5 || Kok Aneh?

1.5K 150 2
                                    

Chika menepati permintaan Ara.
Wanita itu tidak pernah lagi diam-diam meliriknya. Tidak pernah lagi mengiriminya makanan yang diatar oleh OB. Tidak pernah curi-curi kesempatan memanggil dirinya ke kantor hanya untuk menggoda dan berduaan. Tidak pernah ada lagi gombalan receh dengan wajah datar yang Ara dengar. Tidak ada.

Maka, Ara pun menjalankan harinya seperti biasa; tenteram bisa bergaul juga mengerjakan tugas tanpa ketakutan dan kerisihan.  Senang, itulah perasaan yang seharusnya ada pada dirinya. Namun, dalam seminggu ini, Ara tidak merasakan demikian.

Ara membuang nafasnya berat, menghantarkan udara dingin dari malamnya ibu kota. Andai dia pulang lebih cepat setelah bermain tadi, pasti nggak akan dia jalan di gang yang tumben sepi. Padahal waktu masih jam 10.

"Hai, Manis."

Suara berat dari sisi kanan membuat Ara terkesiap. Gadis itu berusaha santai, namun tidak bisa ketika melihat pria berbadan besar yang mendekatinya terlihat seperti preman dengan baju hitam sobek-sobek.

"Mau ke mana malem-malem gini? Mau ikut abang aja nggak?"

Peringatan bahaya Ara sudah aktif ketika pria itu mendekat ke arahnya. Ara memundurkan langkah, berusaha menjauh.

Namun, pria gila itu malah cepat berusaha menggapainya. Ara panik, tanpa ba-bi-bu gadis itu berlari. Berusaha menggapai ujung gang yang anehnya tidak sampai-sampai.

"Ini kok nggak nyampe-nyampe!"

Kening Ara sudah berkeringat, dirinya semakin panik ketika derap kaki -- yang ara tahu milik pria gila itu -- terdengar semakin dekat.

Gadis itu pun melanjutkan pelariannya.

Bundaaa, tolong Araa!

Ujung mata Ara sudah basah saat jalan yang dia pilih buntu. Dipisah oleh dinding sebuah rumah yang gerbangnya menjulang tinggi. Ara menggigit dinding mulutnya. Mengerang frustasi.

"Haah, mau kabur kemana lagi, cantik?"

Ara berbalik. Menatap takut pada pria yang menyeringai itu.

"Jangan ganggu Ara!"

"Oh, jadi namanya Ara?" kekeh pria itu. "Cantik, kayak mukanya. Nggak tau meki-nya." Dia melangkah mendekat kepada Ara yang semakin ketakutan.

Bundaaa

Pria itu semakin mendekat, membuat Ara mundur. Sampai Ara menutup matanya ketika punggung sudah terasa tembok.

"Udah, jangan main-main lagi. Dipikir-pikir sayang juga kalau kamu abang bawa ke tongkrongan. Mending main sama abang aja ke rumah, yu."

Dan percayalah, itu bukan kalimat tanya atau permintaan. Itu seperti perintah. Ara mendadak merasakan dingin di setiap inci tubuhnya.

"AAA TOLONG! TOL—HMPPP!"

Mulut Ara dibengkap ketika gadis itu berteriak. "Diem anjing! Mau lo dibunuh sama gue?!"

Ara memberontak, namun tubuhnya terlalu ringan untuk memberontak. Dengan mudah pria itu bisa membawanya seperti karung beras.

Ara semakin takut saat bajingan itu membawanya ke dalam gang yang jauh lebih gelap dari tempat buntu tadi.

Ara dilempar, tawa dari bajingan itu membuatnya meringkukkan diri. Ketakutan.

Karena bagaimanapun, dia dibesarkan tidak dengan kemampuan bela diri.

Tap
Tap
Tap

Suara langkah kaki yang semakin kian terdengar disertai nafas kasar itu membuat Ara semakin menenggelamkan kepalanya di antara paha.

Bunda, maafin Ara kalau banyak salah sama Bunda. Ara juga mau minta tolong sampain maaf Ara ke Bagas karena ngumpetin kaos kakinya, tapi itu salah Bagas karena kaos kakinya bau busuk banget... pokoknya Ara minta maaf sama semuanya, Ara juga—

BRUG!
BRUG!

"Aa tolong!"

Ara terkejut ketika tangannya ditarik paksa oleh seorang yang mempunyai rambut panjang. Ia dibawa berlarian, menjauhi pria seram yang terlempar tadi jauh di belakang, mengejar mereka.

Ara terjatuh, kakinya terasa nyeri. Ia meringis.

"Ck! Cepetan bangun, Ara!"

Ara tertegun mendengar suara itu. Dengan cepat dia mendongkak.

Chika.

"Kamu masih kuat lari?"

"Ara!"

Wanita itu mengumpat sebelum akhirnya menggendong Ara di depan tubuhnya; membuat Ara memekik.

Tidak ada waktu, Chika terus berlari.
Ia pun berbelok ke gang yang terlihat menyeramkan karena tidak juga menemukan ujung gang.

Masuk pada ruang kecil di antara rumah satu dengan yang lain, tipikal tuan rumah tidak mau rugi satu sentipun dari yang dipunya.

Mereka berhimpit. Ara mendongak, melihat Chika yang masih sesekali memperhatikan ke jalanan gelap.

Tap
Tap
Tap

Ara gemetar ketika mendengar teriakan frustasi dari pria tadi. Ia mengeratkan pelukannya. Membuat Chika semakin menggendongnya dengan lembut.

Sampai beberapa waktu, Chika keluar dari tempat persembunyiannya. Sambil sesekali melirik sekitar. Ia pun merenggangkan badan kembali ketika merasa sudah aman.

"Masih kuat berjalan, Ara?" Chika bertanya dengan suara sangat lembut, beda dari biasanya.

"K-kaki Ara sepertinya terkilir, B-bu..."

"Panggil saya Mommy, maka saya akan antar kamu."

Ara mendongkak. "Loh. Kok nggak ikhlas ibu bantu Ara-nya?!"

"Kamu lebih memilih saya tinggal di sini? Dengan bajingan itu yang bisa datang lagi kapan sa-

-Mommy please antar Ara ke kosan. Jamgan tinggalin Ara.. Ara takut..." potong Ara dengan mata berair.

Chika menarik ujung bibirnya. Ia berdeham lalu mulai melangkah pergi. Mencoba membuat gadisnya aman.

[chikara] the boss's wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang