PROLOGUE

13 3 0
                                    

       Hujan mengguyur sejak proses pemakaman seorang ayah dari gadis yang bernama Alisha Karina Putri. Ia memilih untuk tidak beranjak dari posisinya yang terduduk menatap kosong kearah papan yang menancap diatas tanah.

Gadis yang bisasa disapa Karina itu tidak menunjukan ekspresi apapun.

      Satu persatu orang-orang yang mengerumun untuk mendoakan perlahan mulai pergi hingga tersisa keluarga dari Karina.

"karin, kenapa kamu diam aja? Ayo pulang, ngapain sih?" tegur salah satu anggota keluarganya, tante Devi. Adik perempuan dari mendiang Sang ayah.

"Nanti sakit kita jadi gak bisa balik ke Jakarta malam ini." Sahut Yana, adik laki-laki dari ayahnya.

Gadis itu tak bergeming, bahkan tak mendengar teguran dari tanrenya yang judes itu.

"Palingan dia lagi mikir kelanjutan hidupnya." Sahut tante Lisa yang sedaritadi berdiri kemeyang payung.

Adik ipar dari mendiang Sang ayah.

Rachelianti Sarinah, ibu tiri dari gadis itu langsung menoleh menatap keduanya. "Punten atuh, teh Evi. Teh Lisa. Jangan ngomong gitu disini. Gak baik, kasihan juga si enengnya. Dia masih kaget."

Lisa berdecih, "Kaget apanya? Dia cuma anak manja yang suka merengek ke Irawan."

"Gak pantes pegang warisan, biarin aja dia susah. Biar ngerasain." Devi berucap dengan nada yang ketus, wanita paruh baya itu memberi kode pada anggota keluarga lain yang sedaritadi hanya diam untuk membubarkan diri. "Pulang aja yuk, hujan makin deras gini. Kalau dia gak mau pulang yaudah biarin aja."

"Nanti aja atuh kalau mau bahasa-bahasa begituan dirumah aja." Ucap Rachel.

Devi dan lainnya langsuhg pergi meninggalkan Karina, Rachel dan seorang laki-laki yang sedaritadi berjongkok memeluk gadis yang sedaritadi hanya diam.

"Satria, tolong temenin Karin ya. Dia masih mau disini sebentar lagi." ucap seorang wanita paruh baya pada laki-laki yang berjongkok disebelah Karina.

"Iya tante, nanti saya antar pulang juga." ucap Satria.

"Makasih ya, nak." wanita paruh baya itu tersenyum. Kemudian ia berjalan keluar area pemakaman mengikuti yang lainnya.

Punggung wanita yang dipanggil tante Rachel itu perlahan menghilang dari pandangan mata.

Kini hanya tersisa Karina dan Satria.

"Rin, udah yuk. Badan kamu basah kuyub ." ujar Satria lembut.

Tanpa menoleh, Karina berdiri hingga membuat Satria refleks ikut berdiri.

       Karina berjalan mendahului Satria, namun belum beberapa langkah ia berjalan tubuhnya sudah tumbang. Satria tak sempat menahan tubuh gadis yang selalu bersamanya.

"Karina!" Satria berlari kecil untuk mendekati tubuh Karina yang tampak tak sadarkan diri.

        Digendong nya tubuh gadis itu dengan sigap ia segera berjalan cepat keluar dari area pemakaman dan berniat membawanya ke klinik desa terdekat.

       Dengan langkah yang cepat dan sedikit tergopoh-gopoh ditengah hujan, Satria menunjukkan raut wajah yang semakin cemas sambil sesekali melihat wajah Karina.

"Bu bidan! Permisi, maaf tolong!" dengan panik Satria setengah berteriak didepan teras klinik bidan Asti.

Dari balik pintu putih yang terbuka lebar terlihat seorang wanita paruh baya memakai jas putih laboratorium keluar dengan diikuti seorang pria paruh baya.

"Astaghfirullah, Karina pingsan bu!" ucap Hardi, suami dari bidan Asti yang ikut keluar bersamanya.

"Astaghfirullah, Karina ya? Ayo cepat nak, masuk diluar hujan nya semakan deras." Asti yang cemas langsung mengarahkan Satria untuk masuk kedalam klinik.

Menjadi Bayanganku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang