3

3 1 3
                                    

Kegelapan mulai menyelimuti ruangan itu. Seorang wanita mendekati gadis kecil yang berbaring di tempat tidur mungil dan mulai membelai halus kepalanya. Wanita itu mulai bersenandung pelan dan terdengar nyanyian lagu tidur. Suaranya mengingatkan pada musim semi saat bunga sakura mulai bermekaran dan menari-nari mengikuti gerakan angin yang berdesau lembut. Gadis kecil itu perlahan terlelap dan menggumam menandakan telah masuk ke alam mimpi. Nyanyian wanita itu masih mengalun bersama terangnya purnama yang menghias langit malam.

Perasaan hangat mulai menjalar dalam dadanya. Gadis kecil itu kini berdiri di depan sebuah pintu. Dia menangis tanpa suara. Dia ingin menyentuh gagang pintu di depannya, tapi tangannya hampir melepuh. Gadis itu mencoba lagi untuk kesekian kali sampai pintu itu benar-benar terbuka. Pemandangan di balik pintu bukan hal yang ingin dilihat oleh si gadis kecil. Yang dia lihat hanyalah api, kemudian dia merasakan panas mulai menyebar ke seluruh tubuhnya. Perasaan hangat yang menyenangkan tadi mulai berubah menjadi panas yang menyengat. Seperti air mendidih yang ditumpahkan langsung ke tubuh dalam hitungan sepersekian detik.

Yurika tersentak saat dia membuka mata. Dia bangun sambil tersedak-sedak. Hampir saja dia tenggelam dalam bak mandi. Rupanya Yurika tertidur saat sedang berendam. Biasanya Yurika jarang sekali tertidur di sembarang tempat apalagi sampai memimpikan hal yang sudah lama tak pernah ia impikan lagi selama bertahun-tahun. Setelah benar-benar tersadar dari lamunannya, Yurika lekas berdiri untuk mematikan keran air panas yang mengucur deras. Pantas saja dia merasakan panas yang menyakitkan. Mungkin saja kakinya tidak sengaja memutar tuasnya. Bagaimanapun, mimpi itu masih menyisakan perasaan tidak nyaman di dada Yurika.

***

Saat sarapan, Yurika bisa bertemu semua penghuni rumah utama. Tentunya ada Cellesta, Bu Winda, Novandra dan Pak Karyadi. Bagi orang-orang yang tidak mengenal keluarga ini mungkin mereka tampak seperti keluarga normal. Namun ternyata, semua penghuni di rumah utama boleh makan di ruang makan bersama-sama. Bahkan para pelayan makan di sisi meja yang lain bersama mereka. Yurika awalnya terkejut melihat betapa ramai orang di ruang makan ketika baru datang bersama Cellesta. Terlebih hidangan mewah yang rasanya cukup untuk memberi makan orang sekampung membuat air liur Yurika hampir saja menetes.

"Nona Cellesta ingin makan apa? Biar saya yang ambilin." Yurika sudah berlatih semalaman di depan cermin agar senyumannya terlihat lebih tulus dan tak dipaksakan. Anak kecil biasanya mudah sekali melihat ekspresi orang lain saat berbohong. Yurika tidak ingin dianggap sebagai orang yang seperti itu. Dia hanya tidak terbiasa berada di dekat anak-anak.

"Celle mau ambil makan sendiri. Celle enggak perlu dibantuin sama Tante." Bahkan saat mengatakan itu, Celle masih tidak mau menatap ke arah Yurika. Padahal saat bersiap-siap di kamar tadi, Cellesta mau-mau saja dimandikan dan didandani oleh Yurika. Dan sebelumnya Cellesta tidak memanggilnya 'Tante'. Gadis itu memangilnya 'Kakak' dengan intonasi agak dinaikkan dan suara yang lebih imut. Rasanya perjuangan Yurika beberapa menit yang lalu menguap bersama sikap Cellesta yang kembali dingin. Tapi, Yurika tidak bisa menyerah begitu saja.

"Nona bilang suka banget sama gaun warna peach ini. Liat, nih, ujung lengan bajunya hampir aja kena saus tomat. Biar Kakak aja yang ambilin, ya?" Yurika mengangkat tangan Cellesta dari piring berisi tumpukan roti panggang berlapis selai strawberi dengan lembut. Kemudian Yurika juga menuangkan segelas jus jeruk untuk dihidangkan di sebelah piring Cellesta. Gadis itu mulai melahap roti panggangnya dengan kedua tangan. "Eh, Nona, garpu dan pisaunya bisa dip...,"

"Hari ini Pak Bagyo tidak ikut sarapan, jadi kami semua membiarkan Nona Cellesta untuk makan dengan caranya sendiri," sela Bu Winda menjelaskan. "Sebaiknya kamu juga cepat sarapan, Yurika. Tutor Nona Cellesta akan datang jam 9 nanti."

Yurika mengangguk dan mulai sarapan. Jadi, situasi pagi ini tidak akan terjadi setiap hari. Yang lain juga menyarap dengan sedikit berbincang-bincang kecil. Yurika lupa kalau di sebelahnya ada Novandra. Lelaki itu diam saja sejak tadi. Baru saja Yurika menggigit sosis yang mengundang rasa laparnya, terdengar suara tersedu-sedu dari Cellesta. Yurika refleks menoleh ke arah Cellesta yang mulai turun dari kursinya. Yurika balik menoleh ke arah Novandra membuat lelaki itu tersentak karena tatapan Yurika.

Dokodemo (どこでも)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang