Menurut Psikolog ; III
“Jika kamu tidak bisa tidur di malam hari, itu karena kamu terbangun dalam mimpi orang lain.”
+×+
“Vin, kemarin gue nggak bisa tidur ... Apa jangan-jangan Jeka mimpiin gue yak?” setelah sekian lama berdiam diri di atas motor Vino. Lisa memulai percakapan dengan bertanya tentang dirinya yang bersangkutan dengan Jeka.
Rumah Lisa itu satu komplek dengan Vino. Setelah tahu mereka sekelas, Vino berinisiatif untuk mengajak Lisa pergi maupun berangkat sekolah bersama dirinya menggunakan motor. Mengingat sekolah mereka lumayan jauh untuk di tempuh hanya dengan berjalan kaki, maka dari itu Lisa mau-mau saja. Apalagi ini tebengan gratis, mana mungkin gadis itu menolaknya.
Tidak setiap hari memang, kadang Lisa juga di antar jemput oleh kakak laki-lakinya jika berkesempatan. Dan berakhir Vino sendiri atau membonceng James sementara waktu.
Itulah kenapa terkadang Lisa dan Vino selalu di anggap memiliki hubungan lebih oleh orang lain. Atau kalau tidak, selalu di jodoh-jodohkan oleh teman sekelasnya. Membuat Lisa terkadang merasa sebal, karena kejadian itu Lisa jadi sering di goda oleh teman sekelasnya atau lebih parahnya oleh Vino sendiri. Belum lagi Vino memang suka jahil padanya. Menyebalkan sekali bukan.
“Hah? Apa hubungannya lu susah tidur sama si Jeka?” Vino baru menjawab ketika lampu lalu lintas berwarna merah, karena takut perkataannya tak terdengar oleh gadis di belakangnya. Maklum, Lisa memang sedikit budeg. Sayang padahal masih muda, cantik lagi. Kkkk ...
“Itu loh ... gue baca tentang ilmu psikologi cinta, waktu di perpus sama lo.”
Vino terdiam, mengingat-ngingat maksud dari arah pembicaraan Lisa.
“Oh ... Yang itu? Ck. Kalimat penenang doang kali, Lis.”
“Ye ... Gapapa kali sekali-kali percaya, namanya juga lagi mau ngejar doi. Iri ya lo.” pada akhirnya tidak ada jawaban di sana, sebab Vino malas menjawab hal-hal yang berbau mitos. Apalagi ini tentang cinta.
Ketika sudah sampai di sekolah, Lisa melenggang begitu saja tanpa menghiraukan Vino yang sedang sibuk memarkirkan motornya di parkiran sekolah.
“Ck. Cewek nggak tahu terima kasih, bukannya ngomong makasih kek udah gue boncengin.”
Tapi tiba-tiba saja seseorang yang memperhatikan kehadiran mereka di belakang, menyahut. “Sadar Vin, sejak awal juga lo yang nawarin boncengan.”
Vino menoleh kesumber suara, setelah tahu siapa yang menimpalinya ia kemudian memutar mata malas. “Diem lu bangke! Kalian sama aja kali. Giliran lu abis bensin, nebeng gue. Ck.”
Rasa-rasanya Jamesㅡseseorang yang menimpali ituㅡingin memukul Vino dengan helmnya, tapi tidak jadi. Karena dirinya juga sadar diri selalu nebeng pada Vino ketika dirinya bokek.
“Sialand.” umpat James sembari terkekeh.
“Si Jeka kemana?”
“Lu nanya?”
“Bukan, aing lagi ngajarin itik ngomong. Biar otaknya dikit berfungsi dan tahu kalo gue lagi nanya bangke!” gerutu Vino kesal pada James. Yang sontak membuat James tertawa puas karena berhasil menjahili Vino balik.
“Haha. Si Jeka lagi di perpus, katanya ada materi yang harus dia tulis.”
Di sisi lain, saat Lisa masih berada di boncengan Vino. Gadis itu melihat Jeka baru saja masuk ke dalam sekolah. Maka dari itu dengan sengaja ia langsung turun dari motor Vino tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Yang ada di pikirannya kali itu hanya mengikuti kemana langkah Jeka pergi. Dasar memang tak tahu diri, Lisa tahu itu. Maka jika mungkin Vino akan menyemburnya ketika di kelas nanti, Lisa akan menerimannya.
Dan berakhirlah langkah pemuda itu di depan perpustakaan sekolah. Lisa melirik jam tangannya, yang masih menunjukan pukul tujuh pagi kurang.
“Masih ada waktu, gue ikutin aja ah, kedalem. Oh iya! sambil nyari buku yang waktu itu aja sebagai alasan.”
Saat Lisa sudah berada di sisi Jeka, pemuda itu belum menyadari kehadirannya. Sampai Lisa dengan sengaja menjatuhkan buku yang sedang ia cari.
“Eh sorry-sorrㅡJeka?” dustanya seorang Larisa.
“Lisa? Lu ngapain ...” sambil membantu gadis itu membereskan buku yang tersisa.
“E-eh iya nih, gue lagi nyari buku ini.” Tanpa sadar Lisa mengangkat buku yang ia pegang ke arah Jeka. Namun sedetik kemudian gadis itu menyadari buku yang ia pegang jangan sampai Jeka tahu, mau di simpan di mana wajahnya jikaㅡ
“Lu mau pinjem buku begituan Lis?” Iya itu buku yang tadi Lisa bahas bersama Vino. Seketika itu juga pipi Lisa memerah.
“A-ah ini, E-eh nggak lah ... Hahaha ... Ngapain percaya sama yang beginian. Ini si Rosa minta gue ambilin, soalnya dia lagi mager ke perpus katanya, heheheh ...” Lisa segara merutuki dirinya sendiri, ngapain juga dia harus bersikap aneh seperti ini ketika ingin berbohong. Takutnya nanti Jeka malah jadi tidak percaya. Hah dasar bodoh.
“Ah iya-iya, yaudah yuk ke kelas. Bentar lagi masuk.” ujar Jeka, yang untungnya tak ambil pusing dengan persoalan buku tersebut. Membuat Lisa lega di tambah merasa tak percaya dengan perkataan Jeka kali ini.
Apa? Jeka mengajaknya pergi ke kelas bersama? Bisa gila Lisa jika memikirkan pemuda ini terus-menerus. Padahal belum tentu Jeka tertarik padanya juga.
+×+
Vote nya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Calming Sentence | LM
RomanceLarisa Dwi Mahesha, terlalu percaya pada omong kosong dari kata-kata pedia yang selalu dirinya baca. Terkadang Lisa terlalu banyak berharap, hingga ketika sadar. Dirinya jatuh terlalu dalam akibat harapan yang ia buat sendiri. Sekarang Lisa tahu, ba...