"Ayolah.. mayat ini berat sekali, apa kerjanya hanya makan dan makan saja?" keluh Elisa. Ia sekuat tenaga menyeret tubuh seorang penyihir hitam, atau lebih tepatnya mayat penyihir hitam.
"Ini yang terakhir." Zion memegangi sebungkus korek api. "Mana minyak tanahnya." Ia bertanya pada kakaknya.
Zorovic menyiramkan minyak tanah kedalam lubang besar yang penuh mayat penyihir. Zion melempar sebatang korek api yang menyala redup, dan begitu menyentuh salah satu mayat,
Blap.....
Seketika api membara, apinya seperti meraung-raung keudara, melahap apa saja yang ada dibawahnya.
"Ayo pulang, cukup untuk malam ini." Zorovic tak berekspresi, matanya terus memandangi kearah api yang mengamuk didalam lubang. Ia berbalik, tersisa api dalam matanya.
"Kita mendapat tangkapan besar malam ini, bagaimana kalau kita rayakan? Aku yang traktir?" ajak Elisa.
"Gratis? Aku mau!" Zion bersemangat.
"Kalian saja, aku lelah." Zorovic menolak. Ia pergi begitu saja melesat menembus kabut.
"Kenapa dia?" Elisa heran.
"Ah.. kau seperti tak tahu kakakku saja. Tapi ngomong-ngomong kita mau kemana?"
"Kapan-kapan saja, aku juga capek." Tolak Elisa lesu, ia juga melesat meninggalkan Zion sendirian.
"Hey, kalian kenapa? Seenaknya saja meninggalkanku sendiri disini."
@@@
"Pangeran menemukannya saat pangeran hendak kabur, ia dalam keadaan pingsan. Dan saat ia sadar, ia sangat ketakutan. Sepertinya dia amnesia dan tak ingat bahwa dirinya seorang penyihir." Seorang penyihir putih setengah baya berpakaian seperti suster gereja tetapi tak memakai penutup kepala, ditengah pakaiannya terdapat lambang palang putih, lambang rumah sakit. Ia terbang rendah dari lantai beriringan dengan Lian dan Agrava.
"Sekarang bagaimana keadaannya suster?" tanya lian cemas.
"Dia sudah agak baikan, tapi masih ketakutan. Ini kamarnya, ajaklah ia bicara pelan-pelan." Suster itu berhenti di depan pintu bernomor 1957.
Lian ragu untuk masuk, ia menyusun kalimat yang nantinya akan ia jadikan alasannya.
"Biar aku saja yang bicara, kau nanti dulu." Agrava memegangi lengan lian, menenangkannya.
"Apa kau juga akan mengatakan bahwa kau.."
"Sstt... tidak Lian, tentu aku tahu ini bukan saatnya bagiku. Tenang saja, kau tunggu disini dulu." Agrava menarik gagang pintu yang terbuat dari kuningan. Ia masuk dan melihat Emily sedang duduk menghadap jendela. Wajahnya seperti orang linglung, dan yang mengejutkan, Emily memiliki sayap. Ia salah satu dari penyihir sekarang.
Emily terperanjat melihat Agrava. "paman?"
"Ya Emily, ini paman." Emily beranjak memeluk pamannya. "tenang Emily, paman ada disini."
"Aku takut, apa yag sebenarnya terjadi?" Emily melepas pelukannya. Agrava mengajaknya duduk di ranjang bersprei putih.
"Maafkan kami Emily." Agrava memegangi tangan Emily dengan erat. "paman tahu, lambat laun ini semua pasti terjadi."
"Apanya yang terjadi?" mata Emily meminta penjelasan lebih.
"Kau harus tahu Emy, ibumu juga seorang diantara kami." Agrava kehilangan kata-kata.
"Tidak, tak mungkin." Emily menggeleng ta percaya.
Agrava memantapkan hatinya. "Seharusnya kami meberitahumu sejak dulu, tapi kami terlalu takut pada ramalan yang belum jelas. Kami lari dengan tak memberitahumu yang sebenarnya. Dan kejadian malam itu sudah membuktikan pada kami bahwa kami tak bisa menghindarimu dari takdirmu. Takdir menjadi seorang penyihir. Akhirnya, jalan takdir tak bisa diubah bukan? Disinilah kau sekarang Emy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Magical of Zeelagoys
FantasyEmily Zeelagoys adalah gadis biasa dari keluarga biasa yang mempunyai sahabat yang luar biasa. Lee, anak laki-laki most wanted di sekolahnya serta Elisa, gadis cantik nan kaya. Dibalik itu semua, takdir membawa Emily pada suatu kehidupan yang tak pe...