C H A P T E R 03

1.3K 383 166
                                    

(Name) menikmati hari liburnya dengan menjadi bawahan Sang Kakak, Jinpachi Ego. Ia terpaksa! Jika bukan karna uang sogok 500rb perhari... dia tidak akan menerima ini.

Nyatanya, uang itu sangat menggoda dimata (Name). Tidak ada yang lebih menggoda selain uang, bahkan majalah dewasa atau pria berbadan kekar pun kalah dengan keberadaan uang yang lebih mulia.

Lupakan soal uang. Saat ini gadis itu tengah memegang kedua benda rumah tangga di tangannya. Sebelah kiri pel, sedangkan yang kanan ember berisi air.

Dari situasinya pun sudah jelas kalau gadis ini dipaksa membersihkan lantai oleh Jinpachi yang sialnya saat ini adalah bosnya. Yah, beginilah kehidupan sehari-hari mencari uang.

Dapat 1 milliar pun (Name) tidak yakin akan puas. Meskipun sudah tidak melanjutkan pendidikannya, setidaknya (Name) ingin membuktikan bahwa dia bisa kaya raya dengan cara lain.

"Baiklah! Ayo kita lakukan tugas Ayah Rumah Tangga!"

Bodoh maksimal. Itulah sebutan yang cocok untuk mendeskripsikan kelakuannya sekarang. Bagaimana bisa seseorang mengepel lantai arahnya maju?

Itu hal sia-sia. Lantai yang baru dipel dalam seketika akan kembali kotor karna jejak kakimu. Dan (Name) tidak menyadari itu! Tidak— dia lebih memilih untuk bersikap tidak peduli dengan kesalahan kecil seperti ini.

"...Aku heran, tapi... kau ini sepertinya tidak berpengalaman dalam bekerja ya?" Suara lelaki asing mengalihkan atensinya.

(Name) menatap lelaki itu sebentar sebelum melotot kaget, "HEI! Jangan diri di situ dong! Lihat! Jejak kakimu membekas di lantai yang sudah kubersihkan!"

"Itu jejak kakimu, bodoh."

Gadis itu menggaruk kepalanya canggung, "Oh? Iyakah? Kenapa aku baru sadar? Maaf ya Nak, sudah menuduhmu."

'Nak?' Batin lelaki itu.

Ia memilih untuk tidak peduli dan melanjutkan jalannya melewati (Name) begitu saja, "Kalau kau bekerja ditempat lain, sudah pasti kamu akan dipecat karna cara kerjamu."

(Name) menatap lelaki itu intens. Tampang 8/10, cara bicara 1/10. Anak muda yang tidak sopan dengan orangtua. (Name) harus mendidiknya!

"Tunggu, tunggu, tunggu."

Merasa kerah baju belakangnya ditarik, lelaki itu berhenti berjalan dan menatap (Name) sinis. Disisi lain, (Name) merasa menyesal telah memegang baju latihan penuh keringat itu.

"Apa?" Ketusnya.

"Dengar! Orangtua itu harus dihormati. Orangtua sudah lebih dulu merasakan semuanya dibanding kamu, artinya pengalamannya lebih banyak. Itulah kenapa kamu harus menghormati orang yang lebih tua. Kali ini aku memaafkanmu karna mungkin kau kurang tahu tentang hal ini."

"Lalu apa hubungannya?" Tanya sang lelaki mulai jengkel.

"Aku orang tua."

3 kata yang membuat suasana mendadak hening. (Name) membanggakan dirinya sendiri dengan bintang imajinasi berkilauan di sekitarnya.

Berbeda dengan lelaki itu yang tengah memasang wajah seperti bertemu malaikat maut.

"Dasar gila."

Tst!

(Name) menarik kuping lelaki itu dengan ekspresi kesal. Sedangkan yang telinganya ditarik meringis sakit sambil berusaha melepaskan diri dari gadis aneh di depannya.

"Ahk! Sakit- sakit.. hei! Kau beneran sinting ya?!"

"Siapa namamu?"

"Lepas- aww!"

- 'BLUE LOCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang