Sebatang nikotin yang terapit dikedua bilah bibirnya belum terhisap sepenuhnya, namun pemuda bersurai kemerahan itu memilih membuangnya lalu digilas sampai padam.
Jaemin bersandar pada dinding kusam sebuah bangunan tua terbengkalai. Satu tangannya terjejal dalam saku. Sementara satu lengannya menumpu pada bingkai jendela yang rusak. Bibirnya menyeringai tipis kala melihat rupa kebingungan teman-temannya dibawah sana yang mencari dirinya.
Mereka pasti kaget karena dirinya menghilang secara tiba-tiba.
Lalu tak lama kemudian anak-anak dari sekolah lain datang menyerbu. Teriakan terdengar. Baku hantam pun pecah. Namun tak sama seperti hari-hari sebelumnya, Jaemin yang biasanya akan berdiri dibarisan paling depan kala kerusuhan terjadi, memilih hengkang dari sana. Tak peduli namanya akan dicap sebagai pengecut.
Jaemin memacu motor besarnya melewati jalanan kumuh, kemudian baru melesat kencang kala memasuki jalanan besar.
Sore menjelang petang kala itu Jaemin habiskan hanya untuk berkendara tanpa tujuan. Sampai kedua roda itu membawanya kembali ke sebuah bangunan megah, yang Jaemin sebut sebagai rumah.
Jaemin menolehkan kepala pada halaman rumah yang dipenuhi tanaman mawar merah. Taman itu nampak cantik, terawat dan bersih. Menandakan pemiliknya kelewatan rajin merawatnya.
Yang tidak lain adalah Papanya sendiri.
Papa bahkan lebih sering menyambangi mawar-mawar cantik itu daripada kamar anaknya sendiri untuk menanyakan keadaan, ada cerita apa hari ini atau sekadar menawari makan malam.
Papa menghabiskan nyaris separuh hidupnya untuk bekerja di kantor, mengurus berkas, meeting dengan klien, bolak-balik keluar negeri dan.. merawat taman mawar itu.
Jaemin? Dia nomor kesekian.
Jaemin ada kalau Papa ingat saja.
Bibirnya menipis, lalu turun dari motor yang sejak beberapa menit lalu masih dia tunggangi.
Jaemin melangkah ke taman itu. Lalu berjongkok disana. Dia menyentuh satu bunga yang nampak cantik dengan ujung jarinya. Penuh kehati-hatian. Seolah Jaemin lagi berinteraksi dengan bayi yang baru lahir.
Papa bakal marah besar kalau tahu bunganya rusak. Makanya, Jaemin selalu berhati-hati. Taman bunga mawar ini.. berarti segalanya untuk Papa.
Setara dengan hidupnya? Mungkin.
"Cantiknya Papa." Jaemin menoel pelan kelopak bunga itu lantas terkekeh. Dia menepuk kedua lututnya lalu berdiri.
Cowok berambut kemerahan itu memutar badan lalu mengayunkan kedua tungkainya menjauhi taman. Jaemin memasuki rumahnya.
Menghirup napas dalam-dalam sambil memejamkan mata.
Rasanya.. pulang.
Meski hanya disambut sepi, Jaemin cukup bersyukur bahwa faktanya Jaemin tidak benar-benar tinggal sendirian disini.
Meski, Papa kelewatan jarang menghabiskan waktu dengannya sih.
Dulu rasanya Jaemin suka kesal sekali diledek dan dipanggil 'unyil' sama Papa. Hanya karena dirinya kurus dan mungil.
Jaemin juga sering dibuat dongkol setengah mati saat dirinya diusili oleh Papa yang jahilnya minta ampun.
Tapi sekarang.. Jaemin rindu.
Jaemin pengen dipanggil unyil lagi.
Jaemin pengen dijahili lagi.
Jaemin pengen dengar Papa ketawa keras lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpang | Jm ft. Jh ✓
FanfictionSatu yang hilang, menyisakan rumpang. NOT BXB⚠️