Bab 1 : pertanyaan menyebalkan

2 0 0
                                    

Malam ini, ruang makan di rumahnya sangat ramai. Neneknya barusaja pulang dari ibadah umroh, jadi hari ini ia beserta semua keluarganya berkumpul untuk makan malam dan menyambut nenek.

"Fatih mana?"

Laki-laki bertubuh tinggi dan kurus bernama fatih itu merasa terpanggil, ia yang semula hendak pergi ke dapur untuk mengambil es batu lagi untuk tehnya mengurungkan niat. Ia melangkah dan duduk di sebelah neneknya saat nenek menepuk-nepuk kursi di sebelahnya.

"Gimana, le? Kania makin cantikkan?" Nenek mulai membuka suara suasana ruang tengah ini menjadi canggung.

"Cantiklah, Nek, kania, kan, cewek, kalau ganteng itu aku," fatih menanggapinya dengan bercanda walaupun sebenarnya ia tahu apa maksud neneknya ini.

"Terus kapan kamu mau nikahin dia? Nenek udah pengin banget punya menantu baru nih!" mendengar itu fatih mengesah. Laki-laki berbadan kurus itu hanya diam di hadapan sang nenek, menunduk lalu memijat keningnya sendiri, pening. Entah sudah berapa kali pertanyaan ini di lontarkan padanya. Ia lelah sendiri rasanya saat neneknya ini benar-benar ingin ia segera menikah padahal ia sendiri tidak berniat untuk buru-buru, memangnya untuk apa buru-buru segera menikah? Toh, dia sendiri mengakui bahwa ia belum siap.

"Kalau sama kania berarti bukan baru dong, kan udah kenal juga sebelumnya," Sahut Fatih kemudian.

"Maksudnya itu, nenek mau dia jadi menantu nenek gitu loh!"

"Nek,"

"Kamu juga sudah mapan, lho, cah bagus, kamu juga belum ngenalin siapa-siapa tuh ke nenek sampai sekarang."

"Nenek sabar dong, lagian kenapa sih nenek pengen aku buru-buru? Aku nggak mau buru-buru, Nek."

Nenek menghela nafas lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Kamu ini kok nggak faham-faham toh cah Bagus, lihat semua teman-teman dan saudara kamu sudah menikah semua itu loh! tinggal kamu saja yang belum!"

Laki-laki itu memilih untuk memejamkan matanya sebentar, ia merasa seakan ditarik oleh ucapan neneknya untuk berlari, tapi ia tak bisa karena ia terbelenggu dengan kata-katanya sendiri, dengan kecemasan tidak berujung. Lagipula menurutnya pernikahan bukan sebuah perlombaan jadi ia tak masalah bila harus dikatakan terlambat sekalipun. Tapi perkataan nenek memang ada benarnya, usianya memang sudah menginjak 28 tahun sekarang.

"Nanti ya, Nek, biar Fatih pikir dulu ya? tolong kasih Fatih waktu, Fatih nggak mau salah langkah," ia menatap mata neneknya lamat-lamat, berusaha meyakinkan neneknya untuk memberi waktu sebentar lagi.

"Ya, sudah, tapi jangan lama-lama, keburu nenek jamuran nanti," nenek tertawa kecil mencairkan suasana yang sebelumnya beku. akhirnya laki-laki bernama Fatih itu bisa bernafas dengan lega.

(0_0)

"Jadi gimana? masih bingung?

"Ya, gimana nggak bingung, Riz, ini soal masa depan, kalau pilihannya cuma tentang minum susu atau minum kopi ya aku nggak perlu mikir, udah jelas aku pilih minum kopi," ucapnya sambil mengangkat cangkir kopinya lalu menyesapnya perlahan sembari merasakan tenaganya yang seakan terisi kembali.

"Kamu ini bisa aja," Rizky teman masa kecilnya itu menertawainya.

"Coba deh, dipertimbangkan lagi Kania itu orangnya baik, cantik, sopan, kurang apa coba dia?" Rizky lantas meninggalkannya sendiri di teras dengan kebingungan. langitnya cerah sekali Fatih menatap langit itu lamat-lamat yang mengingatkan dia pada seseorang.

Serpihan RembulanWhere stories live. Discover now