29. The Meeting

26 6 0
                                    

14 Mei

Lika-liku kehidupan berlalu begitu saja.

Aufa menatap langit-langit kamarnya. Sekian banyak yang terjadi, ia masih sering mempertanyakan eksistensi dirinya. Apakah ia cukup berguna? Apakah dengan begini, ia punya dampak baik ke sekitar?

Saat itu sudah masa-masa UTBK. Aufa memilih gap year setelah tidak diterima jalur undangan. Semua orang syok, tetapi dirinya santai saja. Memang itu yang terbaik. Memang Aufa butuh menata dirinya lebih dulu.

Bulan Ramadan. Seperti biasa, ajakan buka puasa bersama bertebaran. Yang berbeda dari tahun ini adalah Fatan secara khusus meminta Aufa untuk memasukkannya ke grup angkatan SMP-nya. Ia sudah tidak mau menjadi rahasia lagi dan dengan senang hati akan ikut reuni. Ketika Aufa tanya alasannya, jawaban Fatan membuatnya mengangkat alis.

Fatan: Memang kamu kuat kalau misal ditanyain soal aku?

"Siapa juga yang mau nanyain!" Aufa sampai melempar ponselnya ke kasur. Lalu, ia beralih ke cermin besar di kamarnya.

Aufa sudah terlihat jauh lebih baik. Badannya kembali berisi, bobotnya kembali normal. Yang paling mencengangkan, matanya baik-baik saja. Aufa kembali seperti sedia kala, sehat, tanpa kekurangan satu pun. Mungkin hanya sakit kepala yang bisa kambuh di saat-saat tertentu. Namun, keseluruhan, ia tidak mengalami trauma.

Aufa baik-baik saja.

Yah, mungkin salah satu dampaknya adalah Fatan yang jadi jauh lebih rajin mengiriminya pesan. Nyatanya, mereka masih belum bertemu lagi sampai sekarang. Meski masalah lalu sesekali disinggung, tetapi yang biasa Fatan bahas itu adalah proyeknya. Proyek membuat gim horor, serupa dengan apa yang Aufa mainkan dulu, yang membuat mereka jadi dekat. Fatan berkali-kali meminta Aufa untuk menjadi penguji gimnya, meski Aufa sudah berkali-kali pula menolak. Selain alasan sedang tidak mau berurusan dengan apa pun seputar gim, Aufa juga tahu maksud Fatan: balas dendam!

Hari-H reuni, Fatan berkata ia akan turun di stasiun tempat Aufa akan naik kereta. Singkatnya, mereka janjian di stasiun. Karena Aufa tidak pernah ingkar janji, ia benar-benar menunggui Fatan. Siang itu, pukul satu, ia sudah berdiri di peron. Mengenakan kerudung abu-abu, kemeja, serta rok jin. Ini adalah penampilan Aufa yang biasa. Sambil menunggu, ia merenung.

Seperti apa rupa lelaki itu sekarang?

Mia bilang, Fatan tinggi. Terlepas dari fakta bahwa Mia lebih pendek dari Aufa, pasti Fatan memang jauh lebih tinggi daripada saat SMP dulu.

Seperti apa tampan Fatan sekarang? Yang pasti, tidak seperti Atha, karena tampang avatar itu jelas-jelas ikemen.

"Enggak adil," gumam Aufa. "Dia melihatku, tapi aku enggak melihat dia."

Sebuah kereta datang, menuju ke arah tujuan Aufa. Aufa menimbang-nimbang, haruskah ia naik? Namun, Fatan belum muncul. Aufa sudah memberi tahu posisinya: peron paling belakang. Baiklah, ia akan menunggu.

"Aufa!"

Aufa terhenyak. Seseorang tiba-tiba menepuk bahunya."Apa?!" Galaknya langsung keluar.

"Gimana perasaanmu?"

Aufa agak menengadah, lalu terpaku. Wajah lelaki itu agak backlight akibat matahari yang berada hampir tepat di atas kepala. Mulutnya nyengir lebar, peluh bercucuran di keningnya. Ia masih terengah-engah. Tampaknya, ia sengaja pakai kaos untuk nanti dilapisi kemeja. "Fatan?"

"Bukan."

Aufa langsung bertampang bete.

"Hahaha, canda!" Fatan terkekeh sampai terbatuk. "Sini, aku punya sesuatu."

Galaxy-EyedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang