02. but i think of you even more

79 13 4
                                    

Tiga hari yang dihabiskan Jehan di Paris bisa terbilang menyenangkan baginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Tiga hari yang dihabiskan Jehan di Paris bisa terbilang menyenangkan baginya. Banyak pengalaman baru yang ia dapat. Mulai dari menghadiri Paris Fashion Week di malam pertama lalu diundang ke sebuah parfume boutique ternama di pusat kota di hari kedua, yang dilanjutnya dengan berjalan ke tempat wisata di Paris. Hari ketiga, sudah tidak ada jadwal terkait pekerjaan lagi untuk Jehan, sehingga pagi hari ia gunakan waktunya untuk packing dan sarapan lalu mengunjungi Menara Eiffel untuk terakhir kalinya sebelum ia menuju Zurich.

Kini jam menunjukan pukul tiga sore. Jehan sedang duduk di dalam pesawat yang membawanya dari Paris menuju Zurich. Laki-laki itu menatap jam di handphone-nya cukup lama sembari menjalankan kalkulasi di kepalanya. Satu jam perjalanan dari Paris, ia seharusnya akan tiba pukul setengah empat sore lalu lanjut naik kereta ke Grindelwald. Kalau semuanya lancar, ia akan tiba kurang lebih pukul delapan malam.

Jehan mengangguk puas setelah ia selesai melakukan perhitungan tadi, sebelum kembali menyenderkan kepalanya untuk istirahat.


🩵


Ini kedua kalinya Zia bermimpi sedang menatap tepat ke dalam sepasang biji mata berwarna cokelat tua—setelah yang pertama entah kapan Zia lupa. Dari mata lalu turun ke hidung dan berakhir di bibir laki-laki di hadapannya. Kedua ujung bibir itu tertarik ke atas, membuat sebuah lengkungan senyum sebelum semua yang ada di depan matanya sirna oleh silaunya flash kamera.

Zia kembali berada dalam gelap. Hening, sebelum sebuah suara notifikasi WhatsApp berdenting sangat kencang sampai-sampai membuat Zia langsung terduduk.

Matanya terbuka lebar dan jantungnya berdebar kencang. Kamarnya yang gelap membuat Zia harus meraba-raba kasur mencari handphone. Zia langsung menarik benda kecil itu ke hadapannya setelah menemukannya di bawah bantal. Dalam sekejap, sinar dari layar handphone-nya menerangi wajah dan membuat matanya menyipit karena silau.

"HAH! Gue lupa ada meeting!" pekik Zia pelan sembari melempar handphone-nya dan bergegas turun dari kasur untuk menyalakan lampu.

Ketika cahaya sudah menerangi kamarnya barulah Zia sadar ia tidak sedang berada di kamarnya. Sebuah ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya.

"Zi, akhirnya lo bangun," kata Renee ketika Zia membuka pintu.

"Gue lagi cuti, ya?"

"Lo lupa ingatan?" Renee balik bertanya. "Berhubung lo udah bangun, nggak mau turun buat makan?"

"Di sini kan jam satu pagi, Re..." Mata Zia mengikuti pergerakan Renee yang berjalan ke arah jendela dan membuka tirai yang cukup tebal, membuat sinar matahari langsung menyinari semua sudut kamar.

"Satu siang, Zi. Tirainya emang tebel, kalo lo tutup rapet-rapet sinar nggak bakal masuk."

Renee berbalik melihat temannya yang masih berdiri terlihat bingung. Dahi Zia terlihat berkerut dalam.

L'americano de St. Laurent (jeonghan x oc)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang