6. An Uninvited Guest

224 33 15
                                    

Nesya berdiri tepat di depan pintu yang baru saja terbuka lebar setelah ia menekan bel sekitar tiga kali, kini ia melihat sosok lelaki dengan celana hitam dan kaos polos berwarna putih yang nampak segan menatap Nesya dengan pandangan datar. Nesya dapat mencium aroma wangi dari sosok yang kini masih berdiri di hadapannya, seolah ia enggan untuk mempersilahkan Nesya masuk ke dalam apartemen tempat Anindito menginap selama di Scotland.

"Gak boleh masuk nih?"

"Kenapa gak bilang? Kan bisa dijemput." Anindito yang sadar bahwa tubuhnya menghalangi lorong kini memiringkan tubuh, membuat tubuhnya sedikit menyandar pada dinding apartemen.

Nesya berhenti mendorong kopernya ketika ia sudah melewati lorong kamar apartemen Anindito, senyumnya yang terlihat jahil mulai membuat Anindito beringsut mundur dan memandang gadis yang kini sudah sah menjadi istrinya tersebut dengan kerutan pada kening.

"Kok romantis gitu?"

"Mulai."

Nesya tertawa dan memukul pelan lengan Anindito sebelum kembali melangkah memasuki apartemen yang cukup luas, ya seperti kebanyakan apartemen dengan kamar terpisah dan juga perlengkapan layaknya rumah yang menapak di atas tanah.

"Jadi kemarin sewa ini buat honeymoon sama Mbak Nara? Cosplay berumah tangga dulu sih ya? Pemanasan gitu."

"Gak. Nara gak seperti Ibu Rumah Tangga yang ada di bayangan kamu."

"Oh maksudnya spending time di rumah sambil kerja bareng dan pesen makan gitu?"

Nesya duduk pada salah satu sofa yang ada di ruang tengah, di mana ada sebuah TV berukuran 50 inch menempel pada dinding yang berada tepat di hadapannya. Nesya mendongak, menatap langit-langit apartemen. "Sederhana juga ya impian kamu Mas."

"Mau aku masakin gak Mas? Biar gak perlu pesen makan."

Pertanyaan Nesya membuat Anindito ingat dengan obrolan dirinya beserta Katya dan Hideo, bagaimana dua pasangan suami istri itu bercerita, terlebih Hideo yang mengatakan bahwa Nesya mungkin bukan tipe ideal Anindito dalam mencari istri yang Anindito inginkan, namun Nesya adalah idealnya istri yang dibutuhkan Anindito bukan diinginkan pria itu.

"Bisa?"

"Kamu gak pernah makan masakan aku ya?"

"Enggak."

"Kata Amel kok beda ya." Nesya mengerutkan kening dan Anindito juga ikut bingung mendengar penuturan Nesya karena ia sendiri yakin bahwa ia belum pernah memakan masakan yang di masak oleh Nesya.

"Kok bisa?"

"Iya, kata dia dulu itu, kamu suka banget sama lasagna terus juga macaroon yang aku buat. Sampe nyari-nyari begitu udah diabisin Mama sama Papa."

"Mama Papa siapa?" tanya Anindito memotong cerita Nesya.

"Kitalah." Tukas Nesya enteng.

"Yang mana maksudnya."

"Oh, Mami Arini sama Papi Abimana."

Anindito menghela nafas dan juga kini ia kembali menggali ingatan tentang cerita yang baru saja dikatakan oleh Nesya, di bagian mana ia pernah memakan masakan Nesya bahkan hingga menanyakan makanan tersebut. Mengingat juga Anindito selama ini mencoba menjalani hidup sehat dengan makan makanan sehat rendah gula dan sodium.

"Gak inget."

"Mau dimasakin biar inget?"

"Gak ada bahan, beli aja." Anindito duduk di sofa yang berjauhan dari Nesya.

"Ya belanja."

"Tau tempatnya? Saya gak mau nemenin."

Nesya beranjak dari sofa dengan penuh semangat, Anindito benar-benar dapat melihat bagaimana semangat gadis yang 7 tahun lebih muda darinya tersebut, senyum yang merekah menghiasi wajah sang gadis karena hal sederhana benar-benar sesuatu yang jarang ia temukan di wanita-wanita yang pernah ia temui termasuk Naravani. Wanita-wanita yang mengisi kehidupannya termasuk golongan wanita yang memiliki target tinggi bahkan untuk sekedar puas dan bahagia. Sangat berbeda dengan gadis yang kini menjadi istrinya tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AdaptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang