EPILOG

3.8K 309 45
                                    


Rose membuka kamar Freen lebar-lebar, berusaha menemukan sosok yg sedang bermalas-malasan di tempat tidur sambil menggoyang-goyangkan kepala dan mengayun-ayunkan tangannya dengah heboh. Tapi tak ditemukannya. Dia hanya menemukan puluhan poster-poster di dinding kamar Freen.


Bagi Rose ini seperti mimpi. Tak pernah sekalipun dia berfikir untuk kehilangan suara dentuman-dentuman dari kamar Freen, teriakan-teriakan yg sering disebutnya sebagai nyanyian, suara-suara bantingan barang, dan tak pernah Rose melihat kamar Freen serapi ini. Rose tiba-tiba membayangkan Freen duduk di jendela sambil menyanyi dan memainkan gitar. Rose juga bisa melukiskan bagaimana keadaan Freen saat itu. Rambut acak-acakan, kaus polos, celana pendek.


"Sialan!" sahut Rose sambil melemparkan barang terdekat yg bisa diraihnya.


Rose tak bisa lagi menahan tangisnya. Tangis yg selama satu tahun ini berusaha untuk disembunyikannya.


Rose membaca lagi surat dari Freen yg dulu ditinggalkannya di kamar. Surat itu meminta Rose untuk menjaga Becca, juga berisi pujian tentang permainan basket Rose, dan Freen bangga karnanya. Seorang Freen bisa menulis itu semua, rasanya bagai mimpi bagi Rose. Freen memang orang yg penuh kejutan. Selama ini, dia selalu bertahan tanpa pernah mengeluh. Ternyata dalam hal inilah dulu Rose harusnya membantu Freen. Rose tak pernah tahu. Siapa pun tak pernah tahu. Yg diketahuinya hanyalah, kakaknya adalah sebuah misteri baginya. Bahkan pada saat-saat terakhirnya. Walaupun demikian, Freen akan selalu menjadi bagian dari diri Rose. Selamanya.


"I miss you, Freen." bisik Rose lemah.


=================================


Aku pertama kali melihatnya saat musim panas yg terik

Dia datang tanpa ada seulas senyum pun diwajahnya

Dia tampak seperti seorang gadis yg kesepian

Menanti seseorang untuk menemukan kunci ke hatinya yg gelap

Aku tak tahu ternyata akulah sang pemegang kunci itu

Aku menyinari hatinya, sampai akhirnya dia mau merekah

Aku menyukai caranya tersenyum untukku

Aku menyukai sikapnya yg membuatku merasa spesial dan betapa sosoknya sudah menjadi menu utama dalam mimpiku

Dia adalah cinta pertama, juga sejatiku

Freen, sang angin yg berhembus sepoi di musim panas kini telah kembali ke tempatnya berasal

Walaupun tak lagi bersama, tapi dia tetap akan menjadi hal terbaik yg pernah terjadi padaku

Aku akan selalu teringat padanya juga selalu tak sabar,

Menanti datangnya musim panas,

Saat di mana aku bisa kembali bertemu dengannya


Becca tersenyum pedih saat membaca tulisannya. Dia kemudian menggulung surat itu, memasukkannya ke kaleng, lalu menguburnya kembali dibawah pohon perjanjian. Setelah itu, dia berdiri, menatap tulisan di pohon yg sudah mulai menghilang. Pohon itu mulai meranggas, karna cuaca yg kering. Suasana persis seperti saat Freen meninggal. Daun-daun yg berguguran mengingatkan Becca kembali pada saat mereka bertemu untuk pertama kalinya, juga saat mereka berpisah untuk selamanya.



Sudah setahun semenjak kematian Freen. Becca baru saja kembali dari Inggris. Hari ini tepat hari kematian Freen, dan Becca sudah berjanji kepada keluarga Freen untuk datang berziarah. Sebelum itu, Becca menyempatkan diri untuk membaca tulisan yg ditulisnya satu tahun yg lalu, yg kemudian di kuburnya di bawah pohon akasia yg dulu pernah dijadikan tempat perjanjian.



"Becca," panggil seseorang yg sudah sangat dikenal Becca, membuatnya berbalik.



Becca mendapati Rose dan Orn yg sedang menunggunya.



"Kita pergi sekarang?" tanya Rose sambil tersenyum lembut.



Becca mengangguk perlahan, lalu begerak menuju mereka. Becca menoleh ke arah pohon itu untuk yg kesekian kalinya, membayangkan masa kecil nya bersama Freen yg indah. Becca tak akan pernah meninggalkan apa pun di belakang, Becca akan terus membawa kenangannya bersama Freen. Selamanya.


"I'll always love you," bisik Becca.


Setelah menatap cincin hijau di jari manisnya, Becca tersenyum lalu masuk ke mobil.





THE END

THAT SUMMER BREEZE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang