Prolog

6 1 0
                                    

Dinginnya air menyapa kaki wanita itu dengan lembut. Dengan napas yang seperti baru saja kembali, ia membalikkan tubuhnya yang tadi hanya telungkup menjadi telentang.

Ia menarik ujung kaki dan gaunnya yang basah menjauhi bibir sungai, dan menyingkirkan rambut panjangnya agar tidak mengaburkan penglihatan.

Mata wanita itu menatap sekitar yang gelap dengan dan tanpa warna.

Ia di hutan

Suara air yang bergemercik dari sungai, menghiasi malam gelap tersebut. Ia menapakkan kaki perlahan-lahan pada rumput liar yang tumbuh panjang.

Tubuhnya yang baru terbangun itu terasa sangat berat ketika ia berjalan menjauhi bibir sungai.

Dengan tarikan nafas panjang, dapat dirasakan paru-parunya hidup dengan udara hutan.

Kepalanya menengadah perlahan, melihat betapa indah malam ini Sang Bulan tersenyum padanya.

Ia menjernihkan pikirannya yang tidak berisi apapun.

Mengapa ia terdampar di tepi sungai dengan tubuh yang basah kuyup, serta tak satupun ingatan yang melekat di dalam kepala cantiknya.

Seolah-olah, otak itu hanya sebagai hiasan saja.

Ketika merasa sudah cukup baikan, wanita itu kembali berjalan dengan tanpa alas kaki, berjalan tak berarah dan tanpa kebingungan.

Ia rasa ia hanya ingin berjalan saja.

Bunyi-bunyi misterius di dalam hutan, tak mengganggu dirinya sama sekali, ia hanya berjalan dengan perasaan kosong karena tidak tahu dan tidak mengingat apapun. Seolah ia adalah bayi yang baru dilahirkan ke dunia dengan tubuh wanita dewasa.

Perasaan yang kosong juga membantu dirinya untuk tidak merasakan sesuatu.

Hingga matanya tertuju pada bias-bias cahaya diantara para pohon. Dengan perlahan dirinya berjalan mendekati cahaya tersebut.

Begitu tiba, silaunya cahaya menyambut dirinya untuk bergabung. Setelah menyipit untuk menyesuaikan pupil matanya, ia kembali melebarkan penglihatannya ketika melihat betapa terang dan ramai di sana. Seolah gelapnya sang malam tidak mengganggu tempat itu.

Seketika, perasaannya yang tadinya kosong langsung terisi dengan perasaan tertarik dan sangat penasaran.

Di sana banyak tempat dengan beralaskaj kain dan atap yang di sanggah oleh kayu. Tempat di mana asal cahaya, digantung di tali-tali yang menghubungkan satu dengan toko lainnya.

Tanpa ragu dirinya berjalan mendekati keramaian, banyak sekali orang-orang seperti dirinya sedang berbelanja barang ataupun makanan.

Asap panggangan juga menghampiri hidungnya dengan baik, sehingga hal itu membangkitkan fungsi organ pencernaan yang tadinya tidak disadarinya.

Ia berjalan menuju satu tempat di mana banyak orang yang membeli makanan panggang tersebut.

Matanya berbinar ketika melihat makanan yang sedang dipanggang.

Ia menerobos keramaian dan berada di antrian paling depan. Orang-orang yang merasakan kehadiran dirinya, langsung melemparkan protes hingga membuat dirinya bingung dan takut.

Ia yang masih belum bisa mencerna apa yang terjadi, menjadi panik ketika seorang pelanggan wanita memarahinya karena menyerobot antrian dan menolak bahunya pelan.

Ia terdorong dengan lunglai sehingga menabrak dada seseorang. Ketika ia menabrak, bentakan orang tersebut kembali membuatnya terkejut dan melirik kebelakang.

Sesosok besar yang berdiri sekitar 2 meter di belakangnya kembali menimbulkan rasa takut tanpa batas hingga tubuhnya bergetar.

Kericuhan di sana yang ia akibatkan berhasil menarik perhatian orang-orang untuk berkumpul dan mendekat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The World of ColoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang