Pagi ini Arsa sudah di perboleh kan pulang, ia tetap kekeuh pergi ke sekolah padahal ia belum sepenuh nya pulih. Geya berkali-kali memberitahunya agar tak usah pergi ke sekolah ya, yang namanya Arsa susah sekali di beritahu. Ia bahkan tak perduli sekalipun orang tuanya yang memberitahunya, maka dari itu Geya tak lagi memberitahunya. Hal yang akan mungkin dilakukan Arsa adalah bolos, ia akan pergi ke rooftop begitu sampai ke sekolah. Ia tak boleh memusingkan hal yang lain selain kuliah, ia tak puas dengan lulusan SMA yang ia punya sekarang.
Ia membuat bekal untuknya, setelah selesai ia membereskan tasnya dan buku-bukunya. Tak kperlu waktu lama ia sudah siap berangkat ke sekolah, ia memesan ojol di ponsel nya. Hari ini ia mendapat uang lebih maka dari itu ia memesan ojol, biasanya ia akan naik angkot. Tapi seperti nyahari ini angkot yang biasa lewat pun sudah berangkat, mungkin ia tengah beruntung kali ini.
Setelah ia sampai ia mempersiapkan buku-buku nya, ia membaca materi yang akan dipelajari nanti. Ia fokus pada buku nya, tanpa ia sadari teman-temannya sudah datang.
"Fokus amat shay." Geya menoleh mendapati suara Rain, ia tersenyum melihat teman-temannya sudah datang.
Mereka akhirnya mengobrol, sesekali Geya ikut mengobrol mereka membicarakan orang lain, yang tak lain adalah Arsa dkk. Bel pelajaran pun berbunyi mereka yang tadinya asik berbicara pun langsung pindah ke tempat duduk masing-masing.
Arsa dan teman-temannya membolos di warung buk Minah, penjual blasteran Korea tersebut menjual sarapan ala Korea dan indonesia. Membuat warung sederhana yang dimiliki tersebut selalu ramai sampai saat jam sekolah usai.
Arsa yang sedang menghisap rokoknya pun membuka ponsel nya, ia melihat ke galeri miliknya tak ada satupun poto milik Gheya. Apakah selama ini ia benar-benar keterlaluan?
Bahkan ia tak menyimpan nomor nya sama sekali, ia meringis mengingat kembali semua yang telah ia lakukan pada Gheya. Seharus nya ia tak boleh mempermainkan perasaan orang karena fisik nya atau pun kekayaan nya.
"Kenapa Lo? Nyesel sia-siain Gheya. Udah lah dia buat gue aja, lagian juga lo palingan nyari cewek lain lagi buat diajak pacaran."
Arsa menoleh mata nya menajam seakan tak terima apa yang di katakan oleh sahabatnya, Dev.
"Lo dari kemaren ngebet banget ya sama cewek gue, ya Dev?"
Dev hanya tersenyum miring, hal itu membuat Arsa berusaha menahan amarahnya. Ini masih pagi, tak baik ia membuat keributan. Ia juga tak ingin mengawali pagi dengan kata-kata kotor.
Walau di dalam hatinya panas ia hanya tersenyum paksa agar mood nya tak buruk hari ini, bukan karena apa ia hanya ingin bertemu Gheya dengan mood yang bagus. Agar ia bisa bermanja-manja nantinya, malah dedemit ini membuat nya naik darah pagi ini.
"Karena gue nyesel, makanya gue ngga mau demit ngambil cewek gue. Dan gue udah putusin semua cewek gue yang lain buat Gheya doang, ngga bakalan gue kasih longgar buat lo."
Dev tertawa kecil setelah nya ia menepuk pundak Arsa, ia merasa berhasil membuat Arsa terpancing.
Tapi ia pun juga punya niat terselubung untuk hal itu, jikalau mereka sudah selesai. Tapi ini hanya untuk seumpamaan, ia tak sepenuhnya begitu. Ia juga tak bermaksud buruk terhadap hubungan Arsa dengan Geya.Disisi lain Gheya tengah menunggu Arsa di bawah pohon, Arsa sendiri tadi yang mengatakan bahwa mereka harus bertemu. Hampir setengah jam ia menunggu disini, ia bahkan sampai tidak pergi ke kantin. Apakah ini hanya sandiwara Arsa?
Ia mendengar langkah kaki cepat dari belakang tubuhnya, ia menoleh ke belakang matanya membulat kala melihat Arsa yang tengah berlari dengan jersey basket nya. Ia mengambil tisu kecil yang selalu ia bawa kemana-mana, begitu Arsa duduk dengan ragu tangannya mengulur untuk membersihkan peluh yang ada di dahi nya. Arsa memejamkan matanya menikmati apa yang dilakukan oleh gadis nya tersebut, tangannya mengelus pelan pinggang Gheya. Ia tertegun sebentar apa yang dilakukan oleh Arsa kepadanya, dengan gugup ia melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda. Arsa tersenyum miring.
"Maaf ya sayang aku ngga maksud buat kamu nunggu, tadi aku main basket sampe lupa kamyu nungguin. Maaf ya?" Bingung mau menjawab apa, Gheya hanya mengangguk patuh.
Arsa menyandar kan punggung nya di sandaran kursi taman belakang, matanya terpejam menikmati angin yang menerpa wajah nya.
"Aku ngga tau nanti bakal gimana setelah kita lulus, aku cuma pengen kita ngga hilang kontak. Dan aku bakal usahain keterima di tempat kamu keterima."
Gheya hanya mengangguk ia tau itu tidak sesederhana yang ada dipikiran Arsa, hal itu bukan lah yang dapat dijadikan patokan ketika ia harus bersama orang terkasih. Tabiat Arsa yang cukup buruk membuatnya berpikir dua kali, untuk melanjutkan hubungannya dengan lelaki tersebut.
"Nanti malem ke rumah aku yuk yang." Gheya melotot terkejut. Tumben, Pikirnya.
"Iya nanti malem ya, sa."
"Pokok nya aku jemput, nanti pulang juga bareng aku oke?"
Bunyi kecupan yang begitu kental terdengar kala Arsa mengecup pipi kanan Gheya tak berhenti disitu saja Arsa mengecup lama pipi kiri milik Gheya. Lagi-lagi serangan tiba-tiba yang bisa membuat umurnya pendek, ia melirik Arsa yang tengah berjalan mundur sambil melambaikan tangan tanpa merasa berdosa.
Ia merasa sedikit aneh karena pacarnya berubah sangat drastis, ia sampai tak bisa berpikir jernih kala pacarnya bisa seperti ini. Seperti rencana yang telah ia susun ia harus menjauh perlahan dari Arsa sesuai apa yang pernah dikatakan Arsa sebelum nya.
................................................................................................................................................................
"MAS KAMU GILA HAA?!"
Si laki-laki hanya menggeleng tak mengerti apa yang di ucapkan oleh istrinya, apa inti masalah yang membuat istrinya marah."
"KAMU MAU SEKOLAHIN GHEYA KEDOKTERAN? GIMANA NASIB TANAH YANG MAU KITA BELI."
Tampaknya si lelaki sudah paham apa intinya dari kemarahan istrinya, ia mengangguk paham.
"Aku cuma pengen sekolahin Gheya kedokteran, selagi anaknya mau kenapa harus beli tanah."
Istrinya tampak menggeleng tanda tak setuju apa yang disampaikan oleh suaminya, mereka adalah orang tua yang kolot bahkan mereka berfikir itu tidak lah penting di banding tanah yang akan mereka beli nantinya.
"Aku ngga ikhlas kalau nantinya aku ngga dapet tanah itu, kamu nanti nya harus bertanggung jawab. Aku ngga mau tau."
Sang lelaki hanya mengangguk paham agar masalah ini cepat selesai, ia tak bisa marah terlalu lama pada istrinya. Ia hanya tak ingin Gheya nantinya di marahi perkara ia yang memang mau menyekolahkan anak nya di kedokteran.
"Pokok nya nanti harus mas yang mikirin gimana bayar biaya kedokteran di kampus nya Gheya, aku ngga mau mikir apa-apa."
"Iya nanti aku mikir gimana caranya ngepet dapet uang ratusan juta buat beli tanah dan biaya kuliah Gheya."
Istrinya itu hanya menggeleng apa yang dikatakan suami nya benar karena uang ratusan juta bukan lah hal yang mudah untuk di dapat dalam waktu dekat. Ia juga paham betul bagaimana susahnya melunasi utang yang mereka buat selama menjadi suami istri.
Maka dari itu ia marah ketika anak nya itu akan di sekolahkan di kedokteran, karena sekarang bukan hanya pintar tapi finansial juga lebih dibutuhkan. Pintar saja tidak cukup untuk menjadi dokter, walaupun banyak fakultas kedokteran yang telah di buka oleh pemerintah, namun ada biaya yang bahkan belum bisa di bayarkan oleh para orang tua. Ia hanya marah pada dirinya sendiri yang mampu membiayai anak nya masuk kedokteran itu, itu bukanlah suatu pekerjaan yang buruk tapi sebagai orang menengah ekonominya ia hanya bisa menyekolah kan putri nya di jurusan lain.
................................................................................................................................................................
HAIIIII SEMUA
KETEMU LAGI SAMA NUNA, NNAH GIMANA NIH YANG UDAH JADI MABA SENENG BANGET DONG YAA. SEMOGA BETAH YAA JADI MAHASISWA, SEKALIAN SPILL GIMANA RASANYA JADI MABA.
GIMANA PENDAPAT KALIAN SOAL UNIVERSITAS YANG LAGI RAME-RAME NYA BUKA FK,,
IG:
KAMU SEDANG MEMBACA
FAT GIRL
Teen Fiction(SEBELUM BACA FOLLOW DULU) Tentang kebangkitan seorang pemuda yang menyia-nyiakan gadis gemuk yang tulus padanya, ia terbangun dari kematian nya. Untuk memberi kebahagiaan yang sebelumnya tak ia berikan pada gadisnya. apakah tuhan memberinya kesemp...