Bab 1

53.6K 4.2K 143
                                    

Devan udah terlalu stres karena permintaan Ayahnya yang membuatnya tidak bisa tidur beberapa hari ini. Sebenarnya bukan permintaan, tapi lebih kepemaksaan. Kalaupun dia tidak setuju, Ayahnya tetap akan melakukan itu.

Menikah. Kata itu tidak pernah sekalipun terlintas dipikiran Devan. Jangankan menikah, memiliki hubungan serius dengan seorang perempuan, tentu saja tidak pernah ia pikirkan. Bahkan ia malas harus memiliki hubungan dekat dengan perempuan. Satu-satunya perempuan yang bisa dekat dengannya adalah Almira. Perempuan itu adalah sahabatnya yang tidak pernah menghakimi orientasi seksualnya. Adapun perempuan lain yang dekat dengannya hanya sebatas rekan kerja saja. 

"Ayah nggak mau kamu terjerumus terlalu jauh. Dengan nikah sama Runa, Ayah berharap kamu bisa berubah." Terdengar suara berat Ayah Devan memecah keheningan.

Devan geleng-geleng tidak setuju. "Ayah terlalu banyak berharap."

"Kenapa nggak? Kamu dulu pernah beberapa kali pacaran sama cewek sebelum akhirnya jadi salah arah, kan? Emang salah kalo Ayah mau coba balikin kamu ke jalan yang benar?" cerca Ayah Devan bertubi-tubi.

"Tapi nggak gini caranya, Yah," sahut Devan cepat. "Kalo ini namanya pemaksaan. Emang Ayah nggak kasihan sama perempuan yang bakal jadi calon istriku?"

Ayah Devan terdiam. Cukup lama terdiam, sampai akhirnya ia menghembuskan napas panjang. "Jangan karena sering disakiti perempuan dan ngelihat kelakuan Ibumu yang nggak baik, kamu jadi nggak mau nikah sama perempuan," ucapnya dengan suara lebih pelan.

Devan menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Kalo Ayah tau alasanku nggak suka sama perempuan, harusnya Ayah tau sejijik apa aku sama mereka," gumamnya lirih. "Kelakuan mereka nggak mencerminkan kalo mereka seorang perempuan," lanjutnya dengan nada sinis.

"Ibumu mungkin yang jadi alasan terbesar kamu gak suka sama perempuan. Dan ditambah kamu sering dikhianati sama perempuan." Ayah Devan menjeda kalimatnya sejenak. "Tapi nggak semua perempuan kayak gitu," lanjutnya meyakinkan.

"Nggak semudah itu. Aku udah terlanjur jijik sama perempuan, dan aku udah terlanjur nyaman sama laki-laki," ucap Devan melipat kedua tangannya di depan dada. Karena Ayahnya sudah tahu soal penyimpangan orientasi seskualnya, tidak ada lagi yang ia tutupi di hadapan Ayahnya.

Ayah Devan hanya ingin anaknya tidak salah jalan terlalu jauh. Caranya memang salah karena memaksa anaknya untuk menikah. Hanya itu satu-satunya cara yang terpikir oleh Ayah Devan saat ini. Devan menjadi anak satu-satunya yang bisa diharapkan karena Devan memang anak satu-satunya. Harapan untuk bisa meneruskan usahanya dan juga memberikannya cucu di masa yang depan.

Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Devan melemparkan pertanyaan pada Ayahnya. "Dia tau kalo aku ... nggak suka sama perempuan?"

Ayah Devan terdiam. "Runa nggak tau."

Lagi-lagi Devan hanya bisa menghela napas lelah. "Sebenarnya dia siapa?"

Ayah Devan mengerjap, tidak percaya anaknya bertanya seperti itu. "Maksudnya Runa?" tanyanya memastikan yang langsung diangguki oleh anaknya. "Dia anak teman Ayah. Kebetulan teman Ayah lagi sakit, dan teman Ayah lagi khawatir kalo ninggalin anaknya sendirian," lanjutnya menjelaskan.

Devan diam, masih menyimak perkataan Ayahnya. Mendengar jawaban Ayahnya, malah menjadikannya semakin beban untuknya. Membayangkan menjadi sosok laki-laki yang harus menjaga perempuan yang sangat dicintai Ayahnya, pasti berat untuknya.

"Kebetulan Runa itu anak tunggal juga. Mama sama Kakaknya meninggal karena kecelakaan. Dia jadi tinggal berdua aja sama Papanya. Dan sekarang Papanya lagi sakit dan harus secepatnya dioperasi."

Devan mengusap wajahnya lelah. "Aku tetap nggak mau nikah sama dia," tolaknya.

"Walaupun kamu nggak mau, pernikahan ini akan tetap terjadi," ucap Ayah Devan tegas. "Runa butuh sosok yang bisa ngelindungi dia, dan kamu butuh perempuan yang bisa ngubah kamu jadi kembali normal."

Conquered Mr. Gay [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang