4. Not Fine

117 9 1
                                    


Malam telah tiba, tepatnya kini Seulgi baru saja sampai dirumahnya. Seulgi tersenyum hangat saat mendapati sahabat laki-lakinya yaitu Kai.

"Ouh kamu disini Kai?" tanya Seulgi.

"Sengaja, ini hari pertamamu bekerja. Aku harus menyambutmu, ini Teh Susu Boba. Minumlah!" Kai memBerikan satu Cup minuman kepada Seulgi dan diterima dengan baik.

"Ahh aku lega, ini menyembuhkan. Terima kasih Kai!" ujar Seulgi tersenyum manis setelah meminum minuman tersebut dan keduanya berjalan memasuki perkarangan Rumah Seulgi.

Kai tersenyum dan tiba-tiba mengeluarkan kipas mini portabel, berniat menyejukkan Seulgi, "Bagaimana? Bukankah selama ini aku merawatmu dengan baik? Aku tak akan pernah berhenti melakukannya bahkan jika kita berkencan."

Sebelum sampai Gerbang, Seulgi menghentikan langkahnya dan menatap Kai, "Jangan mulai lagi Kai, aku tidak suka. Nih, aku kembalikan, minum saja!" ujar Seulgi kesal sembari memberikan minuman itu kepada Kai lagi.

"Yah Seulgi jangan marah! Aku kan bercanda!" seru kai saat Seulgi sudah memasuki pekarangannya.

"Seul, besok kita ajak Wendy makan bareng ya?" seru kai berusaha membujuk Seulgi.

"Okee!" balas Seulgi dengan senyum cerahnya lagi.

Kai tersenyum tenang, untung saja sahabatnya itu memiliki perubahan Mood yang baik

****

Duduk diruang makan dan berbicara setelah makan malam selesai membuat Seulgi terus saja bingung.

"Bagaimana Irene bisa berubah begitu banyak? Apa kamu bercanda Seulgi?" tanya Ibu Seulgi tak percaya, karena seingat dirinya dulu Irene adalah gadis baik hati dan lembut.

"Aku juga tidak tahu Eomma Appa, tapi itu benar dan aku merasakannya sendiri." balas Seulgi lesu.

Ayah Seulgi tersenyum dan berusaha menghibur putrinya, "Mungkin Irene sedang sibuk dengan pekerjaannya. Jadi ia bersikap seperti itu."

"Benar kata Appa, kamu hanya perlu mengingatkannya dengan Anjingnya dulu. Dia pasti akan bersikap lembut denganmu." ujar Ibu Seulgi.

"Hal itu juga sudah lama terjadi sejak kamu kecil, itu sebabnya ia tidak mengenalmu. Karena kamu sudah tumbuh baik seperti seorang putri." Seulgi mengangguk setelah mendengar perkataan Ayahnya yang cukup masuk akal.

"Eomma, Appa sepertinya semua itu tak semudah yang dibayangkan. Aku berfikir telah membuat pilihan yang salah." ujar Seulgi murung.

"Seulgi jangan begitu, kami tahu perjuanganmu selama ini. Kau bahkan memilih sekolah sampai universitasyang sama seperti Irene, apa kamu akan menyerah begitu saja?" tanya Ibu Seulgi.

*****

Diperjalanan Irene yang kini hendak kembali kerumahnya, mendapatkan telepon dari Neneknya. Membuatnya mendengus kesal, mau tidak mau ia harus mengangkatnya, walau akhirnya mereka akan membahas sesuatu yang sama berulang kali. Dan itulah yang membuatnya kesal.

"Ne, Halmeoni?"

"Irene-ah, kau sudah menyelesaikan pekerjaanmu kan?"

"Nee,"

"Datanglah kemari, Halmeoni ingin mendiskusikan sesuatu yang penting denganmu."

"Tapi aku...."

"Datanglah sekarang cepat, Halmeoni menunggumu."

Sambungan telepon terputus secara sepihak, Irene hanya bisa mengigit kuku jarinya dan menyisir rambutnya dengan kesal. Ia memiliki rencana untuk menghadiri acara setelah pulang kerumahnya, tetapi harus ia batalkan, karena Neneknya itu tak suka penolakan.

Setelah perjalanan ditempuh selama 20 menit, Irene memasuki rumah megah milik Neneknya. Memang keluarganya adalah orang penting. Namun kini hanya ada sang Nenek yang tinggal dirumah mewah tersebut.

Irene memasuki rumah tersebut, seperti biasa suasanya sangat sepi. Kemudian ia disambut oleh Maid kepercayaan Neneknya, "Nona, Anda sudah ditunggu."

Irene hanya tetap pada sifatnya, ia tak menanggapi apapun dan mengikuti Maid tersebut untuk pergi keruang Makan yang ada di lantai dua.

Ia kemudian duduk dan melipat tangannya dimeja, "Jangan letakkan tanganmu dimeja Irene, tegakkan tubuhmu dan dagumu harus sejajar."

Irene mendengus kesal dan memperbaiki postur duduknya, Neneknya memang sangat menjaga aturan miliknya sejak lama.

"Kenapa akhir-akhir ini kau jarang mengunjungiku Irene?"

"Aku sibuk dengan pekerjaanku,"

"Sepertinya perusahaanmu memiliki banyak masalah, mengapa kamu menghabiskan banyak waktu disana? Perusahaanmu menyita waktumu sejak pertama kau membukanya."

Irene masih tetap dengan sikapnya, ia tak ingin menjawab.

"Kupikir kau harus menutup perusahaanmu sekarang, tak perlu menunggu satu tahun lagi untuk mempertahankannya." ujar Nenek Irene yang membuat Irene terpancing amarah, tetapi ia masih bisa mempertahankan ekspresinya.

"Aku akan mempertahankan perusahaanku Halmeoni,"

"Kenapa kau memberikan waktu berharga milikmu untuk perusahaan itu? Pada akhirnya nanti kau akan menikah dan mengurus keluarga."

"Tapi aku menyukai pekerjaanku,"

"Kenapa kau begitu keras kepala? Kau hanya perlu menyerahkan pekerjaanmu pada Suamimu. Dan tugasmu nanti hanyalah mengurus anak, usiamu sekarang bahkan sudah sangat dewasa. Sampai kapan kamu akan terus menunda pernikahan?"

"Tapi perusahaanku ini adalah impian utamaku, jika aku sukses nanti Halmeoni juga akan bangga." balas Irene masih dengan sikap dinginnya.

"Jika kamu ingin Halmeoni bangga padamu, maka kamu hanya perlu menuruti permintaan Halmeoni. Itu saja, kau harus jadi anak yang baik Irene-ah. Jangan seperti kedua saudaramu itu."

"Halmeoni ingin aku datang untuk membicarakan hal seperti ini lagi ya?" tanya Irene memojokkan. Karena setelah itu Maid datang kembali dan menyiapkan alat makan.

Seperti perkiraan Irene, Suho akan datang karena mereka akan membahas sesuatu yang sama seperti sebelum-sebelumnya.

***

Hari semakin larut dan Irene kini sudah sampai dirumahnya, bangunan bergaya Modern yang cukup besar walau hanya untuk dirinya sendiri. Irene sudah terbiasa dengan semua suasana ini, karena perdebatan dengan Nenek dan tunangannya yaitu Suho, membuat Irene semakin mendidih rasanya. Ia tak bisa seperti ini terus menerus, Neneknya selalu memaksa dirinya agar segera melangsungkan pernikahan dengan Suho, bahkan tadi mereka memutuskan tanggal pernikahannya, namun dibantah cepat oleh Irene.

Ruangan yang sepi membuatnya merasa lebih nyaman, ia mengambil gelas dan menuangkan wine. Hanya dengan setengah gelas wine membuatnya merasa lebih nyaman, ia melangkahkan kakinya ke tempat kolam renang miliknya, hanya diam dan memandang langit yang semakin gelap karena ditelan waktu.

"Eomma, Appa. Bisakah aku hidup dengan mimpiku?" tanya Irene dalam hati, ia tak memiliki tempat mengadu.









------
13.4.23



Lanjuttt?

GAP || SEULRENE ver.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang