1. New Journey

740 74 5
                                    

Enjoy!

.
.
.

Jalanan yang semula dipenuhi kendaraan, lama kelamaan mulai lengang. Hanya satu atau dua mobil yang berlalu-lalang. Pemandangan di sekitar pun berubah menjadi lebih hijau. Perkebunan dan persawahan di kanan kiri serta bukit yang berjajar rapi. Mirip seperti gambar waktu kecil. Beberapa toko kelontong dan rumah makan yang bisa terbilang cukup tua memenuhi ruko-ruko pinggir jalan.

Setelah menempuh waktu hampir setengah jam dari stasiun kereta, taksi itu berhenti di depan pagar besi hitam yang terlihat cukup tua. Pak supir menoleh ke belakang berniat untuk bertanya apakah ini destinasi yang dituju. Namun, ia mengurungkan niat tatkala melihat si penumpang menatap kosong ke arah rumah itu.

"Permisi, apa sudah benar lokasinya?" tanya pak supir hati-hati. Ia tidak menyangka pemuda di belakangnya ini terlonjak kaget. Padahal suaranya sangat pelan.

"Eh, hm ... kayaknya iya, Pak."

Pak supir heran, "kayaknya?"

Pemuda itu melihat ponselnya lagi lalu melihat papan tulisan di samping pagar untuk menyocokkan alamat. "Ini pertama kalinya saya ke sini, Pak. Tapi kayaknya udah bener." Lalu ia buru-buru mengambil kartu dari dompetnya lalu menyerahkan pada pak supir. Setelah transaksi itu selesai, keduanya keluar untuk membuka bagasi mobil.

Dua koper super besar diambilnya dari bagasi itu. Pak supir pun undur diri setelah semua barang sudah dikembalikan kepada pemiliknya.

"Kalau gitu saya permisi, ya."

"Terima kasih banyak ya, Pak."

Pemuda itu pun melihat taksi itu pergi sampai menghilang di tikungan.

"Yang Jungwon?"

Pemuda itu menoleh, seorang wanita paruh baya dengan rambut yang diikat di belakang berdiri tepat di belakangnya. Ia pun segera menunduk sopan karena namanya dipanggil.

"Bener ini Jungwon?" tanya wanita itu lagi dengan nada tak percaya. Kini dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Senang tapi juga ada haru di sana.

"Iya, Tante. Maaf, Tante kok tau saya, ya?"

Wanita itu menepuk jidatnya. "Aduh! Tante sampe lupa. Pasti lah kamu gak inget sama tante. Orang umur kamu belum ada satu tahun waktu pindah dari sini. Panggil aja Tante Anh." Lalu wanita yang disapa Tante Anh itu mendekat. Ia elus lengan Jungwon lembut.

"Udah besar banget kamu. Dulu Tante masih ingat kamu digendong-gendong sama mama kamu." Lalu kedua mata itu berkabut. Rautnya berubah sendu. "Tante turut berduka ya, Won. Maaf waktu itu gak bisa dateng ke Seoul."

Jungwon jadi tidak enak hati karena harus melihat wanita yang baru ditemuinya ini sedih. "Makasih, Tan. Gak apa-apa. Lagian itu juga udah satu tahun yang lalu."

Tante Anh mengusap ujung matanya yang sudah mengeluarkan air mata. "Ya udah, pasti kamu capek ya tiga jam di jalan. Selama hampir tiga puluh tahun terakhir ini, mama sama papamu yang percayain rumah ini sama keluarga Tante. Jadi, sesekali Tante ngecek dalemnya. Ini kuncinya Tante balikin ke kamu."

Jungwon menerima beberapa kunci. Lalu ia menatap Tante Anh. "Hm, Tante tahu saya mau dateng dari mana?"

Tante Anh tersenyum. "Kakakmu ngehubungin Tante satu bulan yang lalu. Katanya Jungwon mau nempatin rumah ini lagi. Jujur aja Tante seneng banget. Gimana kabar Eunha? Katanya udah nikah, ya?"

"Baik, Tan. Kakak udah nikah tiga bulan sebelum mama gak ada. Momennya emang pas banget waktu itu. Mama sempet sehat, terus sakit lagi dua bulan setelahnya."

Last Petals [jaywon] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang