02. Keparnoan Ibu

86 15 3
                                    

Tepat hari ini 1st Anniversary COVID-19 masuk ke Indonesia. Tak perlu perayaan memang dan untuk apa, tak ada gunanya. Hanya mengingat sudah satu tahun ini banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupan di dunia, tak terkecuali bagi keluarga Mahesa. Ya, walau tak terlalu signifikan, sebab Ayah masih bekerja sebagai seorang jaksa yang bijaksana.

Tak terkecuali Bagas dan Rey, yang menjadi garda terdepan dalam menangani kasus COVID-19 yang makin meningkat di Ibu Kota. Meskipun mereka seorang dokter spesialis, tenaga dan ilmu mereka sangat dibutuhkan. Hal ini juga yang membuat sang Ibunda was-was akan keselamatan 2 jagoannya. Pasalnya Bagas dan Rey hanya pulang sebentar setelah berkutat sebulan penuh di rumah sakit juga tempat karantina.

Area rumah juga tak luput dari pantauan Ibu, bagaimana tidak setiap sudut ruangan bahkan setiap kamar terdapat Hand Sanitizer dan Desinfectan Spray.

"Bu, lagi ngapain?"

"Ih! Al, ngagetin Ibu aja!", ya Al a.k.a Bumi Alaska Mahesa, yang sedang menatap Ibu heran.

"Emang ngapain sih Bu? Itu mau Ibu apain? Ditempel?", sambil mengernyitkan dahinya.

"Ini loh Ibu bikin peraturan baru di rumah, mau Ibu tempel biar kalian baca biar ga pada lupa. Nah ini Adek tempel di kamar Adek ya", sambil memberikan 2 lembar kertas A4 yang sudah dilaminating berisikan tulisan tangan Ibu, yang isinya:

Tata Tertib Keluarga Mahesa Selama Pandemi COVID-19

1. Diwajibkan mandi minimal 2 kali sehari, apalagi setelah dari luar rumah dan beraktivitas
2. Dilarang menyentuh orang rumah (apalagi Rain) setelah beraktivitas di luar, kecuali sudah mandi
3. Dilarang menggunakan pakaian berulang, sekali pakai langsung dicuci
4. Gunakan masker di dalam terlebih di luar rumah, kecuali di dalam kamar masing-masing
5. Social Distancing dan jaga jarak, disarankan komunikasi via WA
6. Makan makanan yang sehat dan minum vitamin tiap hari
7. Peraturan bisa saja berubah bahkan ditambah, tunggu saja info dari Ibu. OK!

       Ttd

Ibu Thyara

"Buat apaan sih Bu tempel ginian segala, lagian kenapa ga dari awal COVID aja", protes si bungsu.

"Biar telat daripada ga sama sekali, sekarang udah banyak varian baru juga. Jaga-jaga aja, kan lebih baik mencegah lho nak", balas Ibu panjang lebar.

"Iya deh, Bu. Tapi ini kenapa si Rain doang yang ga boleh dipegang? Kenapa ga dikurung aja sekalian?", komentar Al setelah membaca tulisan tersebut.

"Kan abangmu itu imunnya lebih lemah, lagian dia riwayat Asma. Ibu nonton berita katanya yang punya riwayat penyakit di paru-parunya lebih rentan gitu. Was-was banget deh Ibu, mana Mas Bagas sama Bang Rey mu belum pulang-pulang juga. Tapi kamu juga harus jaga diri, kalau dari luar langsung bersih-bersih. Kena satu bisa nularin yang lain juga. Haah..", sekalian curhat, diakhiri hela napas berat dari sang Ibu. Ya, Thyara memang bisa menjadi Ibu cerewet dan paranoid dalam hal-hal seperti ini. Wajarkan saja.

"Iya, Bu. Sebahagia Ibu deh. Nanti ini aku tempel di kamar. Itu yang lain mau dibantuin nempelnya ga Bu?"

"Ga usah, kamu ke kamar aja. Langsung mandi ya, Bang Rain kan sering nempel-nempel sama Adek"

Rain terus

Bumi hanya mengangguk mengiyakan perkataan Ibunya dan berlalu menuju kamarnya yang berada di lantai 2.

___________________________________

"Ners Mina", panggil sesosok pria tinggi dan tampan yang tak tertandingi di sepenjuru RS Permata Medika.

"Iya, Dokter?", sahut Mina, seorang perawat muda yang baru 1 tahun ini bergabung di RS yang sama dengan Barana.

"Masih ada jadwal visit lagi? Terus kuota bed sisa berapa?"

"Sudah semua untuk siang ini Dokter. Untuk kuota bed, mungkin dibahas setelah makan siang nanti Dokter."

"(Mengangguk) Oh, Oke. Udah masuk makan siang juga. Saya mau cari adik saya dulu, kalau ga diseret ga akan makan itu manusia salju. Hahaha," tidak lupa lawakan garingnya.

"Hehe iya Dok, kalian saudaraan tapi beda banget ya. Kadang saya takut kalau ada visit bareng Dokter Rey," sekalian curcol ya.

"Gantengnya juga bedakan. Biasanya anak pertama emang bibitnya lebih unggul," tipe orang yang pantang dipuji memang.

"Iy...," baru saja ingin membuat Bara melayang tinggi, tiba-tiba terpotong telepon masuk dari handphone sang lawan bicara.

"Saya angkat dulu ya (bicara pada Mina).
Wasap Bro?"

".........."

"Seriusan lu?! Oke, gue ke sana sekarang." Dengan mata membulat, nada suara meningkat dan dahi yang menampakkan urat, Bara langsung berlari menuju tempat yang diarahkan sang penelpon.

----------------------------------------------------------

Seorang pria sedang berjalan menuju toilet di RS Permata Medika. Ya, masih latar yang sama dan profesi yang sama pula. Latar waktu yang sama saat Bara memulai perbincangan dengan Mina.

Saat masuk toilet, nampaklah seorang yang sangat dikenalnya. Berpostur tidak terlalu tinggi (dibanding saudaranya), berkulit pucat dan beraura sedingin es. Ya siapa lagi kalau bukan Rey.

"Eh, Rey. Udah makan siang belom loe? Kalo belum ayo bareng," ajak Dafa, ya pria tadi yang belum sempet kenalan, sambil berlalu masuk ke bilik toilet. Bukan ingin buang hajat besar, hanya saja buang air kecil dengan berjongkok bagi pria ada manfaatnya. Alasan kesehatan intinya, fyi.

"Ssshhh.."

"Rey, loe masih di sini kan?"

Tak ada jawaban apapun. Dafa mengira Rey sudah keluar dari toilet. Setelah selesai dengan panggilan alamnya, Dafa keluar dan melihat punggung Rey yang membelakanginya.

"Woi Bro. Gue pikir loe udah keluar, diem-diem bae. Hati-hati kesambet loe."

"Ssshh.. Pusing gue Daf, jangan ngoceh deh loe," akhirnya Rey bersuara meskipun desisan lirih yang terdengar.

"Eh, Rey. Lo gapapa? (Sambil memperhatikan wajah Rey). Astagfirullah muka loe pucet amat Rey. Loe sakit?!"

"Berisik loe Daf!", tetep jiwa savagenya mendominasi.

"Gue anter ke ruang istirahat, kecepean loe nih. Ntar gue bawain makanan, loe pasti belum makan siang kan?"

Dafa berusaha memapah Rey dan berjalan menuju Doctor's Lounge, ruang istirahat dokter. Baru beberapa langkah, Dafa merasakan beban yang bertumpu ke arahnya. Ya, Rey tak sadarkan diri. Dafa yang tak siap, akhirnya luruh bersama Rey yang berada dalam dekapannya.

"Astaga Rey!", dengan sigap Dafa mengambil handphonenya dengan satu tangan dan mendial nomor seseorang yang berkaitan dengan Rey.

"Wasap Bro?"

"Mas, toilet lantai dasar. Rey sinkop."

"......."

Sebagai seorang dokter pastilah Dafa paham bagaimana memberikan Pertolongan Pertama bagi pasiennya, namun karena yang menjadi pasien ini sahabat karibnya membuat Dafa dilanda panik. Pasalnya dia hampir tidak pernah melihat sahabatnya dalam kondisi drop seperti ini.

Kita tinggalkan sejenak Dafa dan kekalutannya, semoga panggilan bantuannya cepat menghampiri.

----------------------------------------------------------

"Kenapa perasaan jadi ga enak gini ya?"




See ya...

1012 words
240722
Rhyme



Sorry agak lama ya, siapa tau ada yang nungguin hehe.. ngarep emang

SolitudeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang