17. Mencoba Terbuka

772 76 7
                                        

Gelap dan pengap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gelap dan pengap.

Indra yang masih bisa berfungsi dengan baik hanyalah telinga serta kulit. Sebuah sensasi yang sudah lama sekali dilupakan, tetapi kini kembali terasa nyata. Dia dilanda ketakutan yang amat sangat hingga untuk sekadar menggerakkan kaki saja tak mampu.

“Mau pulang,” batinnya ketika suara tak bisa keluar dari tenggorokan.

Seperti pemutaran kaset film, ia berpindah ke adegan lain. Tak lagi di ruangan gelap nan pengap, tetapi justru inilah yang paling dia takuti. Di mana sebuah kejadian yang akhirnya mengubah seluruh kisah.

“Hide behind me.”

Rei masih ingat, bagaimana getar dalam suara yang berpura-pura tegar itu menusuk gendang telinganya. Sosok itu berdiri di depannya, dengan kedua tangan terbentang seolah menantang. Namun, dengan air menggenang di pelupuk mata yang tampak akan tumpah kapan saja. Saat itu, dia sedang dilindungi oleh sosok yang paling benci akan eksistensinya.

“Jangan … tolong, jangan ….” Dirinya memohon, tetapi tak pernah didengar. Karena suara mereka tak memiliki makna.

Kemudian, semua berjalan dengan cepat.  Hingga tiba pada titik di mana sebuah trauma abadi yang hingga kini masih tertanam dalam ingatan. Selalu menghantui, dan Rei tak pernah bisa lepas darinya sejauh apa pun ia berlari.

.
.

“Bangun, Rei!”

Kedua mata yang semula terpejam rapat lantas terbuka lebar. Remaja itu serta-merta terduduk, hingga menimbulkan pening akibat gerakannya yang tiba-tiba.

“Ssshh ….” Ia meremas pelan rambutnya, kemudian menatap sosok yang tengah memegangi bahunya. Cukup erat sampai membuat Rei sedikit meringis sakit.

“Lo kenapa? Mimpi buruk? Atau ada bagian lain yang sakit?” sergah Calvin yang langsung menghujaninya dengan tiga pertanyaan sekaligus.

“Gue ….” Kalimat Rei terhenti ketika matanya bersirobok dengan milik Keisha. Gadis itu masih ada di UKS dan kini ikut menatapnya penuh khawatir.

Seolah paham dengan tatapan itu, Keisha akhirnya berujar, “Maaf, Kak. Aku belum balik ke kelas karena khawatir sama Kak Rei. Tadi pas tidur kayak nggak nyenyak gitu, dan aku nggak berani bangunin. Tapi untung Kak Calvin dateng.”

“Kakak nggak apa-apa?” lanjutnya sarat akan kekhawatiran.

Tak ada jawaban yang Rei keluarkan, bocah itu bungkam dan menatap lekat pada sosok Calvin. Tatapan yang memiliki isyarat bahwa dia tidak ingin ada gadis ini di sini. Sungguh, Rei hanya tidak mau sisi lemahnya dilihat oleh orang lain.

Paham dengan isyarat yang diberikan, Calvin akhirnya mengangguk dan beralih menatap Keisha.

“Rei udah nggak kenapa-kenapa, makasih udah jagain dia sebelum gue dateng. Tapi, maaf banget, ya, Kei. Lo bisa tinggalin kita berdua dulu, nggak? Biar gue yang nunggu Rei di sini,” ucapnya lembut, sebisa mungkin tak menyingung perasaan gadis itu.

STRUGGLE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang