara benar, break maupun putus tidak ada bedanya. Keduanya sama-sama mengakhiri sebuah hubungan. Tapi Rhea yakin ini hanya Jeda. Bukan akhir dari hubungan mereka.

Jeda,

.

.

.

Rhea memandangi kendaraan yang melaju tanpa henti. Entah mengapa ia begitu membenci Jakarta. Padahal kota ini tempatnya lahirnya, tempatnya di besarkan, tempatnya mencari jati diri.

Ataukah karena kemarin ia baru saja putus?

Gadis itu menghela nafas samar. Masih memandangi kendaraan-kendaraan yang terasa semakin ramai-macet, dan sesak. 2023 ini, Rhea berani bertaruh bahwa polusi di Jakarta akan kembali meningkat, padahal dulu mulai mereda sejak pandemi.

Entah apa yang ia tunggu, Rhea hanya tidak mau pulang terlebih dahulu. Biarlah kamar kos nya dingin dan kosong, toh tidak ada yang menempatinya selain ia sendiri. Rhea hanya tidak mau, ketika pulang ia kembali menemukan kekosongan itu lagi. Jadi selagi belum menginjakkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar kos nya, biarlah bising kendaraan ini yang memenuhi gendang telinganya.

Ekor matanya menangkap seseorang yang berjalan dari arah kiri trotoar. Laki-laki.

Tangannya di masukkan ke dalam saku jaket, sepatu Converse yang selalu menemaninya ke kampus, tas ransel warna hitam yang selalu terlihat enteng. Banyak mahasiswa di kampusnya yang berpenampilan demikian. Tapi entah mengapa Biantara Kavian Airlangga selalu menarik perhatiannya

Jeda,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang