3. It's Happening

212 30 16
                                    

Usai keributan yang terjadi beberapa saat lalu oleh sebab kaburnya bakal calon pengantin wanita, akhirnya ruangan rias pengantin mendapatkan kedamaiannya—atau kita sebut saja ketenangannya. Yang tersisa dalam ruang tunggu berukuran 5x5 tersebut hanyalah bakal calon pengantin—baru—dengan seorang make-up artist  dan hairstylist yang tengah bertugas.

Masing-masing dari mereka sibuk berkutat untuk membenahi riasan serta tatanan rambut calon pengantin—baru—wanita dengan cekatan. Kejadian yang tak terduga tersebut membuat mereka harus bekerja lebih extra. Meski kejadian kaburnya seorang pengantin wanita bukanlah pertama kalinya mereka hadapi, namun merias calon pengantin wanita baru dengan kurun waktu terbatas bukan hal yang mudah pula. Beruntungnya lagi, tak banyak yang perlu diubah mengingat natural make up looks yang dipinta Naravani sebelumnya dan hanya sekedar membubuhkan sedikit hiasan di sana sini. Setidaknya tak akan memakan waktu yang berlebihan jikalau harus memulai dari awal. Sebab butuh waktu dua hingga tiga jam lamanya hanya untuk menyelesaikan riasan seorang pengantin pada umumnya. 

"Buat hairdo-nya gak perlu diubah aja gimana? Masih oke juga," ujar sang penata rambut menatap sang rekan guna meminta pendapat.

"Boleh sih, cukup dirapihin aja sama tambah hairspray. Ntar tinggal dikasih aksesoris ini doang," balas sang rekan sembari menunjukkan aksesoris yang masih tersimpan rapi dalam kotak.

"Hairdonya gak berubah Kak? Kirain saya bakal pake sanggul tambahan yang gede banget itu sama ada paesnya terus ada ronce melatinya yang khas adat Jawa mirip kayak Suzanna gitu."

Selorohan asal Nesya tersebut berhasil hadirkan tawa bagi dua perempuan lainnya yang mulanya beri tatapan keheranan. 

Miranda sang MUA kemudian mematri senyum. "Enggak sampai segitunya kok Kak. Karena emang request untuk look pengantinnya bukan yang pakem adat Jawa banget, lebih modern gitu. Jadi make up  dan aksesorisnya sesuai dengan request."

Nesya mengangguk paham atas penjelasan singkat yang diberikan. Sebab ia sempat berpikiran akan menggunakan hiasan rambut yang berat khas pengantin Jawa pada umumnya serta riasan yang setidaknya lebih tebal dari bayangannya.

"Tapi ini saya bakalan tetep pake paes sama ronce melati kak?" Tanya Nesya hati-hati.

"Untuk paesnya enggak kak, karena sesuai request Kak Nara sebelumnya. Dan untuk hiasan rambutnya akan tetap pakai ronce melati dan veil nantinya."

"Saya pokoknya percaya sama kakak berdua yang bakal bikin saya jadi pengantin yang cantik." Nesya lalu memejamkan kedua matanya, mempercayakan semuanya pada sang make up artist dan hairstylist.

"Siap Kak," seru keduanya bersamaan yang kemudian diikuti kekehan ringan dari ketiga perempuan yang berada dalam ruangan tersebut.


. . .


"Kamu sejak awal sengaja kan?"

Anindito kini telah duduk di samping Nesya di depan meja berlapis kain brokat putih dengan dekorasi bunga yang senada pada pinggirannya. Setelah perdebatan sengit nan panjang yang mengulur waktu acara hingga satu jam lamanya, akhirnya Anindito pun takluk dengan permohonan dari wanita yang telah melahirkan ke dunia, terlebih dirinya tak sampai hati mendapati kondisi ibunya yang tidak dalam kondisi memungkinkan untuk menerima pembatalan pernikahan dirinya dengan Naravani.

Naravani. Perempuan yang ia cintai sepenuh hati, pula menjadi penyebab dari segala perkara yang tengah dihadapinya saat ini. Benaknya tak ayal memikirkan segala kemungkinan dibalik tindakan—yang menurutnya—impulsif dari sang puan.

AdaptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang