03. Feeling

50 7 4
                                    

Maaf aku baru update sekarang ya, dikira ga ada yang tertarik dengan ceritanya. Terimakasih buat yang udah baca dan supportnya. Love banyak banyak :)



Perasaan seorang Ibu memang tiada tandingannya. Seperti cenayang yang tahu apa yang terjadi, terlebih pada anak-anaknya. Begitu pula yang di alami oleh Ibu dari 6 orang anak ini.

Setelah sibuk dengan kegiatan tempel menempel tadi perasaannya jadi tidak enak. Pasti terjadi sesuatu pada salah satu anaknya. Satu-satunya cara adalah menghubungi masing-masing anaknya. Karena Al sudah ada si rumah berarti ada 5 orang lagi yang perlu dihubungi.

Tuut tuut tuut....

Bisa tebak siapa yang dihubungi pertama kali?

Yups, Rain.

"Aduuh, kenapa ga diangkat sih nak," ucap Thyara dengan gelisah.

"Bu, ibu sedang apa? Kelihatan cemas begitu. Ada apa Bu?" Sahut Al yang baru saja keluar dari kamarnya dan memperhatikan sang Ibu yang tengah menempelkan handphone di telinga namun dengan wajah panik dan gelisah.

"Ini dek, abang kamu..", jawab sang Ibu

"Abang yang mana Bu? Kan banyak", kekehnya di waktu yang tidak tepat.

"Al, mendingan kamu bantu Ibu telpon abang-abang ya. Perasaan Ibu ga enak nak," masih dengan nada khawatirnya.

"Rain, angkat telpon Ibu nak."

"Rain terus , rain selalu prioritas", sudah tahu ya isi hati siapa

"Iya bu, biar Al yang telpon Mas Bara, Bang Rey, Bang Bian sama Bang Sky," jawab Al, mendikte semua abangnya kecuali Rain. Karena Rain itu urusan Ibu saja.

Al pun menelepon satu per satu kakaknya, tapi hanya Bian dan Sky yang menjawab panggilannya. Dua kakaknya, Bara dan Rey, belum bisa dihubungi. Perasaan khawatir menyusupi hati, berharap mereka hanya sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

"Halo, Rain? Adek kemana aja? Kenapa baru angkat telpon Ibu? Ibu khawatir nak. Kamu dimana?", dengan perasaan lega Ibu karena Rain akhirnya menjawab panggilannya.

"Ibu, please jangan panik. Nanyanya satu-satu, Bu. Rain tidak apa-apa, Bu. Tadi kan juga sudah izin sama Ibu, ada keperluan di kampus. Sebentar lagi Rain pulang, bareng Sky juga Bu. Ibu tenang ya, Sky juga baik kok", jawab Rain seakan tau kekhawatiran yang dirasakan sang Ibu.

"Kamu lama jawab panggilan Ibu, gimana ga khawatir. Yaudah nanti pulangnya harus sama Sky. Bilang sama Sky hati-hati bawa motornya, ingetin juga pake masker yang bener. Abang kamu itu suka ngeyel kalau dibilangin", sahut sang Ibu.

"Iya Bu, aman. Nanti aku sampein ke Sky. Udah dulu telponnya ya, Bu. Assalamu'alaikum", Rain mengakhiri panggilannya dengan sang Ibu.

"Iya, Waalaikumsalam", lega, ya sangat lega yang dirasakan Ibu. Sekarang mari kita tanyakan kepada Al bagaimana kabar kakaknya yang lain.

"Al, gimana abang-abangnya? Udah dihubungi semua?."

"Udah Bu. Bang Sky masih dikampus, ntar pulang barengan sama Rain juga. Bang Bian ke kantor, kliennya ada yang mau bicarain soal project. Bang Rey sama Mas Bara paling juga di Rumah Sakit Bu, mungkin banyak pasien jadi ga angkat telpon aku. Kan, Ibu sudah tau semua jadwal kita. Kenapa ditanya lagi sih Bu?," Al menjelaskan dengan rinci. Al juga heran tidak biasanya sang Ibu lupa dengan kegiatan suami dan anak-anaknya.

"Perasaan Ibu ga enak aja Al, kan kamu tau Ibu panikan Dek. Semoga Mas Bara sama Bang Rey baik-baik aja", tidak bisa dibohongi, perasaan seorang Ibu terhadap anak-anaknya memang sekuat itu.

————————————————————

Dengan berlari kecil, Bara menghampiri adiknya ke ruangan istirahat dokter. Panik masih menghantuinya sampai dia melihat dan memeriksa sendiri keadaan Rey.

Sesampainya Bara ditempat tujuannya, dia melihat Rey masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Di sana juga ada beberapa dokter muda termasuk Dafa.

"Gimana keadaan Rey, Daf?", masih dengan napas terengah-engah Bara menghampiri Dafa.

"Eh, Mas?! Belum siuman juga. Dr. Irvan bilang Rey harus test PCR juga, Mas", jawab Dafa pada kakak sahabatnya.

"Mesti banget, Daf? Mas yakin Rey cuma kecapean sama kurang asupan nutrisi", Bara agak keberatan dengan keputusan test tersebut untuk adiknya.

"Mas kan tahu sendiri gimana keputusan Rumah Sakit ini. Udah ga apa-apa Mas, kalau memang Rey hanya kelelahan hasilnya juga pasti negatif. Sebentar lagi Rey dipindahin ke ruang isolasi Mas", Dafa hanya bisa menenangkan Bara, karena semua sudah keputusan semua dokter dan komite Rumah Sakit.

"Harus masuk ruangan isolasi juga? Di sini kan juga bisa", Bara masih tidak terima apalagi adiknya harus masuk ruangan isolasi. Belum tentu kan hasil testnya positif.

Dafa hanya bisa menepuk pundak Bara untuk membuatnya tenang. Tak lama berselang, beberapa dokter dan perawat masuk ke ruangan tersebut dan segera memindahkan tubuh Rey ke atas brankar yang mereka bawa.

Bara hanya pasrah dan berdoa semoga Rey baik-baik saja. Sekarang yang dia pikirkan bagaimana cara untuk memberitahukan kabar ini kepada keluarganya, apalagi sang Ibu. Bara tak ingin Ibunya kalut dan cemas.

Setelah dipikir-pikir, Bara menunda memberitahukan keluarganya, sampai hasil test Rey keluar. Ya, dia harus menunggu beberapa jam sampai hasilnya bisa dilihat.


Jadi, bagaimana hasil test PCR Rey? Apakah positif atau negatif?
Di next chap ya..


See ya...

778 words
130923
Rhyme

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SolitudeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang