1 || Katanya Lembur

3.1K 152 2
                                    

Ara kembali menutup matanya dengan cemas ketika pintu lift baru saja terbuka dan memaparkan dua orang berbeda kelamin yang sedang bercumbu mesra.

Yo tau tempat toh kalau bermesraan. rutuknya dalam hati.

Ara masih agak shock dengan suasana ibu kota ini, bagaimana bisa orang-orang yang telah mengucapkan sumpah kepada masing-masing Tuhan untuk setia itu bermain api? Bahkan pernah sekali gadis itu mendengar suara desahan dari gudang lantai 2 yang memang agak terpencil. Sebagai seseorang yang tinggal di Kabupaten hingga kuliah, di mana tindakan seperti ini tak pernah dilihatnya, dia merasa sangat trauma dan takut.

Dia masih inget jelas kalau ada beberapa cowok yang ngedeketin dia, mending kalau masih seumuran dan ganteng gitu ya. Lah ini, udah umur 40an, ada muda tapi udah tunangan waktu dia nanya ke Misel. Gila, kan. Dia sampe selalu pulang bareng temen-temennya sampe bawah, takut disamperin.

Dengan langkah ragu dia masuk ke sana, menekan tombol 4 dan berdoa semoga lift ini sampai dengan cepat.

Pintu terbuka ketika memasuki lantai 2, beberapa orang yang masuk tersenyum ke arahnya. Ia menunduk dan ikut tersenyum hingga pintu kembali tertutup dengan 5 orang yang ada di dalam sana.

"Bagaimana satu bulan magangmu, Ara?"

Ara menoleh dan tersenyum ketika melihat wanita yang dulu mewawancarainya ketika ingin magang, Mba Sartika yang ramah dan baik hati.

"Baik, Mba. Cuman mungkin harus lebih menyesuaikan saja dengan culture di Jakarta." jawabnya dengan sedikit malu.

Lift terbuka tepat seusai ia menjawab. Ia berpamitan secara halus pada Sartika dan baru melanjutkan perjalanan ketika pintu lift sudah tertutup. Rahma berjalan mendekati ruangan kerjanya.

"Baru datang, Ra? Gue bawa makanan banyak noh, birth day." Misel, rekan kerjanya mendongkak dari ponsel.

"Wah, serius kamu ulang tahun? Selamat, ya, Misel. Semoga yang disemogakan tersemogakan," ucapnya template setiap mengucap pada seseorang yang dikenalnya.

"Amen. Thank u. Kalau kata gue sih lo harus cepet dateng ke sana sebelum dilibas abis sama anak-anak."

Sontak Ara langsung berjalan cepat. Bergabung setelah dipanggil dan diajak makan bersama kepada rekan kerjanya masih bersantai ngobrol hingga mereka bubar satu per satu karena jam kerja sudah dimulai.

Fokus Ara terganggu ketika sedang mengerjakan laporan penelitian untuk marketing pupuk terbaru buatan perusahaan saat ada suara yang dikenalnya memanggil namanya.

Bu Chika.

Gadis berkulit putih matang itu mengikuti istri dari sang bos ke kantor berukuran mini di lantai 7 namun terlihat lebih nyaman dari kantor bosnya yang besar.

"Duduk, Ara." perintah Chika dengan nada datar.

Ara berhenti melihat sekeliling, ia mengangguk dan menurut.

"Saya minta satu minggu ini lembur dan membantu saya survei ke Bandung untuk mencari lahan tani baru."

"Emm, memangnya Pak Rian kemana, Bu? Kata rekan kerja saya, beliau yang sering mencari tanah kosong."

"Dia harus menyelesaikan masalah kantor dulu," katanya. "Lagi pula saya melihat CV kamu bahwa pernah memenangkan lomba perencanaan bisnis dan di dalamnya ada bagian mencari lahan, kan?"

Tangan Ara meremas roknya sendiri, entah mengapa ia begitu gugup melihat tatapan yang menurutnya terlalu berlebihan dari mata kucing sang bos. Iya, dia memang pernah memenangkan lomba yang dimaksud, hanya saja untuk bagian laboraturium cek kesuburan dan antek-anteknya tanah tentu saja itu dari temannya dari jurusan lain yang memang mempelajari hal tersebut.

"Tapi itu bukan saya yang meneliti, Bu. Temen saya di kampung. Kalau ibu mau saya bisa teleponin, kebetulan dia masih nganggur," ucapnya sambil mencari mengambil ponsel yang selalu digantungnya di leher. "S-saya ... " aduh, dia jadi berbicara ke mana-kemari.

Gimana nggak gitu, orang bos-nya ngeliatin mulu. Ujung-ujungnya Ara cuman bisa nunduk, nggak jadi buka hpnya.

"Kamu pulang dan siap-siap jam 3 kita bakalan berangkat."

Ara mengangkat kepalanya cepat dan menatap tak percaya. Ada apa dengan wanita kepala tiga itu? Kenapa begitu memaksa? "Tapi tugas Ara belum selesai, Bu."

"Sudah saya serahkan ke Bagas dan Misel." balasnya membuat Ara tak bisa menjawab lagi.

***

Ara nggak tahu kalau dia akan secanggung ini semobil dengan istri dari bos-nya. Ia juga masih ngga percaya bakalan duduk di kursi depan penumpang dan yang akan mengemudi adalah Chika. Sudah 3 hari dia ada di Bandung dan kayak bolang yang ke mana-kemari mulu.

Sore ini juga Chika mengenakan setelan jas putih tulang yang selalu menjadi kebanggaannya. Dalam masa magangnya, memang Rahma sering ikut nimbrung jika ada pekerja yang berkumpul dan ikut mendengar. Katanya, Chika ini jarang datang ke kantor karena seringnya hanya untuk mengawasi kerja mereka. Namun, dua bulan terakhir memang selalu datang.

Kalau diliat dari kaca mata Ara selama dia ngeliat langsung, istri bosnya ini emang cantik banget. Kulitnya sawo matang, terus idungnya juga nggak terlalu pesek, matanya suka keliatan tajem --- beda kalau lagi sama suaminya, lembut sama romantis banget cuy --- dan style-nya keren-keren. Dia tipe idaman indonesia, 11/12 lah sama Chika JKT48 yang suka ditonton Ara kala gabut.

Masih mainin jarinya Ara mah sekarang, bingung mau ajak ngobrol apa ke bos-nya. Dia jadi ngantuk, tapi masa tidur layaknya dia yang bos di sini. Nggak mungkin, 'kan?

Tapi, mungkin tau. Buktinya sekarang dia baru bangun ketika ngerasa mobil berhenti. Kaget banget dia waktu buka mata ada bidadari di depannya, ini dia mati pas kecelakaan apa gimana?

"Nggak mau bangun?" sampai pertanyaan dari bosnya itu ngebuat dia spontan negakin basan yang berakhir tubuhnya ngebeku di tempat.

Mati. Kamu. Mati. Ara.

Dengan segera dia dorong lagi badannya buat nyender ke kursi, ngebuat bibirnya yang tadi (nggak sengaja) nyium ujung bibir bosnya kelepas. "M-maaf, Bu, Ara nggak sengaja," gugupnya dengan mata terpejam paksa.

Suara bantingan pintu ngebuat Ara membuka sebelah matanya dan menatap punggung Chika yang masuk bangunan hotel. Iya bernafas lega, berpikir akan turun dan bentar ---

Aish, dia masuk ke kemudi dan memutar kunci, mematikan. Mencabut lalu menekan logo kunci dan ikut menyusul Bella. Sepertinya, Ara nggak akan mampu menatap istri bos-nya itu sepanjang sisa nugas.

[chikara] the boss's wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang