"Gimana lutut kamu? Udah mendingan? Nih, aku beli bubur di depan untuk sarapan."
Lunar membuka semakin lebar pintu kamarnya dan membiarkan Feby masuk ke dalam. Gadis itu tersenyum mengambil kantung plastik berisi bubur ayam yang Feby bawakan.
"Aku pinjem mangkok kamu aja ya, Nar. Mangkokku belum ada yang dicuci," kata Feby lagi. Gadis itu kini membantu Lunar menyiapkan sarapan mereka dengan mengambil dua buah sendok di dapur mini Lunar.
Lunar geleng kepala saja melihat cengiran Feby di sampingnya. "Kebiasaan kamu. Hari ini harus dicuci loh. Piring kotor begitu bisa jadi sarang penyakit."
"Siap Bu Dokter. Nanti kalau udah nggak males aku cuci." Feby nyengir lagi.
Lunar terkekeh sekilas melihatnya. Kemudian mereka berdua sama-sama duduk di meja makan mini milik Lunar. Kos-kosan Lunar ini memang tidak seberapa besar, tetapi lengkap. Ada dua sekat yaitu sekat pertama di isi dengan kamar tidur, meja belajar, nakas tempat Lunar menaruh produk kecantikannya kemudian lemari, rak buku, dan juga meja belajar. Sekat kedua, berisi kamar mandi, dapur mini yang terdapat kompor dan kulkas.
Keduanya lalu menikmati bubur ayam mereka dengan nikmat. Feby membelinya di depan kos-kosan mereka. Ada tukang bubur ayam keliling yang menjadi langganan keduanya.
"Oh ya, nanti jadi belanja bulanan?" tanya Lunar membuka lagi percakapan keduanya.
Menyuap sesendok, Feby menatap Lunar kemudian menggeleng. "Lutut kamu kan masih luka begitu, Nar. Nanti aja kalau kamu udah sembuh."
Lunar menatap lututnya. Dia sudah mengganti perbannya. Masih sakit memang. Tapi sudah tidak sesakit semalam. Lunar juga sudah leluasa jalan ke sana ke mari walau menahan nyeri.
"Aku bisa kok. Udah enakan juga, kakinya," ujar gadis itu.
"Enakan gimana? Enggak deh, enggak. Aku tuh pernah juga luka begitu di lutut gara-gara naik motor terus nyusruk ke got. Seminggu baru bisa jalan normal."
Lunar terkekeh. "Itu sih kamu yang manja."
Feby pura-pura menatap Lunar kesal.
"By the way, Nar. Liburan semester kamu gimana? Seru, nggak?"
Lunar tampak berpikir. "Em ... sebenarnya biasa aja, sih."
"Masa sih biasa aja? Pasti ada yang luar biasa begitu mungkin. Ngedate sama Laskar misalnya."
Lunar langsung menggeleng. "Ngedate apa. Nggak ada. Lagian kamu kan tahu hubungan aku sama Laskar nggak akan sampai kayak begitu."
"Kenapa nggak akan sampai kayak begitu? Kamu pesimis duluan itu namanya. Kamu udah lakuin saran dari aku belum?"
"Saran apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Serdadu Bulan
RomanceLunar mengakui satu hal : gadis itu telah jatuh cinta pada Laskar sejak duduk di bangku putih-biru. Sejak kecil, Laskar dan Lunar selalu berada dalam lingkup yang sama. Orang tua mereka berteman sangat akrab. Tapi tidak dengan Lunar dan Laskar. Sede...