Mahar

16.6K 161 8
                                    

Malam Jumat Kliwon ketiga bagi Agus setelah memutuskan memindahkan Rani ke daerah Bogor, tidak jauh dari tempat Mbah Ireng di Gunung Salak. Sesuai perhitungan, usia kandungan Rani sekarang memasuki 20 minggu.

Dua hari sejak Rani menempati rumah Bogor dan dijaga ketat oleh Pak Darto. Pak Darto menjalankan perintah Agus untuk selalu memberikan makanan pada Rani selama 2 hari ini. Tapi sepertinya Rani belum juga sadar, karena tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.

Hari ini Agus harus kembali menjalankan ritual di tempat Mbah Ireng. Tidak ada permintaan khusus dari Mbah Ireng, Agus datang dengan tangan kosong. Agus berniat bertanya lebih lanjut tentang keadaan istrinya pada Mbah Ireng. Tapi justru Mbah Ireng sudah bertanya terlebih dahulu.

"Bagaimana keadaan istrimu, Gus?"
"Sudah lebih baik, Mbah."
"Ingat ya, jangan sampai membawanya ke rumah sakit atau memanggil dokter, itu anak membahayakan nyawa istrimu."
"Mbah, apa yang terjadi dengan istri saya?"

Mbah Ireng memercikkan air ke wajah Agus lalu merapalkan sesuatu sebelum menjawab pertanyaan salah satu kliennya itu. Mbah Ireng kemudian menunjuk jimat yang berada di leher Agus, yang terbungkus pada liotin kalung peraknya.

"Istrimu sedang menjalankan tugasnya."
"Tugas?"
"Melahirkan bayi bajang untuk membuatmu menjadi kaya raya."
"Bayi bajang?"
"Tumbal."

Deg

Agus terdiam. Ingatannya kembali pada ucapan Pras saat pembukaan cabang kemarin. Benar, dia lupa jika semua ini adalah jalan bersekutu dengan jin.

"Apa istri saya akan selamat?"
"Tentu saja, jika kau tidak melanggar apapun dan siap mengikuti semua perintahku."

Agus kembali terdiam. Dia terlanjur melakukan ini semua, yang harus dia lakukan adalah tetap maju di jalan pilihannya.

"Dia menyukai istrimu. Istrimu juga sangat subur, Gus. Kau harus menjaga kehamilan istrimu. Kelahiran bayi itu akan menambah kesaktian jimat penglarismu."

Seorang wanita muda kemudian datang mendekat ke tempat Agus dan Mbah Ireng. Menuntun Agus untuk memasuki kembali ruang ritualnya. Kali ini Mbah Ireng memberika 3 bungkusan sebelum Agus beranjak pergi.

"Letakkan mahar ini di kamar istrimu, masukkan pada baskom dan rendam di air lendir dari kelaminnya."

Agus tidak paham tujuan dan alasannya. Dia hanya mengangguk lalu menyimpan bungkusan itu di kantong bajunya sebelum akhirnya berlalu dari hadapan Mbah Ireng.

...

"Ugghh..masshh..mashh Agusshh?", ucap Rani dengan suara lantang saat menemukan dirinya terbangun di ruangan yang asing baginya.

Pak Darto yang mendengar suara itu dari luar langsung bergegas menuju depan pintu kamar Rani. Ada jendela di sebelah pintu, tertutup rapat namun masih ada celah kecil di pojok pembatasnya karena kerusakan bangunan. Pak Darto yang penasaran dengan suara itupun, mengintip dari balik celah tersebut.

"Cantik sekali..", gumam Pak Darto pelan.

Pak Darto menyaksikan sendiri sosok istri juragannya yang begitu cantik. Belum lagi bentuk tubuhnya dan perut buncitnya itu menambah kesan sexy. Dia melihat Rani berdiri di sebelah ranjang, tanpa sehelai pakaian sama sekali.

Rani memang berdiri di sebelah ranjang setelah bangun dengan susah payah. Bagaimana tidak, tubuhnya yang begitu ringkih harus menanggung berat perutnya yang sudah begitu membesar. 20 minggu untuk tempat 3 janin. Tekanan dari perut buncitnya saja sudah membuatnya kesusahan bernapas. Belum lagi nyeri yang masih di rasakan di area perutnya, Rani merasa janin di dalam perutnya tidak pernah berhenti bergerak.

"Sshhh aahhhh, sakitnyaa oucchhh..", Rani menekan kuat bagian bawah perutnya yang menegang. Bagian itu tiba-tiba mengeras saat Rani mencobe melangkah.

Pak Darto sendiri mendengar itu sebagai desahan yang luar biasa menggoda. Dia lelaki normal, tentu saja akan tergoda. Kejantanannya bahkan sudah mengeras hanya dengan menyaksikan sosok istri juragannya dari balik celah.

"Sialan, bagaimana mungkin wanita secantik itu dikurung di dalam sana."
"Tidak, tidak. Aku tidak boleh melanggar perintah."
"Baiklah, aku akan memperhatikan dari luar saja."

Pak Darto terus berusaha menahan birahi dirinya sendiri. Sosok Rani yang dilihat Pak Darto adalah wanita cantik, sehat, segar dan juga sexy. Suara rintihan Rani yang kesakitan justru terdengar bak desahan untuk menggodanya.

"Aku jaga disini saja deh, sekalian memperhatikan.", Pak Darto berkata sambil menggeser kursi menuju depan pintu kamar Rani.

Beberapa menit kemudian terdengar suara Rani berbincang dengan seseorang. Saat mengintip, Pak Darto tidak menemukan siapapun kecuali sosok ibu hamil yang sangat cantik, Rani.

"Apa mungkin karena Nyonya agak gila makanya dikurung begini ya?", gumam Pak Darto saat mengintip kembali dari celah kecil yang ada di jendela.

Pak Darto mengira Rani berbicara sendiri. Sementara yang terjadi di dalam adalah Rani melihat sosok Agus yang baru saja keluar dari kamar mandi di ruangan itu.

"Mas di dalam dari tadi? Kok adek panggil ga dengar?", Rani kembali duduk di ranjang, rasanya kakinya sudah tidak kuat menopang berat perutnya.

"Mas ini dimana sih?", lanjut Rani saat mendapat respon anggukan kepala dari Agus.

"Bogor.", sahut Agus dengan singkat.

Agus mendekat ke arah ranjang. Rambutnya masih basah, tubuhnya hanya berbalut handuk yang terlilit melingkar di pinggang. Agus memegang kedua bahu Rani.

"Mas? Habis mandi? Ganteng banget.", ucap Rani sembari mengusap dada bidang suaminya yang masih basah di beberapa bagian.

Rani merasakan suatu energi mengalir dari kedua tangan Agus yang berada di bahunya. Gerakan di perutnya masih terasa, tapi tidak menimbulkan rasa sakit sama sekali.

Agus mendorong tubuh Rani hingga terhempas di atas ranjang. Kedua tangannya berpindah pada dua tungkai kecil dan kurus milik wanita hamil di depannya. Agus mengusap perlahan lalu menuntunnya untuk menekuk dan melebarkannya.

Rani merasa asing dengan sosok Agus dihadapannya, tapi di sisi lain, dia begitu menyukai sosok suaminya yang ini. Rani mengangkat sedikit bokongnya saat Agus mengusap permukaan kelaminnya dengan perlahan.

"Ugghh masshh geli aahh..", Rani berteriak kecil sewaktu jari Agus menusuk bungkusan kecil, jimat dari Mbah Ireng yang dimasukkan waktu itu.

Agus mengusap perut buncit Rani, menatap wanita itu dari atas. Rani terlihat sedikit segar, walau tubuhnya masih sekurus itu. Agus dengan cepat mengarahkan kejantanannya yang masih lemas ke arah permukaan kelamin Rani.

"Ugghh masshh ahhh..masshh gelihh ughhh..", desah Rani saat batang kemaluan Agus menggesek-gesek milikknya. Menggoda liang itu hingga akhirnya mengeluarkan cairan bening bercampur lendir.

Rani bergerak gelisah ketika tangan Agus mulai mengusap puting kanannya yang menegang. Di saat fokus Rani menikmati sensasi permainan jari Agus, dengan cepat batang berurat itu menusuk liangnya. Sensasi itu menimbulkan gerakan kuat dari dalam perut buncit Rani. Desahan Rani semakin nyaring sesaat setelah Agus mulai menggenjotnya.

Agus terus menggenjot liang milik Rani sembari mengusap perut buncit wanita ini, seolah memberikan energi pada janin di dalamnya. Rani memejamkan mata menikmati hentakan demi hentakan di lubang kelaminnya.

"Ahhh...mashh shhh oucchh..enak mashh."
"Ahhh..mashh Agushh..aduhh masshh.."

Prang

Pak Darto tidak sengaja menyenggol kaca cermin hingga terjatuh di lantai. Agus menatap lurus ke celah kecil di dekat jendela. Tempat Pak Darto mengintip aktivitas mereka sedari tadi. Pak Darto sendiri tidak melihat keberadaan Agus. Yang dia tahu istri majikannya mendesah kenikmatan karena permainannya sendiri.

"Maaf Nyonya, saya tidak sengaja.", ucap Pak Darto sembari membuka pintu kamar yang seharusnya tidak dia buka itu.

Tiga TumbalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang