08. when you're tired from life and things are hard, come to me

78 9 0
                                    


"Tumben lo udah bangun?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







"Tumben lo udah bangun?"

Pertanyaan itu terlontar dari Renee ketika ia melihat sahabatnya berdiri diam di dapur dengan kepala tertunduk dan memunggunginya.

Zia sendiri tidak langsung menoleh. Dari belakang ia terlihat mengusap matanya dan masih tidak berbalik untuk menyapa Renee. Sampai-sampai Renee yang beranjak mendekatinya.

"Iya..." Zia bergumam, lalu mengeluarkan tawa canggung yang terdengar parau oleh Renee.

"Mata lo bengkak banget, Zi..." Perempuan itu terheran-heran setelah ia mendekati Zia dan melihat wajahnya dari samping. "Lo habis nangis...?"

Bertahun-tahun menjadi sahabat Zia, melihat perempuan itu menangis sebenarnya bisa dihitung jari. Zia bukanlah orang yang mudah menangis, apalagi di depan orang. Sebisa mungkin ketika ia harus ataupun perlu menangis ia akan mengunci dirinya, misalnya di toilet—atau seperti terakhir kali ia melihat Zia menangis di phone booth kantor ketika ia masih magang di kantor akuntan bersama Zia.

Renee melihat sahabatnya yang kini berusaha tersenyum sembari menghela napas panjang, membuat Renee mendapatkan jawaban mengenai penyebab sahabatnya menangis.

"Mas Luki lagi, ya?"

Zia mengangguk. "Re, gimana ya biar mata gue nggak bengkak lagi?"

Renee tahu pertanyaan Zia barusan dilontarkan gadis itu supaya ia tidak begitu fokus pada alasan di balik air matanya.

"Tuh orang kenapa sih dari jaman kita magang sampai sekarang masih aja galak?" Renee jadi mengomel, walaupun begitu ia berjalan ke arah kulkasnya untuk mengeluarkan kotak es batu. "Omelannya masih sama kayak dulu?"

"Mirip..." Zia menghela napasnya. "Hasil kerja lo itu nggak seperti kerjaan senior! Gue bingung ya kenapa lo bisa jadi senior, tapi manage junior aja nggak becus. Review WP juga masih setengah-setengah."

"Emang belum selesai review kali. Dia aja yang selalu ngebet review," sungut Renee ketika mendengarkan Zia mereka ulang omelan manajernya. Ia yakin sebenarnya masih banyak omelan dan kata-kata pedas yang sudah pasti keluar dari mulut manajernya itu, tapi Zia memilih untuk tidak mereka ulang lagi.

Zia menerima es batu terbungkus kain bersih yang disodorkan oleh Renee untuk mengkompres matanya.

"Pagi-pagi gini udah dengerin omelan dia, berarti lo semaleman nggak tidur?"

Selepas berpamitan dengan Jehan subuh tadi, Zia sudah siap sekali untuk tidur. Sayangnya, baru memejamkan mata sebentar, handphone-nya sudah berbunyi. Tentu saja Zia sempat berpikir untuk mengabaikannya dan memasang mode do not disturb, namun ia tidak sampai hati. Apalagi melihat nama Luki, manajer di kantornya yang terkenal galak. Berusaha untuk tidur pun percuma, karena ia sudah pasti kepikiran.

Zia masih tidak menjawab pertanyaan Renee, sembari mengompres matanya. Sedetik kemudian, Renee menghela napasnya lalu meremas bahu Zia.

Tangan Zia mencengkram kuat kompres di tangannya itu, berusaha mati-matian menahan tangisnya yang tiba-tiba ingin keluar lagi. Ia merasa terlalu lelah dengan beban pekerjaannya, lalu ditambah pula dengan makian yang subuh tadi didengarnya. Rasanya ia ingin menyerah saja...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

L'americano de St. Laurent (jeonghan x oc)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang