Masih Sama

47 5 0
                                    


Raga boleh jauh tetapi hati masih dekat. Apakah masih ada cinta di hatiku?
Naycilla Humaira

Farel benar-benar meminta bantuan Sila untuk mengurus keuangan bisnis start upnya. Awalnya Sila menolak dengan alasan pekerjaan di kantor lagi banyak-banyaknya karena Pak Halim sedang sakit. Otomatis Sila yang menghandle perkerjaan manajer itu. Belum pesanan kue yang menumpuk, meski bukan pesanan yang ribet seperti membuat kue tart dan wedding cake.

“Cari yang fresh graduate, yang mau dibayar sesuai kerjaannya. Kalau begini sama saja menyiksa aku!” protes Sila kepada Farel di ruangannya. Bagi Sila, Farel sudah dianggap seperti adiknya jadi ia bebas ngomong apa saja.

“Duh kakakku kalau marah tambah cantik, deh,” puji Farel becanda tetapi serius. “Mending bayar mahal Mbak Sila daripada mencari orang baru. Sama Mbak semua beres.”

“Enak di kamu, enggak enak di aku!” sungut Sila kesal. “Sudah sana pergi. Kalau Bu Netta tahu kamu di sini, aku yang kena marah! Hus … hus ….” Sila mengusir Farel dari ruangannya.

“Ya Alloh disamakan dengan hewan. Kak Netta lagi keluar dengan suami tersayangnya,” sahut Farel santai.

“Dia di sini?” gumam Sila lirih.

“Siapa di sini?” tanya Farel kepo.

“Kamulah. Eh sudah diusir enggak pergi-pergi. Apa perlu pakai sapu?” Sila beranjak dari duduknya. Mancari sesuatu untuk mengusir Farel. Diambilnya kertas dan digulungkan membentuk seperti tongkat.

“Iya, iya, aku pergi. Dadah Mbak cantik.” Farel memberikan kiss bye yang disambut Sila dengan pelototan mata tajam.

Dasar bocah. Farel tidak berubah. Tetap tengil seperti dulu. Entah mengapa Sila bisa lepas ketika ngomong dengan Farel. Seperti saat dengan Rafif dulu. Tidak dibuat-buat, apa adanya. Berbeda jika dia berbicara dengan orang lain. Apalagi dengan lawan jenis. Jika tidak penting pasti akan dihindarinya.

Kesibukan Sila membantu Farel membuat Netta menegurnya. Memang hubungan kakak beradik itu tidak bagus. Netta yang tidak suka dengan Farel sementara adiknya berusaha mendekat tetapi disambut dingin oleh kakaknya.

“Kamu dibayar berapa sama anak itu sampai mau-maunya bantu urus bisnisnya,” tanya Netta kepada Sila  di ruangan bosnya.

“Saya murni menolong, Bu. Tidak dibayar juga enggak apa-apa.”

“Benar?” tanya Netta tidak percaya.

Sila mengangguk. “Farel sudah saya anggap adik sendiri ---“

“Kamu sedang tidak menyindir saya, kan?” potong Netta cepat mengingat hubungannya dengan Farel tidak bisa terjalin baik. Dari kecil hingga sekarang.

“Tidak, Bu.”

“Saya iri sama kamu. Farel bisa dekat kenapa saya yang masih ada hubungan darah tidak. Saya belum bisa menerima pernikahan papi. Karena papi menikah lagi, mami meninggal.”

Pernikahan kedua Pak Jayadi dengan Bu Ririn terjadi saat Netta berumur lima tahun. Bu Ririn adalah cinta pertama Pak Jayadi. Sementara maminya Netta dengan Pak Jayadi dijodohkan. Tidak adanya kecocokan antara mereka berdua membuat mereka cerai. Akhrnya Pak Jayadi menikahi Bu Ririn dan dikaruniai dua orang anak Farel dan Farah.

“Maaf bukan saya menggurui. Sebaiknya Bu Netta berdamai dengan masa lalu. Coba terima pernikahan Pak Jayadi. Insyaallah hidup Ibu akan lebih tenang. Apa yang dicari dari Bu Netta ketika semuanya sudah diraih. Anak yang cantik, suami yang ….” Sila menjeda kalimatnya. Haruskah dia bilang kalau Rafif laki-laki yang setia.

“Yang gantengnya tingkat dewa,” tukas Netta meneruskan kalimatnya.

“Ya, itu.”

‘Bu Netta harus bersyukur dengan apa yang dimiliki sekarang, jangan sampai kufur terus apa yang kita miliki diambil Alloh satu per satu.”

Goresan Luka Hati Sila (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang