Jumat Kliwon

60.4K 250 0
                                    

Hari itu Agus dan Rani sedang berada di meja makan sebelum keduanya berangkat untuk bekerja. Rani hendak mengambil Lana dari gendongan Bibi penjaganya, pasalnya Lana hanya mau makan jika disuapi oleh Rani. Lana adalah anak Agus di pernikahan sebelumnya.

"Sini, Bi. Biar Lana aku suapin dulu. Bibi bisa beresin kamar atas dulu kok.",ucap Rani sambil menggendong Lana dan mendudukkannya di stroller, kursi makan anaknya.

"Dek? Kamu ga kotor lagi kalau nyuapin Lana lagi? Sini biar aku aja.",Agus mendekat ke arah Rani.

"Gausah, Mas. Mas sebentar lagi jam 7, pasti ditunggu sama karyawan resto, biar adek aja yang urus Lana, adek masih jam 8 baru jalan ke kantor kok.",Rani mulai menyuapi Lana sambil sesekali menatap wajah murung suaminya.

"Kenapa, Mas? Ada masalah lagi restonya?"
"Mas nombok lagi dek minggu lalu, resto sepi banget."
"Apa ga sebaiknya ditutup saja, Mas?"
"Jangan dek, sayang modalnya."
"Adek masih bisa sokong keuangan kita kok, Mas."
"..."

Agus hanya terdiam, tidak ada respon. Ranipun berdiri dan berjalan mendekati Agus. Rani mengusap bahu Agus lalu mengecup pipinya sekilas.

"Adek tidak bermaksud menyinggung, apapun keputusan Mas, aku dukung.",Rani lalu membawa Lana yang sudah belepotan makanan untuk berganti baju.

Sementara Agus teringat dengan ucapan temannya kemarin, soal penglaris. Teman Agus berhasil mengembangkan usahanya setelah mengunjungi Mbah Ireng. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi saat ingin bertemu Mbah Ireng. Salah satunya adalah pergi di pagi hari Kamis kliwon. Kebetulan hari ini Kamis kliwon.

"Mas? Belum berangkat? Jam 7 loh.", Rani keluar kamar dengan Lana di gendongannya. Lana sudah rapi, sementara dia sudah menenteng tas kantornya.

"Dek? Mas mungkin nanti malam pulang agak telat, jangan ditungguin ya. Mau ada teman yang datang untuk ngomongin bisnis. Ya semoga aja ada jalan buat resto ya.",Agus mendekati Rani lalu mengusap kepala Lana.

"Iya, Mas. Biar nanti adek yang jemput Lana di tempat penitipan. Berangkat sekarang?", Rani menyerahkan Lana ke gendongan Agus.

Setelah mengecup dan menggendong Lana sebentar, Aguspun keluar dari rumah. Rani sendiri masih belum berangkat ke kantor, dia masih menyiapkan perlengkapan Lana untuk hari ini. Lana setiap hari di titipkan di tempat penjagaan anak, kecuali hari Minggu. Rani tidak bekerja di hari Minggu, itu sebabnya dia akan menjaga Lana sendiri di hari itu.

Sementara Agus justru berbalik arah, dia mengarahkan mobilnya menuju tol Cikampek. Ternyata Agus berencana akan pergi menemui Mbah Ireng hari ini. Butuh waktu sekitar 4 jam untuk sampai di tempat yang ditunjukkan oleh temannya.

Tempatnya saat sepi, hanya ada satu rumah di samping pohon beringin. Tapi terlihat ada beberapa pengunjung disana. Ada 3 mobil terparkir. Menurut penuturan teman Agus, praktek Mbah Ireng memang sangat terkenal di kalangan para pengusaha.

"Silahkan mengantri, Anda nomor urut 3 ya.",Agus diberikan kertas saat tiba di beranda rumah itu.

Sekeliling Agus ada beberapa orang dengan pakaian rapi, sementara di pintu masuk rumah ada kepala kerbau menggantung disana. Agus terlalu takut untuk menyapa pengunjung lain. Dia hanya diam sampai pada saat gilirannya masuk tiba.

"Jimat ini untuk penglaris, ada 3 jenis lagi yang harus kamu kumpulkan. Jika setuju, gores jari jempol dengan pisau itu dan tempelkan pada kertas ini.",Agus hanya terdiam, saat sosok pria tua mengucapkan hal itu. Dia bahkan belum sempat duduk.

"Tapi saya.."
"Semua yang datang kesini punya urusan yang sama, cepat, diluar masih ada yang menunggu. Setelah setuju, silahkan masuk ke kamar nomor 3.",lanjut sosok pria tua itu sambil menggenggam keris di tangan kanannya.

Agus menggores jari jempolnya lalu menempelkannya di atas kertas kosong itu. Selanjutnya dia mengambil jimat yang diberikan Mbah Ireng dan langsung berjalan ke arah ruangan yang ditunjukkan.

"Ruangan ini digunakan untuk istirahat selama satu hari, semua kebutuhan Anda tersedia disana. Pintu akan dikunci dari luar dan akan dibuka kembali besok. Malam jumat kliwon nanti silahkan tuliskan 3 permintaan Anda di kertas yang ada di meja, lalu bakar. Minum abunya dan silahkan tidur, ritual selesai. Semua tagihan akan diurus besok pagi. Silahkan tinggalkan handphone dan dompet Anda disini", sebuah penjelasan panjang dari sosok wanita tua yang menjaga di depan pintu ruangan dengan tulisan nomor 3 itu.

Agus hanya pasrah dan masuk ke dalam ruangan itu setelah menyerahkan handphone beserta dompetnya dengan harapan semuanya akan berjalan lancar setelah apapun yang dilakukan hari ini. Perlu waktu 5 jam untuk sampai pada sore hari. Di dalam ruangan terdapat buku panduan lengkap mengenai semua hal yang harus Agus lakukan malam nanti.

Ruangan itu cukup luas untuk tempat satu orang, kamar mandi dalam, makanan yang tersedia, hampir persis seperti hotel bintang 4, hanya telepon yang tidak ada. Agus bahkan tidak menyangka akan ada ruangan seperti ini di dalam, karena dari luar bangunan rumah Mbah Ireng sangat kuno dan kecil.

Tepat jam 6 sore Rani baru keluar kantor dan lanjut menuju tempat penitipan Lana untuk menjemputnya. Rani tidak mampir manapun, dia langsung pulang karena Lana sudah terlanjur tertidur saat dijemput. Saat tiba dirumah, jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Loh? Mas? Katanya mau pulang telat?", ucap Rani terheran saat menemukan sosok Agus sudah duduk di ruang tamu rumah mereka.

"Tidak jadi acaranya, Dek.", Agus menjawab singkat sambil melirik Rani yang langsung masuk ke kamar Lana untuk menidurkannya.

Setelah membersihkan tubuh dan berganti pakaian, Rani menyusul Agus yang masih berada di ruang tengah. Rani duduk tepat disamping Agus lalu menyandarkan tubuhnya di dada bidang suaminya itu.

"Mas capek ga malam ini?"
Agus hanya menggeleng, matanya fokus pada wajah cantik Rani yang bertambah berkali lipat setelah mandi.

"Mas? Mama udah nanyain cucu loh. Mas mau kan?", Rani merayu suaminya sendiri sambil tangan mungilnya meraba selangkangan Agus dengan sengaja.

Lagi-lagi Agus hanya tersenyum, tangan kekar Agus mulai meremas payudara istrinya yang montok, hingga membuat Rani gagal menahan desahannya.

"Aaahhh masshh.."

Agus kembali tersenyum, kali ini sambil membuka kancing bajunya sendiri. Sementara tangan Rani mulai memijat pelan kejantanan Agus hingga suaminya itu ikut mendesah.

"Mas, didalam kamar saja, takut nanti ada ta--",belum sempat Rani menyelesaikan ucapannya, Agus sudah berdiri dan melepaskan celananya lalu dengan cepat mendorong istrinya ke arah sofa.

Rani sedikit kaget dengan sikap suaminya. Agus tidak pernah kasar saat berhubungan. Tapi karena sudah terlanjur tergoda juga, Rani tidak menghiraukannya, mungkin memang Agus sedang sangat ingin bercinta dengannya.

Tiga TumbalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang