02

117 94 10
                                    

Mujin cukup kecewa dengan kabar tentang So Hee dimana wanita itu ternyata sudah berkeluarga. Meski begitu hal tersebut tidak memundurkan langkah Mujin untuk menemui So Hee beserta putrinya.

Ada banyak hal yang ingin ia utarakan pada So Hee meski semuanya telah terlambat. Ia tidak masalah, dari pada harus menyimpan semuanya hingga mati.

Kini Mujin telah sampai di depan rumah So Hee atas petunjuk dari Jong In. Pria itu merasakan debaran jantungnya kian giat memompa aliran darahnya. Membuatnya gugup tak terkira, namun cukup antusias untuk melihat kembali wajah wanita kesayangannya.

Setelah memantapkan hati Mujin lantas memencet bel rumah So Hee dan menunggu sang pemilik rumah membukanya.

Hingga setelah menunggu hampir tiga menitan, pintu rumah itu terbuka dan menampilkan sosok wanita yang ia rindukan hingga setengah mati.

So Hee terhenyak di tempatnya, kedua mata wanita itu terbelalak sementara kedua tangannya mulai bergetar.

Setelah bertahan kurang lebih satu menit hanya untuk saling bersitatap, So Hee pun memilih untuk memutuskan kontak mata mereka.

“Kamu akan terus membiarkan aku berdiri di sini?” tanya Mujin.

So Hee kemudian mempersilakan pria itu untuk masuk ke rumahnya.

Saat memasuki rumah itu, Mujin langsung mengedarkan pandangan menatap dinding rumah yang hampir dipenuhi potret gadis kecil. Tanpa sadar sudut bibirnya tertarik mengulas senyum seraya memandangi wajah putrinya yang cantik.

Darahnya berdesir hebat saat dirinya memandangi punggung yang dulu begitu puas ia sentuh. Setelah puas menatap punggung tegap milik Mujin, wanita itu lantas menyuruh Mujin untuk duduk sementara dirinya pergi mengambil minum.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Mujin berusaha tenang meski jantungnya berdebar kencang.

So Hee memegang telinga mug nya dengan erat, ia benar-benar gugup juga masih tidak percaya dengan keberadaan Mujin saat ini. Setelah bertahun-tahun berlalu tidak bertemu, namun perasaannya untuk pria itu tidak berkurang sama sekali.

“Aku baik, bagaimana denganmu sendiri?” So Hee bertanya balik.

Mujin menyunggingkan senyum tipisnya, “Ragaku baik-baik saja, tapi tidak dengan jiwaku.” balas Pria itu.

So Hee lantas mendongak guna menatap wajah pria yang selalu menghantui mimpi tidurnya. Ada sorot kerinduan yang terpancar lewat kedua obsidian hitam itu.

“Aku mencarimu tepat di hari pernikahanku, kamu pergi membawa semua milikku.” ungkap Mujin dengan lirih dan terdengar sendu.

So Hee yang mendengar itu ikut merasakan sakit, dari dulu wanita itu paling tidak bisa melihat Mujin sakit.

Wanita itu menggeleng pelan, “Aku tidak membawa satupun barang-barang pemberianmu.” kata So Hee.

Mujin tersenyum kecut, “Aku tidak membicarakan perihal barang.”

“Kamu membawa semua milikku, cinta dan darah dagingku.” ucapnya.

So Hee memejamkan matanya dan membiarkan air mata itu luruh membasahi pipi.

Ia kemudian menggeleng pelan, “Kau tidak pernah mencintaiku, Hwejang-nim.”

“Jangan berbohong lagi. Aku benar-benar sakit mendengarnya.” ungkap So Hee.

Wanita itu lantas berdiri dan mendekati Mujin, “Pergilah, aku tidak ingin Ah Reum melihatmu.” ujarnya mengusir Mujin.

Pria itu berdiri dan menatap So Hee tidak percaya, “Kenapa? Aku adalah ayahnya.”

“Ah Reum tidak mengenalimu sebagai ayahnya, aku belum siap menjelaskan masalah ini padanya.” jelas So Hee membuat Mujin terluka.

“Gadis itu pasti akan kebingungan, kemana ayahnya selama ini atau kenapa kedua orang tuanya tidak tinggal bersama atau bahkan tidak memiliki foto pernikahan.” ungkap wanita itu sambil menangis.

Mujin segera memeluk So Hee, ia ikut merasakan sakit karena semua masalah ini timbul atas kesalahannya di masa lalu. Ia menyakiti So Hee begitu banyak, dan membiarkan wanita itu menanggung semuanya hingga bertahun-tahun.

“So Hee, aku minta maaf padamu. Namun kamu harus tahu, aku benar-benar mencintaimu.”

“Dari dulu hingga sekarang.”

**

So Hee duduk termenung sambil memandangi wajah putrinya yang tengah tertidur lelap. Sebersit perasaan bersalah muncul dalam diri So Hee, gara-gara kesalahannya di masa lalu, putrinya harus lahir di luar pernikahan dan tanpa adanya seorang ayah.

Kini ayah putrinya telah muncul namun dirinya justru tidak ingin keduanya bertemu.

Belum lagi pernyataan cinta Mujin yang tiba-tiba membuat dirinya semakin terbebani.

Kenapa pria itu harus kembali muncul dengan semua pengakuan itu di saat dirinya akan memulai hidup baru bersama orang lain?

“Tidur yang nyenyak, putriku.” bisik So Hee pelan lalu mencium kening Ah Reum. Setelah itu So Hee pergi meninggalkan kamar Ah Reum.

“Dia sudah tidur?” Taeju bertanya saat So Hee baru selesai menutup pintu kamar putrinya.

Wanita itu berbalik lalu mengangguk singkat. So Hee kemudian berjalan mendekati Taeju yang sudah duduk di sofa, dan dirinya pun ikut bergabung bersama lelaki itu.

“Kau kenapa?” tanya Taeju.

Lelaki itu rupanya cukup peka terhadap So Hee, wanita itu terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat.

So Hee menghela nafas lelah, “Tadi ayahnya Ah Reum datang kemari.” ujarnya lalu menundukkan wajah.

Taeju yang mendengar itu sontak terkejut, ditatapnya wajah So Hee saat ini dan meminta wanita itu untuk menceritakannya lebih jelas.

“Dia ingin bertemu dengan Ah Reum.” kata So Hee terdengar lirih.

“Kau menyetujuinya?” tanya Taeju dan So Hee hanya menggeleng pelan.

“Aku takut dan juga belum siap. Ah Reum pasti akan banyak bertanya ini itu, dan aku bingung harus menjawab apa.” jelas So Hee dengan nada frustrasi.

Taeju kemudian memeluk tubuh So Hee dan menepuk pelan bahu wanita itu. Lelaki itu bisa merasakan bagaimana bingungnya So Hee, dan dirinya cukup memaklumi jika wanita itu masih belum siap untuk menjelaskan semuanya pada Ah Reum.

Namun Taeju juga menyimpan kekhawatiran besar tentang kedatangan pria di masa lalu So Hee. Ia takut jika wanita itu akan kembali jatuh ke pelukan pria tidak bertanggung jawab itu.

“Kurasa kau berhak untuk menolak mempertemukan mereka, mengingat bagaimana pria itu menelantarkan kalian.” ujar Taeju.

“Dia tidak menelantarkan kami, aku saja yang memilih pergi dari hidupnya.” So Hee berusaha meluruskan pernyataan Taeju barusan.

Karena ia tidak ingin Mujin dicap jelek oleh siapapun, Lagi pula memang salahnya yang pergi tanpa pamit pada pria itu.

“Tetap saja, kau tidak mungkin meninggalkan pria itu jika dia tidak menorehkan luka pada hatimu.

Benar kan?”

Mendengarnya So Hee hanya bisa bungkam, wanita itu tidak lagi bisa mengelak karena ucapan Taeju memang ada benarnya.

Taeju kembali meraih tangan So Hee dan menggenggamnya erat, “So Hee, aku mencintaimu dan juga Ah Reum. Tidakkah itu cukup untukmu menerima lamaranku?”

So Hee menatap lelaki itu dengan berkaca-kaca, ia benar-benar sayang dengan ketulusan Taeju. Namun untuk menerima lamaran tersebut, jujur saja dirinya masih belum sanggup.

Selalu ada keraguan untuknya mencoba menerima Taeju, apalagi dengan kehadiran Mujin yang kembali datang ke kehidupannya.

Taeju melepaskan genggamannya pada tangan So Hee, lelaki itu kini beralih menyentuh kedua sisi wajah So Hee dengan telapak tangannya.

Ia mendekatkan wajahnya dan berakhir mencium bibir wanita itu. So Hee terdiam pasrah dan mencoba memejamkan matanya.

Rasanya berbeda, dan entah kenapa ia membayangkan yang mencium dirinya saat ini adalah Mujin.

Unmei No Akai Ito  [Red String Of Fate] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang