Aria terdiam sejenak, memandangi bola api yang terus berputar di tangannya. Ia merasakan sensasi hangat yang menyelimuti telapak tangannya, seolah kekuatan itu berasal dari dalam dirinya sendiri. Ia berbalik dan melihat ke arah Wati, yang masih terdiam di tempatnya dengan tatapan datar.
"Apa yang terjadi padaku?" tanya Aria, masih terheran-heran dengan kejadian tadi.
Wati akhirnya memberikan sedikit senyum pada Aria. "Itu adalah kekuatan sihirmu, Aria. Kau adalah seorang penyihir yang mampu mengendalikan api."
Aria memandang tangan kanannya yang masih berisi bola api, masih tidak percaya dengan apa yang ia alami. "Aku seorang penyihir?" tanyanya lagi.
Wati mengangguk. "Ya, dan kau memilikinya dalam dirimu sejak awal. Aku hanya membantumu mengeluarkannya."
Aria merasakan sensasi yang aneh dalam dirinya. Ia selalu merasa berbeda dengan orang-orang di sekitarnya, dan sekarang ia tahu kenapa. Namun, di saat yang sama, ia juga merasa takut dengan kekuatan yang ia miliki. Ia takut bahwa ia tidak dapat mengendalikan sihirnya dan melukai orang-orang yang ia sayangi.
Wati melihat raut wajah Aria yang cemas dan memberikan senyum lembut. "Kau tidak perlu takut, Aria. Seperti apa yang aku katakan sebelumnya, kau akan belajar mengendalikan kekuatan sihirmu dengan baik. Aku akan membantumu."
Aria mengangguk, masih terpaku pada bola api di tangannya. Ia merasa bingung dan takut, tapi di saat yang sama, ia juga merasa senang karena akhirnya ia menemukan sesuatu yang ia miliki sendiri.
Wati kemudian membimbing Aria untuk mengendalikan bola api di tangannya. Ia memberikan instruksi dan teknik-teknik sihir yang perlu Aria pelajari. Ia juga memberikan beberapa nasihat tentang bagaimana menghindari penggunaan sihir yang salah, serta bagaimana memperkuat kemampuan sihirnya.
Selama beberapa jam, Aria belajar dengan gigih di bawah bimbingan Wati. Ia mulai merasa lebih percaya diri dengan kekuatan barunya. Namun, di saat yang sama, ia juga merasa semakin cemas dengan kekuatan itu. Ia takut bahwa ia tidak dapat mengendalikannya dan melukai orang-orang yang ia cintai.
Setelah beberapa jam berlatih, Wati akhirnya mengakhiri pelajaran hari itu. "Kau sudah belajar cukup banyak hari ini, Aria. Kita akan melanjutkan besok."
Aria mengangguk, masih dalam keadaan terpesona dengan kekuatan barunya. "Terima kasih, Wati. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpamu."
Wati tersenyum. "Kau tidak perlu terima kasih. Aku hanya membantu kau menemukan potensimu. Sekarang, pergilah dan istirahat.
Aria pulang dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, ia merasa senang karena telah menemukan kekuatannya. Namun di sisi lain, ia juga merasa takut dengan kekuatan barunya. Ia tiba di rumah dengan hati yang berdebar-debar.
Setelah memberi kabar kepada keluarganya bahwa ia akan tinggal di kota selama beberapa bulan untuk belajar sihir, Aria pergi ke kamarnya. Ia duduk di atas tempat tidur dan memandang tangan kanannya yang masih terasa hangat karena mengendalikan api tadi.
Ia merasa semakin penasaran tentang kemampuan sihirnya. Ia memutuskan untuk mencoba memanggil bola api lagi. Setelah berkonsentrasi beberapa saat, ia mencoba mengeluarkan sihirnya. Namun, ia tidak dapat mengeluarkannya lagi.
Aria mencoba berkonsentrasi lagi, tapi tetap saja sihirnya tidak keluar. Ia merasa frustasi dan kecewa. Apakah kemampuan sihirnya hanya dapat digunakan sekali dalam sehari?
Ia merenungkan hal itu sambil melihat-lihat kamarnya yang masih kosong. Ia belum sempat menghias kamarnya karena harus segera pergi setelah mengetahui kemampuan sihirnya.
Tiba-tiba, ia teringat pada nasihat Wati tentang bagaimana memperkuat kemampuan sihirnya. Ia kemudian mulai membuka lemari dan mencari buku-buku tentang sihir yang ia bawa dari rumah. Ia menemukan beberapa buku tentang sihir api dan membacanya dengan tekun.
Beberapa jam kemudian, Aria merasa semakin mengerti tentang bagaimana mengendalikan kekuatan sihirnya. Ia mencoba memanggil bola api lagi, dan kali ini, ia berhasil mengeluarkan sihirnya dengan mudah.
Aria merasa senang dan bangga dengan kemampuan barunya. Ia menggerak-gerakan bola api di tangannya, dan kemudian ia mengendalikannya untuk memadamkan lilin di kamarnya. Ia merasa senang karena berhasil mempraktekkan kemampuan sihirnya dengan benar.
Namun, di saat yang sama, ia juga merasa cemas tentang bagaimana ia dapat mengendalikan kekuatan sihirnya. Ia takut melakukan kesalahan dan melukai orang-orang yang ia cintai. Ia merenungkan tentang hal itu sambil memandangi bola api yang masih berputar-putar di tangannya.
Aria mengambil keputusan untuk mengambil pelajaran sihir dengan serius. Ia tidak ingin mengambil risiko dengan kekuatan barunya yang belum terkendali. Ia merencanakan untuk terus berlatih dan memperkuat kemampuan sihirnya di bawah bimbingan Wati.
Keesokan harinya, Aria kembali ke ruang pelajaran di mana Wati sudah menunggunya. Wati memberitahu Aria bahwa hari ini, mereka akan berlatih memproyeksikan api.
Aria merasa sedikit cemas dengan latihan ini, tapi ia juga merasa antusias karena ingin memperkuat kemampuan sihirnya.
Mereka mulai berlatih, dan Wati memberikan instruksi tentang bagaimana mengendalikan api dan memproyeksikannya ke objek yang diinginkan. Aria mencoba mempraktekkan apa yang diajarkan Wati, dan setelah beberapa kali mencoba, ia mulai merasa semakin mahir dalam memproyeksikan api.
Setelah latihan selesai, Wati memberikan pujian kepada Aria dan mengatakan bahwa kemampuan sihirnya semakin terasah dengan baik. Aria merasa senang dengan pujian tersebut, dan ia merasa semakin termotivasi untuk terus berlatih.
Setelah berlatih, Aria menghabiskan waktu sisa harinya dengan membaca buku-buku tentang sihir. Ia belajar tentang berbagai macam jenis sihir dan bagaimana mengendalikannya dengan baik.
Setelah beberapa minggu berlalu, Aria merasa semakin percaya diri dengan kemampuan sihirnya. Ia telah berhasil mengendalikan berbagai macam elemen seperti api, air, dan angin. Namun, ia juga semakin sadar bahwa kekuatan sihirnya harus digunakan dengan bijak.
Aria memutuskan untuk tidak memperlihatkan kemampuan sihirnya kepada orang yang tidak berkepentingan. Ia juga memutuskan untuk tidak menggunakan kemampuan sihirnya untuk tujuan yang tidak baik.
Ia tahu bahwa kekuatan sihirnya dapat digunakan untuk kebaikan atau kejahatan, dan ia berusaha untuk selalu menggunakan kemampuannya untuk kebaikan.
Setelah beberapa bulan, Aria merasa telah belajar banyak tentang sihir dan memperkuat kemampuan sihirnya dengan baik. Ia merasa siap untuk kembali ke kampung halamannya dan menggunakan kekuatan sihirnya untuk membantu orang-orang di sekitarnya.
Dengan hati yang penuh semangat, Aria kembali ke kampung halamannya dengan tujuan untuk menjadi penyihir yang bijaksana dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Ia tahu bahwa perjalanan untuk menjadi penyihir yang terampil dan bijaksana masih panjang, tapi ia siap untuk menghadapi tantangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crossing through darkness with magic
FantasyAria hidup dalam keluarga yang konservatif dan sangat menghargai tradisi. Keluarganya berasal dari sebuah klan yang terkenal di dunia sihir dan dihormati oleh banyak orang. Namun, di balik reputasi itu, keluarganya sangat patriarkal dan tidak meneri...