1: Anak Haram?

1 0 0
                                    

Matahari makin menyengat, anak-anak sekolah mulai berdatangan dari arah jalan besar. Kebanyakan dari mereka adalah anak sekolah dasar dari kelas satu sampai dua. Dari kampung ini, terdapat belasan anak yang bersekolah, sisanya mereka ikut orang tuanya ke ladang karena terkendala uang.

Tapi, sebuah keberuntungan bagi Salsa karena menjadi salah satu anak yang bersekolah. Dia bisa menempuh pendidikannya berkat usaha sang ibu yang bekerja di luar kota. Meski harus tinggal bersama kakek dan neneknya, gadis kecil itu tumbuh sebagai anak yang selalu ceria dan pintar.

Namun, ada yang berbeda kali ini. Gadis itu berjalan dengan lesu disertai wajah yang sendu. Beda sekali dari hari-hari biasanya. Saat pintu dibuka, Nenek tersadar dengan kepulangannya.

“Kok murung gitu wajahnya?” tanya si Nenek heran. Tak biasanya anak itu jadi pendiam dan tak bersemangat seperti ini.

Salsa menghampiri Neneknya dengan langkah lemah. “Nek, haram itu apa?”

Si Nenek tertegun. Pasti ada orang yang sudah menghinanya lagi. “Kenapa nanyain itu? Dapat dari mana kata itu?”

Gadis dengan rambut dikepang dua itu menghela napasnya berat. “Di sekolah, temen-temen sering bilang Salsa gitu.”

“Bilang gimana?”

“Salsa anak haram," jawab Salsa spontan. Nenek terkejut, tak menyangka anak sekecil mereka mulutnya sudah sejahat ini.

“Nak, jangan didengarkan, ya? Mereka cuma iri sama kepintaran Salsa. Udah, sekarang makan aja, Nenek udah masak tumis daun singkong di dapur.”

Gadis itu akhirnya menurut, meski dengan wajah yang masih cemberut.

Yap. Meski cerdas, ternyata Salsa sering diejek sarkas oleh teman sebayanya. Mereka menyebutnya anak haram karena gosip ibu-ibu mereka. Selain itu, tak jarang juga mereka sering menanyakan di mana ayah Salsa berada. Nenek selalu menyuruhnya menjawab kalau ayah Salsa sedang bekerja di luar negeri, tapi mereka terus memojokkan Salsa. Seakan-akan, hidup Salsa adalah kesalahan yang pantas untuk dibercandakan oleh orang-orang yang paling merasa sempurna seperti mereka.

“Nek, ayah sebenarnya ada di mana?” Untuk ke sekian kali, Salsa bertanya.

Nenek yang tengah membuka kulit kacang, memutar matanya, lelah menjawab pertanyaan Salsa. Lebih tepatnya, lelah untuk terus berbohong.

“Harus berapa kali Nenek jawab? Ayahmu kerja di luar negeri," sahutnya kesal.

“Tapi, kenapa gak pernah pulang, Nek? Apa ayah lupa jalan ke rumah, ya? Ayah kan udah dewasa, bukan anak kecil yang bisa tersesat," ucap Salsa polos.

Nenek terdiam. Gadis kecil ini tampaknya mulai berpikir banyak dan mulai menangkap hal janggal dalam hidupnya.

Nenek makin merasa getir, kepahitan hidup yang dialami Yuli memang sangat jelas dia saksikan sekarang ini. Apalagi anaknya yang memutuskan untuk merantau ke luar kota, membuatnya semakin berat melepaskannya.

“Tapi, kenapa harus ke luar kota, Yul? Nanti gimana kalau Salsa nyariin? Nanya tentang ayahnya?” Nenek berusaha membantah niat Yuli untuk bekerja ke luar kota, empat tahun silam.

Yuli menyeka air matanya dengan ujung baju. “Gak ada pilihan lain, Bu. Mas Sahrul udah benar-benar ninggalin kami, aku harus bisa bangkit dan berusaha mempertahankan hidupku serta anakku.”

Nenek terenyuh. Apapun keputusan Yuli, pasti karena rasa sakit yang sudah tak bisa dia tangani lagi. “Terus, gimana dengan Salsa? Apa kamu tega ninggalin dia?”

“Aku nitip Salsa kepada Ibu, ketika Ibu bisa mendidik dan memberi kasih sayang kepadaku, Ibu juga pasti bisa melakukan itu kepada anakku,” ujar Yuli dengan tatapan menerawang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Don't Be Psycho AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang