[9]Derita

61 34 284
                                    

Pengen aja gitu lebih peduli ke diri sendiri,tapi nyatanya aku selalu lupa cara tidur lebih awal.

-Oh Sungjun-

07.00 PM

Junghwan duduk di kursi taman dengan beberapa makanan yang ia beli dari Indoseptember tadi,ia masih mengenakan seragam sekolah karena ia belum pulang ke rumah.

Ia tidak berani pulang hanya karena ada papahnya yang pasti Sibuk memarahinya hanya karena perkara nilai.Sebenarnya Udah biasa si sama sikap papahnya itu hanya saja Junghwan sudah sedikit muak jikalau mendengar perkataan papahnya yang begitu menyakitkan.

Seberapa keras pun ia untuk mendapatkan nilai sempurna tetap saja dimata papahnya itu kurang,dia kira sang bunda akan membela dan menyemangati untuk hal-hal yang ingin dia capai tapi nyatanya tidak.

Hanya sang kakak saja yang mendukung apapun keputusan yang ia buat selagi itu positif, cita-cita Junghwan hanya ingin menjadi Atlet basket bukan Dokter yang selalu orang tuanya ungkit setiap ia ada dirumah.

Junghwan memakan roti yang tadi ia beli sembari melihat ke arah orang-orang yang berlalu lalang hanya untuk menikmati akhir pekan.

Kalau saja ada kakaknya dirumah pasti ia akan senang hati pulang tapi sayangnya sang kakak sedang tidak ada dirumah.

Ya mungkin Junghwan hanya akan menunggu sampai larut malam baru bisa pulang dimana orang tuanya mungkin sudah terlelap tidur.

Nyatanya terpilih sebagai Tim Basket yang akan turnamen bulan depan tidak membuatnya bahagia, terlebih orang tuanya tidak mendukung Junghwan di bidang Atlet atau olahraga.

"Kok gua lihat-lihat hidup orang bahagia kek gaada masalah hidup aja"monolognya dengan helaan nafas kasar.

Beberapa pesan bahkan telepon dari orangtuanya membuat ia kesal lalu mematikan ponselnya,dia risih.

"Kenapa disini malam-malam begini?"

Junghwan terlonjak kaget sesaat setelah seseorang duduk disampingnya, sejenak ia berpikir itu hantu tapi ternyata bukan.Dia Sungjun.

"Gua mau nenangin pikiran,lu sendiri?"Balas Junghwan memang terlihat sedikit basa basi tapi mengingat apa yang sebelumnya terjadi bukannya seharusnya mereka Asing seolah-olah tidak mengenal satu sama lain.

"Abis les" balas Sungjun seadanya tanpa menoleh ke arah Junghwan yang bertanya.

Junghwan terdiam mendengar perkataan Sungjun,jam segini baru pulang dari les dan masih mengenakan pakaian seragam.Bukannya itu sangat melelahkan?.

"Jun lho gak Benci sama gua?"

"Enggak"

"Bohong banget" Kekeh Junghwan teringat beberapa hari yang lalu ia mendengar pembicaraan Sungjun dengan Taki,ia dengan Jelas mendengar bahwa Sungjun membenci salah satu siswa yang berada disekolah.

"Selamat karena terpilih di anggota basket, apapun yang terjadi gua bakalan ada buat ngedukung lu"Ucap Sungjun terlihat biasa tapi mampu membuat sebuah panah menancap di hati Junghwan.

"Kenapa lho ngelakuin semua ini, seharusnya lho membenci gua sama Woochan atau bahkan orang tua gua sendiri?"

"......"

"Jun.."

"Menurut lu Junghwan apa Definisi bahagia yang sesungguhnya?apa mendapatkan yang kita inginkan atau Berkumpul bersama keluarga dengan penuh kasih sayang?"Tanya Sungjun sembari menatap ke arah Junghwan yang menatapnya bingung.

"Bahagia menurut gua itu mendapatkan apa yang gua mau termasuk kasih sayang orang lain, Hidup dengan impian kita,pokoknya banyak dah" Balas Junghwan lalu meminum air yang sedari tadi ia bawa.

Sungjun mengangguk mendengarkan,perihal bahagia setiap orang berbeda-beda.

"Kalau lho apa?"

"Menurut gua Definisi bahagia itu bukan menunggu sesuatu yang kita mau tetapi kita sendiri yang membuat kebahagiaan itu"

"Maksudnya?"

"Bahagia itu ketika kita mampu tersenyum hanya karena hal-hal yang sepele, menurut gua itu termasuk bahagia," ucap Sungjun menjeda ucapannya.

"Wan apapun yang terjadi Jangan menyalahkan semesta atas apa yang terjadi, membenci orang tua bukanlah hal yang benar Wan"Ucapnya tersenyum tipis.

"Gua tau"Balas Junghwan singkat.

"Hmm"

"Apa kita tidak bisa seperti dulu Jun?apa Lu benar-benar benci sama gua?"Ucap Junghwan ia tidak berniat mengatakan itu, hanya saja hal itu spontan ia katakan.

"Entahlah "

"Lho pasti benci banget ya sama gua dan bunda?"

"Jangan hidup dengan rasa bersalah Wan gua harap lu selalu bahagia,gua harus pulang.Duluan ya"Ucap Sungjun berdiri lalu berjalan pergi meninggalkan Junghwan yang Diam dengan perasaan campur aduk.

"Maafin gua belum bisa jadi Sahabat sekaligus saudara yang baik buat lho Jun"

-

Sungjun duduk di teras rumahnya sembari melihat bulan purnama diatas sana.

Sesungguhnya selama ini Sungjun hidup dengan perasaan bersalah, karena gara-gara dia Junghwan hidup dengan tekanan dari ayahnya setiap hari.bagaimana ia selalu dituntut untuk menjadi sempurna.

Satu-satunya orang yang ia benci hanyalah dirinya sendiri, terdengar rendahan namun itulah adanya.Bagi Sungjun Definisi bahagia itu merelakan seseorang yang pernah menjadi bagian dari hidup hanya untuk melihat orang lain bahagia ya hanya itu.

Setelah persahabatan mereka berakhir Sungjun bersikeras untuk membenci keduanya baik itu Woochan, Junghwan bahkan sosok yang melahirkannya.

Tapi ternyata itu adalah hal yang sangat sulit karena sejatinya kasih sayang dia kepada mereka jauh lebih besar dari apapun,niat hati untuk tidak peduli kepada siapapun lagi.

Tapi saat ia melihat Junghwan sendirian dengan wajah pucat membuatnya khawatir.

Perihal tujuan hidup, Sungjun masih tidak punya apapun untuk diperjuangkan.Bahkan cita-cita aja ia tidak punya, hidupnya terlalu monoton dan tidak ada yang sulit untuk saat ini.

Sungjun hanya seorang anak yang mengubur harapan dan impiannya demi kebahagiaan orang lain.Ia bahkan tidak menyadari perlahan hidupnya hancur didalam.

___belajarlah berdamai dengan diri sendiri

___ karena dengan itu kamu akan lebih mudah sembuh dari apapun yang membuatmu sedih dan terluka

___Gaada yang perlu diulang, karena di ulang pun alurnya akan begitu.Terima aja dan jalani prosesnya, ikhlas adalah jalan terbaik.

To be continued
Jangan lupa untuk bahagia 💪💛




Growth of teenagers Ft 05LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang