Bab 2 : Nostalgia

1 0 0
                                    

Kania datang ke rumah saat ia sibuk mengotak-ngatik laptopnya. Ada tugas yang harus di kumpulkan besok, dan hari ini ia ada jadwal bercengkrama di teras rumah sembari menatap langit, dengan siapa? Tentu saja dengan asumsinya sendiri.

"Mas, ayolah, antar Kania ke toko buku sebentar aja, mumpung lagi di jakarta, Mas, sekalian ajak kania jalan-jalan dong!" kania sudah duduk di sebelahnya dengan wajah memelas.

"Buat referensi bikin makalah nih mas, mau ya anterin?" Fatih masih bergeming.

"Mas Fatih, kan juga bisa lihat-lihat buku juga nanti, mas Fatih kan suka baca buku."

Baca buku?

"Kak fath suka baca buku puisi ya? Sama aku juga." Fatih menggeleng kepalanya pelan, berusaha tersadar dari bayangan yang menggelayuti pikirannya akhir-akhir ini.

Akhirnya ia mengalah, dengan malas ia menoleh pada Kania yang masih menatapnya penuh pengharapan.

"Harus sekarang?" Kania menganggukkan kepalanya antusias membuat Fatih mengesah.

"Bentar doang kok, Mas, yuk!"

"Yaudah, ayok!" fatih bangkit dengan malas dari tempat duduknya, mengambil kunci mobil dan berjalan keluar rumah dengan Kania yang mengekor di belakangnya dengan senyumnya yang begitu mengembang.

(000)

Setibanya di toko buku mereka langsung masuk ke parkiran mobil, melepas selt bet dan keluar dari dalam mobil. Seorang gadis dengan baju biru dan rambut yang terurai sampai punggung mencuri perhatiannya. Ia memicingkan mata, seperti meng-scan dan menanyakan pada otaknya apakah ia mengenal gadis itu atau tidak. Ia menatap gadis itu sampai sosoknya menghilang di antara kerumunan.

"Kak fath, lagi sok sibuk ya? Ayok ke toko buku! Kak fath pernah janji mau ajarin aku bikin puisi, lho!"

Bayangan itu menginterupsi alam bawah sadarnya lagi. Ia ingat, tempat ini adalah tempat favorit Gadis itu. Gadis itu sering mengajaknya kemari, tapi akhirnya hanya sekali saja mereka pernah datang berdua ke tempat ini, ke sebuah toko buku. Bukan, bukan di malang.

"Mas? Ayok!" suara Kania menariknya untuk kembali sadar, Fatih mengusap wajahnya kasar. Lagi-lagi ia melamun, terhanyut dalam pikirannya sendiri.

"Oh iya, ayok," merekapun berjalan bersisian memasuki toko buku.

"Mas Fatih sering ke sini?"

"Lumayan."

"Seringnya sendiri atau sama temen?"

"Sama dia." jawabnya santai, matanya tak beralih dari ponsel yang sejak tadi ia pegang.

"Dia siapa, Mas?"

"Maksud aku temen," sahutnya cepat, begitu menyadari ia salah bicara.

"Oh," setelah mengucapkan kalimat itu kania pamit untuk mencari buku yang ia butuhkan, sedangkan Fatih berjalan menuju rak buku best seller untuk melihat apakah ada yang akan mencuri hatinya atau tidak.

Fatih mengedarkan pandangannya sampai matanya kembali menangkap sosok dengan baju biru yang ia temui di parkiran tadi di sana, sedang berusaha menggapai rak buku paling atas. Sejenak gadis itu diam, melipat tangannya di depan dada dengan bibir memberengut kesal, lalu wajahnya menoleh kesana-kemari mencari bantuan. Rambutnya yang terurai membuat fatih tak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Serpihan RembulanWhere stories live. Discover now