Layu Sebelum Berkembang

38 3 2
                                    

Happy reading 😘😘😘
🌺🌺🌺

Cinta itu fitrah, tidak memandang bulu. Jika cinta membawa kebahagiaan, mengapa harus menampiknya.
Farel Rayhan Wijaya

Tahukah rasanya bolu kukus yang tidak mekar, bantat, kurang mengembang  atau bunga layu sebelum berkembang. Layu, lemas, tidak enak dipandang. Itulah penggambaran diri Farel sekarang. Saat cintanya bersemi dengan bunga-bunga bermekaran  tetiba bunga itu kuncup dan layu. Saat ia merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya, cinta itu harus terkubur dalam-dalam.

Terkubur? Bukannya dia belum menyatakan cinta. Mengapa harus terkubur. Kalah sebelum perang  dong. Tidak, ini bukan Farel. Seorang Farel Wijaya adalah pejuang sejati, bukan pecundang yang kalah sebelum perang.

Farel memang masih muda, 25 tahun. Namun, salahkah ia jatuh cinta kepada perempuan dewasa seperti Sila. Entah apa pesona Sila yang membuat Farel terjerat panah cupid asmara. Rentang usia lima tahun bukan halangan untuk bahagia.

Gegas Farel menyambar menyambar kunci mobil di atas meja juga jaket yang terselampir  di sofa. Malam ini dia harus bicara jujur, mengeluarkan semua yang dipendamnya. Perasaan ini harus tersampaikan meski dirinya tahu bakal ada penolakan. Peristiwa semalam masih terekam jelas bagaimana kakak iparnya dengan terang-terangan menyatakan cinta kepada mantan kekasihnya, Sila.

“Laki-laki itu memang gila,” pikir Farel di sela-sela perjalanannya ke rumah sakit. ”Apa dia tidak memikirkan perasaan Kak Netta lantas mau dikemanakan rumah tangga merka.,” batinnya.

Farel tidak habis pikir dengan kelakuan Kak Rafif. Bisa-bisanya jatuh cinta lagi dengan mantan kekasihnya. Farel akui Mbak Sila cantik, pintar, apa adanya. Itulah sebabnya ia jatuh cinta. Namun, kakaknya tidak kalah cantik, pintar, seksi lagi. Kurang apa coba. Harusnya Kak Rafif bersyukur mempunyai istri seperti Kak Netta. Bukannya selingkuh. Apakah ini sudah bisa dikatakan selingkuh. Entahlah.

Begitu turun dari mobil, Farel segera menuju kamar perawatan Sila. Tidak lupa ia membawa buah dan bunga sebagai barang bawaan.

“Assalamu’alaikum,” ucap Farel ketika memasuki kamar Sila.

“Wa’alaikumsalam,” jawab orang-orang yang ada di dalam. Sila, ibunya dan tentu saja kakak iparnya, dokter bedah yang ganteng dan famous.

“Masuk, Rel,” SIla mempersilakan Farel masuk. “Bu, ini Farel yang sering kasih job di luar batas.” Sila memperkenalkan Farel kepada ibunya. Keduanya bersalaman dengan cara menangkupkan tangan.

“Maaf, Mbak kalau sering aku repotin sampai sakit begini, akunya yang enak.”

“Lho kok?”

“Iya enak dapat bantuan. Hehe ….” Farel nyengir mendengar perkataannya sendiri.

“Bukannya bersalah malah nyengir kuda,” dengus Rafif yang berada tidak jauh dari Farel berdiri.

“Iya, minta maaf yak , Mbak Sila jadi sakit karena double job.”

“Diambil hikmahnya saja. Karena sakit jadi di suruh istirahat,” Sila membetulkankan duduknya. ‘Duduk, rel,” Sila menunjuk sofa yang berada di kamar VIP tempatnya dirawat.

“Iya karena  sakit jadi bisa gendong juga,” goda Rafif dengan kerlingan mata.

“Modus,” sewot Sila tidak terima.

***

Bagaimana laki-laki tidak jatuh cinta, dalam tidur pun Mbak Sila tetap cantik. Irama napasnya yang teratur menandakan betapa lelapnya ia tidur. Mungkin karena badannya sudah mulai enakan meski belum fit sempurna.

Goresan Luka Hati Sila (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang