السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Haii, selamat datang di ceritaku:)
Sebelum itu, terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk membaca ceritaku.
Jangan baca pada waktu adzan ya.
Untuk cerita lainnya, kalian bisa kunjungin akunku🤍
Jangan lupa selalu tinggalkan jejak, vote or komennya sahabat🤍
Karena itu sangat berarti untuk ceritaku💐
Happy Reading!🍃
》♡《
"Allah tidak pernah salah mempertemukan kamu dengan seseorang, hadirnya membawa salah satu diantara dua hadiah untukmu, yaitu kebahagiaan atau pengalaman."
🌷 Imam Al-Ghozali 🌷
》♡《
Hembusan angin kencang terasa saat sebuah pesawat mulai mendarat. Pintu pesawat tersebut terbuka lebar, bersama dengan seorang lelaki yang mulai melangkahkan kakinya. Rambut hitam berantakan dengan tatapan mata teduh membuat siapa pun akan terpikat.
Langkahnya terhenti, dia mengedarkan pandangannya guna mencari seseorang yang sudah dia hubungi sepuluh menit yang lalu.
"Alzam!"
Alzam, lelaki tersebut menolehkan kepalanya. Sedetik kemudian di tersenyum. "Hai, Zam," ucap lelaki tinggi tersebut setelah berada di depan Alzam.
Alzam menghembuskan napasnya. "Assalamua'alaikum, Nathan bukan hai. Rasullullah mengajarkan kita mengucapkan salam bukan hai," ucap Alzam.
Nathan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia lupa untuk mengucapkan salam karena terlalu bersemangat bertemu Alzam, sahabat kecilnya.
Tiga tahun terakhir ini, Alzam pergi ke Tarim untuk kuliahnya. Dan tiga tahun ini dia terpisah dari sahabatnya ini.
"Hehe, maaf gue lupa," cengirnya.
Alzam menggelengkan kepalanya. "Zam, sebaiknya kita pulang. Ummi udah nungguin lo," ucap Nathan.
"Hm," deham Alzam lalu meninggalkan Nathan.
Nathan yang melihat hal itu berdecak kesal. "Dasar teman monyet! Gue malah ditinggal, ck," kesalnya, lalu dia menyusul Alzam yang mulai menjauh.
》☆《
Sebuah mobil jeep melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Karena jalanan disini cukup sepi, sehingga membuat Alzam menambah kecepatan mobilnya.
"Astaghfirullah, Zam. Lo kalau mau mati, mati aja gausah ngajak temen," sahut Nathan, sekarang lelaki tersebut menggenggam erat seatbelt mobil.
Alzam mengurangi kecepatan mobilnya. "Santai aja, Than," ucap Alzam.
Nathan menatap Alzam sinis. "Santai-santai pala lo kuyang!"
"Ngomongnya..." tegur Alzam.
Nathan mendengus kesal. "Iya ya ya... maaf, Pak Ustadz..."
"Aku bukan Ustadz!"
Nathan menatap Alzam. "Lo itu Ustadz, ilmu lo udah tinggi. Jadi lo pantas di sebut ustadz," ucap Nathan.
Alzam menggelengkan kepalanya. "Ilmu ku belum tinggi, bahkan aku masih fakir ilmu. Jadi belum cocok untuk dikatakan Ustadz," jelas Alzam, dia menolehkan kepalanya ke Nathan.
"Tapi lo--- Alzam awas!!"
Alzam membulatkan matanya, di depan sana seorang pria paruh baya menyebrang jalan begitu saja. Dengan sigap, Alzam menginjakkan rem mobil.
Criit!
Bruk!
"Allahu akbar!"
Alzam segera keluar dari mobil, kecelakaan ini tidak dapat dia hindari. Pria paruh baya tersebut terbaring lemah di atas aspal. Dengan cepat Alzam menolong pria paruh baya itu.
Nathan membantu Alzam memapah pria paruh baya tersebut. Setelah masuk ke dalam mobil, Alzam segera menjalankan mobilnya.
》☆《
Disinilah mereka berada, di sebuah bangunan berbau obat. Alzam tidak hentinya mengucapkan kalimat tasbih, dia sangat khawatir saat orang yang di tabrak tidak sadarkan diri. Berbeda dengan Nathan, cowok tersebut terlihat tenang bahkan sekarang dia sedang asik main game.
Temen gak ada akhlak emang!
Pintu tersebut terbuka dengan seorang dokter yang menghampiri mereka. Alzam berdiri dari duduknya. "Gimana keadaannya, Dok?" tanya Alzam.
Dokter tersebut tersenyum. "Tidak perlu khawatir, pasien hanya syok, dan sekarang pasien sudah sadar," jelas dokter tersebut.
"Alhamdulillah, apa saya boleh melihat pasien, Dok?" Dokter tersebut menganggukkan kepalanya, setelah itu dia pergi meninggalkan Alzam.
Tanpa menunggu lama, Alzam masuk ke dalam ruang rawat tersebut. Nathan menyusul Alzam, padahal dia masih belum selesai main game.
Alzam menatap pria paruh baya yang sedang duduk di brangkar tersebut. Menyadari kehadiran seseorang, pria paruh baya tersebut menolehkan kepalanya.
Tatapan mereka bertemu, sebelum Alzam memutuskan kontak mata itu. "Maafkan saya, saya tidak sengaja menabrak Bapak," ucap Alzam menyesal.
Pria paruh baya tersebut menatap Alzam penuh arti. Alzam hanya diam saja saat dia di tatapan dengan intens. Dia tahu kesalahannya sangat besar. "Saya akan bertanggung jawab dan mengganti kerugian dari dagangan Bapak. Asal Bapak mau memaafkan saya," imbuh Alzam.
Terdengar kekehan kecil, Alzam dan Nathan mengerutkan keningnya. "Aku akan memaafkan kamu, Nak. Tapi dengan satu syarat..."
Alzam mengerutkan keningnya. "Apa?"
Pria paruh baya tersebut tersenyum. "Menikahlah dengan putriku, maka aku akan memaafkanmu," ucap pria paruh baya tersebut.
Nathan membulatkan matanya, dia menatap sahabatnya yang terlihat, tenang?
"Saya bersedia menikahi putri Bapak," ucap Alzam tanpa berpikir dua kali. Pria paruh baya tersebut tersenyum bahagia, sangat bahagia. Sudah sekian lama dia menantikan seseorang yang akan menikahi putrinya. Dan sekarang Allah mengirimkan orang tersebut.
Berbeda dengan Nathan, dia sangat terkejut dengan jawaban Alzam. Dengan semudah itu dia menerima pernikahan ini? Padahal dia tahu, selama ini Alzam tidak pernah berdekatan dengan seorang perempuan. Bahkan dia akan bersikap sangat dingin saat ada perempuan yang mendekatinya.
》》TBC!《《
Jangan lupa vote dan komennya🌷
Maaf kalau ceritanya kurang memuaskan:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Athallah Alzam Al-Latif
Teen Fiction"Kamu bagaikan bulan yang menyinari hidup gelapku." 《☆☆☆》 Alzam tidak menyangka, kalau dia harus menikah dengan seorang gadis lumpuh dan buta. Semua berawal saat dirinya tidak sengaja menabrak ayah dari gadis tersebut. "Menikahlah dengan putriku...