Bab 11

37.4K 3.3K 97
                                    

Begitu sadar dari rasa kagetnya, Runa berjalan menghampiri Devan dengan langkah penuh keraguan. Begitu sudah berada di dekat Devan, ia langsung duduk di single sofa dan memusatkan padangannya ke laki-laki itu. Beberapa kali ia menari napas panjang, berusaha meredakan gemuruh di dalam dadanya.

Devan hanya diam, menanti reaksi yang akan diberikan Runa. Terlihat perempuan itu belum mengeluarkan satu katapun dari mulutnya. Padahal Devan sudah siap kalau harus mendengar Runa berteriak kaget saat memergokinya sedang menonton dan melakukan hal yang tidak senonoh di ruang TV.

Runa menarik napas panjang, kemudian menghembuskan napas keras. "Jujur aku nggak tau harus ngomong apa karena terlalu kaget dan bingung," ucapnya mulai membuka suara.

Devan masih diam, berusaha tidak menyela perkataan Runa.

Runa tertawa miris. "Aku nggak percaya harus tau ini semua di hari kedua pernikahan kita." Jeda sejenak, sebelum akhirnya Runa kembali membuka mulutnya. "Kenapa nggak dari awal Mas Devan ngasih tau aku ini semua?"

Devan diam. Sama seperti Runa, ia juga bingung harus mulai menjelaskan darimana. Jawaban apapun yang diberikan saat ini, sudah pasti akan menyakiti Runa. Perempuan yang kini duduk di seberangnya terlihat sangat kecewa dengannya.

"Oke, mungkin apa yang aku pikirin nggak sesuai sama kenyataan. Anggap aja aku terlalu berpikir positif sama Mas Devan. Coba Mas Devan jelasin ke aku yang sebenarnya," ucap Runa berusaha memberi Devan kesempatan untuk menjelaskan. "Jangan jadiin aku orang goblok yang nggak ngerti apa-apa. Mas Devan harus jelasin semuanya tanpa harus ditutupi."

"Maaf...."

Seperti ada petir di siang bolong begitu kata itu keluar dari mulut Devan. Satu kata yang bisa menjelaskan bahwa apa yang ia pikirkan memang benar. Tanpa sadar kedua tangannya terkepal di atas paha. Ia mencoba memejamkan mata sejenak, menenangkan perasaanya. Satu kata yang keluar dari mulut Devan seperti sudah menjawab semua yang menjadi pertanyaannya.

"Harusnya dari awal kamu tau semuanya," ucap Devan lirih. "Maaf...." Hanya satu kata itu yang bisa diucapkan oleh Devan saat ini.

Mata Runa kembali terbuka. Ia menatap lurus pada mata Devan. "Apa yang harusnya aku tau dari awal?" tanyanya menantang.

"Kalo aku gay."

"Kenapa Mas Devan nggak bilang dari awal?!" tanya Runa sontak meninggikan suaranya. Kemarahannya yang sudah coba ia tahan, ternyata keluar juga. Ia sudah tidak bisa membendung rasa marah dalam dirinya. "Apa pernikahan ini cuma kedok buat nutupin orientasi seksualnya Mas Devan yang menyimpang? Gitu kan?" tanyanya dengan nada sinis.

"Iya," jawab Devan jujur. "Ayahku minta aku nikah karena tau aku penyuka sesama jenis. Dan aku butuh istri yang bisa nyelamatin image-ku untuk ke depannya."

"Egois banget," lirih Runa dengan geleng-geleng kepala. "Baru kali ini aku nemu orang yang segois Mas Devan."

"Kita win-win solution. Aku butuh kamu, dan kamu juga butuh aku," sela Devan. "Lagian pernikahan ini nggak akan lama. Dengan orientasi seksualku saat ini, kamu nggak perlu khawatir bakal aku apa-apain."

Runa mendengus keras mendengar perkataan yang kerluar dari mulut Devan. "Ayahnya Mas Devan tau dari awal, tapi tetap maksain pernikahan ini terjadi?"

"Iya."

"Kalo dari awal Papaku tau, mungkin pernikahan ini nggak akan terjadi. Kalopun nanti kita pisah dan Papa tau penyebabnya, pasti Papa bakal nyalahin dirinya sendiri karena nggak becus milih calon suami yang baik," ucap Runa menekankan kalimat terakhirnya dengan jelas.

Devan tidak membalas ucapan Runa. Dia sadar kalau apa yang dikatakan Runa tidak ada yang salah. Di sini yang salah adalah dirinya dan pihak keluarganya karena menutupi tentang kebenarannya. Sudah sewajarnya kalau Runa marah dan kecewa begitu mengetahui faktanya.

Conquered Mr. Gay [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang