Ayah?

7 0 0
                                    

31 Desember 2018

Rania terbangun dari tidurnya, pagi ini tampak berbeda. Ia tidak mendapati sang ibu berada di rumah.

"Ibuu..."
"Ibuu.."
Panggil Rania dengan suara sedikit berteriak.

Sampai suara dering telepon berbunyi, tampaknya sang ibu sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.

"Rania, cepat ke rumah sakit Muara Bunda ya. Ayahmu kecelakaan." Rania yang mendengar itu terkejut, ia lepaskan telepon dari genggamannya.
"Haloo, rania..."
"Rania segera kesana, bu." Sadarnya yang langsung mematikan sambungan telepon.

Rania melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Super heronya saat ini memperjuangkan nyawanya.

Sesampainya di rumah sakit, Rania langsung menuju Ruang ICU. Disana ada ibunya dan beberapa kerabat yang ikut menjenguk ayahnya di rumah sakit.

Tercetak dengan jelas bahwa sang ibu habis menangis.

"Rania, kamu yang tabah ya. Ayahmu sudah meninggal." Ucap sang ibu sambil memeluk erat putri tunggalnya.

Rania tidak tahu harus merespon seperti apa, tetapi setelah mendengar perkataan sang ibu, tubuhnya luruh, pandangannya gelap.

Rania pingsan.

Mimpi buruk adalah sesuatu hal yang dibenci Rania, karna hal itu membuat tidurnya tidak tenang.

Rania berharap kejadian beberapa jam yang lalu adalah sebuah mimpi buruk, bunga tidurnya di siang hari.

Dirinya terbangun dari tidur, ia tersadar bahwa ini bukan kamarnya. Bau obat menyadarkan Rania bahwa dirinya berada di rumah sakit.

"Sudah bangun, nak?" Sapa seorang pria paruh baya dengan pakaian serba putih.

"Ayah? Ayah yang Rania alami tadi cuman mimpi kan?" Ucap Rania dengan binar ceria di matanya.

Ayahnya menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri yang menandakan bahwa ucapan Rania salah.

"Putriku sudah besar, sudah jadi gadis yang sangat cantik, gadis kebanggaan ayah."

"Nak, kamu harus jadi kebanggaan ibu juga ya? Jagain ibu. Ibumu sayang sama kamu, tapi cara nunjukkin kasih sayangnya itu berbeda dengan ayah, nak."

"Ayah disini, ayah selalu ada dihatinya Rania."

Ucap sang ayah sambil menunjuk dada Rania sebelah kanan, setelah itu sang ayah hilang dari pandangan Rania.

Beberapa minggu kemudian

Rania melamun, rutinitas ini sudah ia lakukan dari beberapa minggu yang lalu. Ya, lebih tepatnya setelah kematian sang ayah.

Super heronya sudah pergi, tapi ia yakin bahwa sang ayah akan menjaganya dari atas sana.

Ketukan pintu berhasil membawa Rania ke realita. Realita yang menyakitkan.

"Ibu besok mulai bekerja, kamu tidak usah menunggu ibu pulang. Kalau mengantuk langsung tidur" Ucap sang ibu yang setelah itu menutup kembali pintu kamar Rania.

Ia sadar bahwa dirinya belum bisa menghasilkan uang, ia sadar bahwa dirinya dan sang ibu dari dulu bergantung pada gaji ayahnya.

Sejenak Rania berpikir, ibunya akan kerja apa? daridulu ibunya tidak pernah bekerja dan mungkin tidak punya kelebihan untuk melamar pekerjaan.

"Yang penting bukan pekerjaan haram." Ucapnya sambil menatap sendu pintu kamarnya yang tertutup.

SECOND HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang