"Dengan segala kerendahan diri, hamba menghadap pada Yang Mulia Ratu." Perempuan berwajah oriental itu bersujud hingga tubuhnya menempel ke lantai. Entah apa yang dilakukan seseorang dari kelas bawah di hadapan seorang ratu.
"Apa gerangan yang diinginkan oleh rakyat jelata sepertimu?" Sang ratu yang masih belia berucap dengan tatapan enggan. Untuk apa menanggapi seorang yang tidak lebih rendah dari budak, pikir sang ratu saat itu.
"Hamba hanya menginginkan sebuah pekerjaan di istana ini, Yang Mulia Ratu." Ada intonasi memaksa dalam ucapan perempuan yang didandani lebih tua dari umur seharusnya.
"Sungguh tak tahu diri. Memang apa yang bisa dilakukan wanita tua sepertimu?" cecar sang ratu kehilangan kesabaran.
"Hamba akan menjadi apa pun bahkan hamba rela menjadi penyangga kaki untuk Yang Mulia Ratu."
"Wah, improvisasinya luar biasa," bisik orang-orang yang sedang berbaris di kanan kiri bawah singgasana tempat sang ratu duduk.
"Baik, aku terima ketidaktahuan diri seorang rakyat jelata sepertimu untuk melayaniku apa pun kehendakku. Kemarilah!" Sang ratu menunjuk perempuan itu lalu menunjuk ke bawah kakinya. Perempuan itu buru-buru mendekati sang ratu dan membungkuk agar kaki sang ratu bisa menginjak punggungnya.
"Apa kalian suka dengan penyangga kakiku, wahai para pengurus istana?" tanya sang ratu sambil berseru.
"Anda adalah yang terbaik, Yang Mulia Ratu." Semua orang yang berdiri di bawah singgasana menghadap ke arah ratu sambil membungkukkan badan, termasuk Bu Winda dan Pak Karyadi.
Drama apa ini? Aku masih enggak percaya harus ngelakuin ini, batin Yurika yang harus menatap ke tanah.
"Yang Mulia Raja memasuki ruangan!" seru penjaga pintu istana.
"Ratuku yang cantik dan manis, Cellesta Safira Yudha, mengapa pagi-pagi Ananda sudah mengeluarkan suara yang sungguh nyaring?"
Apa? Itu kan suara Novan. Dia yang jadi rajanya? Yurika ingin sekali menoleh, tapi kaki di punggungnya terasa berat dan kemungkinan ratu akan marah kalau penyangganya sampai bergerak-gerak.
"Kakanda sudah pulang dari berkuda rupanya."
Apa ini? Kok silau banget? Yurika berusaha melirik melalui ekor matanya, tapi sang ratu sudah berdiri menghampiri rajanya. "Ah, punggungku," erang Yurika sambil mengecilkan suaranya.
"Siapa gerangan yang sedang membungkuk di bawah kaki Ananda baru saja?"
Sekarang aku yakin seratus persen kalau mereka bener-bener benci aku. Jadi ini pembalasan Novandra setelah aku minum sesuatu yang enggak tau apa isinya itu. Yurika memelotot ke arah raja dan tak memedulikan bahwa raja dalam balutan hanbok berwarna merah terang dan gambar naga emas di tengah dan pundak juga tidak memakai kacamata membuat ketampanannya naik seribu persen. Setidaknya itu yang dipikirkan Yurika diam-diam.
"Dia hanya budak baruku."
Bukannya aku emang budak di dunia nyata? Mana hanboknya tebel banget lagi. Aku mulai kepanasan. Yurika memalingkan wajahnya ketika sang raja menghampiri singgasananya bersama sang ratu. Sepertinya sang raja tidak memperhatikan kalau budaknya memelototinya seakan ingin membuat lubang di dahi.
"Wanita tua ini tidak akan berguna lagi jika kelelahan, Ananda? Bagaimana kalau kita biarkan saja dia bekerja di dapur. Aku bisa melihat tangannya penuh luka, pastinya dia sudah sering melakukan pekerjaan kasar sebelumnya."
Deg! Yurika merasakan jantungnya berhenti sepersekian detik saat mendengar kalimat terakhir yang diucapkan sang raja.
Sang raja yang bijak berusaha membebaskan budak dari keegoisan sang ratu. Jelas yang ini juga seingat Yurika adalah improvisasi mengikuti dialog mengada-ada yang Yurika kacaukan, tapi tetap ada dalam naskah.
"Baiklah, Kakanda. Aku akan menuruti semua perintahmu." Ratu belia itu benar-benar bersikap berbeda jika berada di hadapan kekasihnya (sesuai seperti karakter ratu dalam naskah). "Kau budak. Cepat pergi ke dapur dan lakukan apa pun yang harus kaulakukan."
"Terima kasih, Yang Mulia Raja. Terima kasih, Yang Mulia Ratu." Peran Yurika sebagai budak berakhir dalam adegan tersebut. Dia berlari ke dapur untuk minum dan berselonjor lagi di lantai marmer dingin. Sesekali dia becermin di depan lemari pendingin dan memperhatikan dirinya.
Tadi pagi, Yurika kaget karena para pelayan berjejalan masuk sambil membawa perlengkapan kostum dan riasan lengkap dengan aksesorisnya. Bu Winda yang sudah rapi dengan kostumnya dan tatanan rambut belah tengah diikat ke belakang menjadi sanggul kepang yang ditusuk konde hanya menjelaskan bahwa teater drama ini keinginan Nona Cellesta. Bu Winda tidak memberi waktu pada Yurika untuk bertanya lebih lanjut karena Yurika harus bersiap-siap lalu membaca naskah yang sudah ada. Saat keluar rumah, Yurika sampai ternganga karena taman sudah disulap menjadi singgasana dengan latar papan besar bergambar istana dinasti Joseon. Begitulah yang tertulis di naskah. Namun nama kerajaannya diubah menjadi Kerajaan Yudha.
"Sejak Bu Winda jadi kepala pelayan, selalu aja ada kegiatan aneh-aneh, ya?"
"Iya. Padahal Nona Cellesta itu jarang banget dituruti kemauannya. Pernah sekali Nona Cellesta minta lihat jerapah waktu dia bangun tidur, Pak Bagyo menolak keras keinginan Nona. Nona sampai enggak mau makan seminggu dan masuk rumah sakit."
"Hooh. Akhirnya kita yang harus bersihin tahi jerapah. Waktu itu Bu Winda sampe bersitegang sama Pak Bagyo perkara itu."
"Bisa aja yang ini juga karena mood Nona Cellesta lagi jelek, makanya Nona minta yang aneh-aneh."
Yurika yang berdiri di belakang dua pelayan perempuan sejak tadi muncul dari belakang. "Bener yang kalian bilang barusan?"
Dua perempuan tadi langsung terlonjak karena baru menyadari bahwa orang yang berdiri di belakang mereka bukanlah pelayan seperti mereka melainkan anggota baru di rumah itu yang masih belum tahu apa-apa.
"Eh, Mbak Yurika." Pelayan satu (Yurika tidak ingat siapa pun nama pelayan di rumah utama keluarga Yudha) tersenyum sambil menyenggol pelayan dua dengan pundaknya.
"Mbak Yurika, aku pikir Mbak bakal pake kostum yang sama kayak punya Bu Winda, he he..."
"Enggak, aku jadi budak kayak yang ditulis di naskah. Kalian enggak baca naskahnya?" Yurika melipat tangannya lalu bersandar ke lemari pendingin.
"Tapi udah keliatan dari kostumnya, sih, Mbak," ujar pelayan dua.
Mereka benar. Yurika punya kostum yang sama seperti para pelayan. Hanbok warna abu-abu dan kepang rambut yang dilingkarkan ke di kepala dihiasi pita merah besar.
"Kita pamit pergi duluan, ya, Mbak. Takutnya Bu Winda butuh sesuatu." Pelayan satu menyeret pelayan dua ke studio dadakan itu lagi.
***
Seharian itu, Yurika memikirkan obrolan dua pelayan sebelumnya. Ada yang janggal. Selain itu, dia menyilang hatinya sendiri agar tidak membuat kekacauan yang lebih parah lagi. Yang terjadi hari ini bisa saja karena kesalahannya kemarin. Cellesta hanyalah gadis berumur 7 tahun, tapi dia punya imajinasi luar biasa dan bisa membuat orang lain melakukan apa pun untuknya. Hak istimewa yang hanya bisa dinikmati anak-anak orang kaya. Namun, Yurika tidak pernah membayangkan sampai seperti ini.
"Benar kata Novandra, aku harus minta maaf sama Nona Cellesta." Bukannya apa-apa. Kalau hal ini terus terjadi, hubungannya dengan Nona Cellesta akan memburuk lalu ketika semua pelayan tahu kalau sumber siksaan aneh ini adalah dia yang selalu membuat Nona Cellesta marah, kemungkinan besar hal ini bisa sampai ke telinga Pak Bagyo dan segala hal akan runyam. "Dan itu artinya kontrak bakal dibatalin ditambah aku dicap jelek." Yurika menggeleng-geleng keras. "Enggak! Aku enggak mau nyerah gitu aja."
Entah kebetulan atau takdir, pasangan raja dan ratu yang sedang asyik main suit dan berkejar-kejaran melewati Yurika yang termenung di bawah pohon. Yurika refleks berdiri ingin menghampiri mereka berdua. Ketika Yurika baru melangkah, matanya tak sengaja menangkap sebuah pot besar bergerak di balkon. Beberapa detik kemudian, pot besar itu terjatuh dan di bawahnya ada sang ratu masih tertawa ceria.
Keceriaan sang ratu berubah menjadi keterkejutan. Nona Cellesta jatuh dengan posisi tengkurap di atas rerumputan. Yurika berhasil mendorong gadis itu sebelum pot besar tadi mengenai Nona Cellesta.
"Nona Cellesta, baik-baik aja, kan?" Setelah mengucapkan itu, Yurika kehilangan kesadarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokodemo (どこでも)
RomanceNanny? Yurika tidak pernah membayangkan akan mendapatkan tawaran pekerjaan dengan gaji menggiurkan itu. Masalahnya adalah Yurika takut dan canggung dekat-dekat dengan anak kecil. Suara tangisannya pun membuat Yurika pusing tujuh keliling. Dengan mem...