"Terimakasih." kata Becca setelah memberi uang kepada sopir taksi.
Becca menoleh ke belakang dan mendapati sebuah club malam yg ramai pengunjung dengan papan nama besar 'The Club'. Walaupun demikian, club ini tidak seperti club-club mewah yg sering Becca lihat di serial TV Inggris, tapi lebih seperti club kalangan menengah ke bawah mencari hiburan. Becca sempat bimbang apa club ini yg dimaksud Rose.
Becca melangkahkan kaki ke pintu club yg dijaga seorang laki-laki bertubuh besar. Sebuah tangan tiba-tiba menyentuh Becca.
"God!" seru Becca kaget.
Becca mendelik ke arah segerombolan preman yg kira-kira seusianya. Anak-anak itu menatap balik Becca dengan tatapan bernafsu. Becca bergidik sebentar, lalu berlari menuju penjaga pintu.
"ID," kata penjaga pintu itu dengan suara berat.
Becca menyerahkan pengenalnya yg berupa kartu pengenal penduduk Inggris. Penjaga itu mengernyit sebentar, lalu memindai Becca. Detik berikutnya, dia mengedikkan kepala yg artinya membiarkan Becca masuk.
Becca memasuki tempat itu dengan riang, kepalanya dipenuhi dengan fikiran-fikiran bahagia karna akhirnya akan bertemu dengan Freen. Dia kemudian mengambil tempat di depan meja bar. Club ini penuh sekali.
"Ya, berikutnya, kita akan ber-headbanging bersana The Forsaken!!" seru sang MC, membuat Becca menoleh ke arah panggung.
Freen dan teman-temannya tampak bergerak keatas panggung tanpa ekspresi sementara semua orang bersorak riuh. Becca tiba-tiba paham. Club ini ternyata tempat berkumpul para pecinta rock. Hampir semua orang yg ada disini berdandan ala punk dan rockstar, sementara Becca menggunakan sebuah blus berenda dan rok mini yg juga berenda. Pantas dari tadi ada saja yg memperhatikannya. Walau demikian, Becca ikut bersorak saat Freen bergerak menuju mikrofon.
Freen menarik nafas nya sebentar, lalu menghebuskannya sambil menyapu pandangan ke arah kerumunan didepan panggung. Detik berikutnya, dia tersentak.
Becca. Ada di depan meja bar, tepat di depannya. Freen memejamkan matanya, berharap ini sekedar ilusi, tapi gadis itu masih ada disana saat dia kembali membuka mata, sangat mencolok dengan baju warna pink-nya. Becca melambai ke arah Freen.
Selama beberapa detik, Freen serasa mati rasa, sampai Billy menepuknya.
"Freen, ada apa?" bisik Billy.
Freen tersadar. Lalu sekali lagi menarik nafas panjang. Freen akan bersikap seolah tidak ada siapapun didepannya. Tidak ada Becca seperti malam-malam sebelumnya. Tapi...sedang apa dia disini?
"Freen!!" bisik Billy lagi, dan Freen tahu dia harus memulai pertunjukannya.
"Oke," kata Freen dengan suara berat khas perokok-nya.
"Selamat malam. Malam ini The Forsaken akan membawakan lagu baru, dan lagu ini sedikit slow. Untuk yg ingin head banging maaf mengecewakan." perkataan Freen disambut keluhan bercanda dari beberapa pihak.
"Judulnya, I Don't Want Her."
Penonton bersorak riuh dan mulai menyalakan korek masing-masing saat lampu diredupkan. Becca sampai menganga. Dia tidak menyangka band Freen bisa sehebat ini, membuat orang-orang mau saja mengikuti musiknya. Ternyata The Forsaken sudah memiliki fans tetap. Becca ingin ikut memberikan cahaya, tapi dia tidak mempunyai korek api.
'Ten years ago, there was a girl
She was bright like a star in the sky
She gave me strength, gave me hopes
We head a promise to be
Always together
But then she went away
Far, far away, without a trace
I've been waiting for her everyday
Dreaming of her every night
Picturing her face'
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT SUMMER BREEZE (END)
RomanceCINTA TIDAK PERNAH SALAH Freen Sarocha Chankimha as Freen Preman kampus. Banyak musuhnya. Skeptis dan emosional. Seumur hidup dicap bodoh oleh semua orang. Hubungan dengan Ayahnya kian hari kian buruk. Bagi keluarganya, masa depan Freen gelap, sege...