01 - Railyn Aldine

116 19 7
                                    

Sapuan lembut angin pada pukul tiga sore di hari Rabu. Ditemani chamomile tea yang dituang pada cangkir bercorak indah. Kue-kue dan dessert memenuhi meja sebagai pemanis.

Jemari lentik berbalut sapu tangan putih itu tersemat anggun mengangkat cangkir, menyesap teh dengan elegan seperti bangsawan pada umumnya. Mata cantik seruncing rubah dengan binar bulat penuh lugu berkedip, sekali-dua menatap pada hamparan bunga mawar yang tumbuh memenuhi taman. Menikmati sore yang hangat dengan langit sewarna bunga matahari.

Sepuluh tahun berlalu begitu cepat. Railyn Aldine kini tumbuh menjadi gadis cantik dengan aura lembut yang melekat. Railyn ingat betul ketika kali pertama ia injakkan kaki pada kediaman megah milik penguasa daerah Selatan yang terkenal dengan musim semi indahnya setiap tahun.

Dia hanya gadis sepuluh tahun yang baru saja kehilangan Ibu yang menjadi satu-satunya orang untuk bertumpu. Pada saat itu, Railyn tidak mengenali bahkan tahu menahu siapa Ayahnya. Gadis manis itu sejak kecil hanya tinggal berdua dengan Ibunya, pada rumah sederhana yang cukup nyaman ditinggal dua orang yang terletak pada sudut kota. Walau terkadang sang Kakek atau Nenek akan sekali dua datang menjenguk.

Namun hari itu, tepat sehari setelah kematian sang Ibu, rombongan orang dengan jubah besar datang ke rumah sederhana yang ia ditinggali sendirian sejak berpulangnya sang Ibu.

Saat itu ia baru saja selesai mengurus tanaman yang menjadi kegemarannya. Dengan gaun sederhana yang kotor penuh noda tanah, ia ingat bagaimana dengan tampang bingung menyambut kedatangan keluarga penguasa daerah Selatan.

Duke Richard Hubert bersama istrinya, Roseanne Hubert, dan satu-satunya anak laki-laki yang mereka punya, Ethan Hubert, yang hanya terpaut usia dua tahun di bawahnya. Datang tiba-tiba dan mengatakan bahwa Sang Duke adalah Ayah kandungnya.

Ah, Railyn bagai terkena petir di siang bolong kala itu. Tubuhnya merespon kaku, bingung harus bereaksi bagaimana.

Mungkin sadar akan keterkejutannya, sang Duke berinisiatif menjelaskan, menggenggam tangan mungilnya yang kotor terkena tanah. Mengatakan bahwa jauh sebelum bertemu dengan Duchess Roseanne, Duke Richard telah jatuh cinta pada Sovya Aldine–Ibunya. Namun sayang, status kasta yang berbeda mengharuskan keduanya untuk berpisah. Sovya Aldine hanya putri seorang kusir di istana kekaisaran, sedangkan Richard Hubert adalah putra seorang Duke penguasa Selatan, dan merupakan satu-satunya penerus gelar tersebut. Tanpa tahu bahwa ada hasil cinta yang Sovya bawa dalam perutnya.

Dengan kata lain, Railyn adalah anak yang tak disengaja.

Ah, setidaknya Railyn cukup bersyukur, walau hidup tanpa figur Ayah yang menemani, pun Ibunya yang sepertinya tak memiliki niat untuk mengenalkan apalagi memberitahu. Kasih sayang yang Ibunya limpahkan sudah lebih dari cukup bagi Railyn.

"Aku minta maaf. Maaf karena tidak menyadari keberadaanmu selama ini. Maaf karena tidak pernah berusaha mencari kembali keberadaan Ibumu. Maaf karena baru datang dan menemuimu sekarang. Sungguh, aku minta maaf."

Terngiang jelas dalam memori bagaimana Duke Richard memeluknya dengan gemetar, menuturkan kata maaf berulang kali sambil mencium kening dan mengusap penuh rindu punggung mungilnya yang mulai ikut bergetar pelan, terisak kecil dan semakin kencang pada detik berikutnya.

Duchess Roseanne juga ikut memeluknya setelah sang Duke melepas. Memberikan pelukan tulus yang hangat. Pulukan sama yang selalu ia terima kala sang Ibu masih hidup. Pelukan hangat seorang Ibu.

Luruh dan lemas. Hancur sudah pertahanan yang ia buat semenjak kematian Ibunya. Dua hari ia membangun dinding, bahkan tak menangis kala jasad Ibunya di kebumikan. Hanya berusaha tegar dengan senyum tipis yang dipaksakan untuk menghormati para tetangga yang datang menyampaikan bela sungkawa.

ETHE;REALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang