01. about him

14 18 12
                                    

Happy reading brouhh!

***

Sudah hampir empat tahun aku berteman dengan nya. Ya meski awal pertemuan kami agak Canggung, tetapi kami berteman hingga saat ini. Oh mungkin hubungan kami ini sudah pantas di sebut sahabat.

Sore hari ini cuaca nya cukup cerah, tidak seperti hari hari sebelumnya yang hanya terus menerus di guyur oleh hujan. Aku membawa dia untuk sekedar berjalan jalan di area taman. Tempat yang biasa kami kunjungi jika sedang stres.

"Cuaca nya lumayan indah ya" ucapku sambil menatap langit yang mulai berubah warna menjadi orange.

Dia mengangguk kala mendengar penuturan ku. Dia pun ikut menengadahkan kepalanya untuk menatap langit. Tak lama hanya beberapa detik, pandangan kami langsung kembali seperti semula.

"Kamu cape ngga? Kalo cape kita duduk di sana dulu ya?" Tanyaku lembut, lalu dia mengangguk lucu. Dia itu sangat menggemaskan. Oh ayolah rasanya aku ingin menggigit pipi chubby nya itu.

"Yaudah ayok kita kesana" ajak ku lalu menarik tangan dia dengan lembut. Dia hanya tersenyum sambil menatap ku. Aku yang merasa di tatap pun ikut tersenyum.

Aku menyukai senyuman dia yang manis dan menawan. Dia terlihat cantik dengan senyuman itu. Namun sayang, di balik senyuman nya itu dia menyimpan begitu banyak luka, yang hampir saja aku tidak tahu karena dia selalu bersikap seolah semuanya baik baik saja.

Kami sudah sampai di bangku taman. Iya itu tempat yang tadi aku tunjukan kepadanya untuk beristirahat. Kami duduk berdampingan. Dia yang di sebelah kanan ku, sedang menatap lurus.

Aku yang penasaran pun, ikut menatap ke arah yang dia tatap. Lantas aku ikut tersenyum. Ternyata dia sedang melihat satu keluarga kecil yang terdiri dari orang tua dan satu anak. Dan anak itu terlihat bahagia. Aku saja sampai iri melihatnya.

Aku berfikir mungkin dia juga iri terhadap anak kecil tersebut. Sebab bisa di bilang keluarga dia tidak pernah mau menganggap nya sebagai anak mereka. Sangat keterlaluan bukan?.
Lalu aku menepuk pundak dia pelan.

Puk

"Gapapa bel, mungkin suatu hari nanti mereka bakal nganggap kamu ada. Tenang, masih ada aku disini" ucapku memberi kata penenang untuk belva.

Ya dia adalah Belva Karataselia. Dia adalah sahabatku. Meski dia di kenal dengan banyak kekurangan nya. Namun aku mengenalnya dengan banyak menemukan kelebihan nya. Belva adalah seorang anak yang terlahir cacat. Dia juga seorang tuna rungu wicara. Mungkin karena kekurangan nya itu lah belva selalu di pandang negatif oleh orang orang.

Belva menoleh ke arah ku dan tersenyum manis, lalu dia mulai menggerakan jari jari nya untuk membalas perkataan ku.

"Ya.. aku yakin suatu hari nanti mereka bakal menganggap aku ada. Dan terimakasih untuk semuanya, reno." Jawab belva dengan bahasa isyarat.

Aku yang memang sudah paham pun tersenyum lalu mengangguk. Awal aku bertemu dengan belva, aku kira dia anak yang sombong dan arogan sebab dia tidak pernah bicara dan selalu saja diam.

Tetapi berbeda lagi, kala itu aku sudah mengetahui bahwa belva, dia anak tuna rungu wicara. Aku merasa bersalah karena sudah menilai dia dengan jelek. Semenjak saat itu juga, aku mulai mengetahui, bahwa belva sering kali di jadikan bahan Bullyan oleh murid murid nakal itu.

Dear BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang