citatrices ; 03

1.1K 113 1
                                    

Hasel terbangun dengan rasa pening luar biasa di bagian kepalanya. Efek menangis terlalu lama dan juga rasa perih di atas pergelangan tangan kirinya yang sangat kentara.

Pintu kamarnya masih terkunci rapat. Hasel benci di saat seperti ini. Hari minggu Hasel benar-benar suram. Apalagi senin besok Hasel rasa sudah tidak akan lagi menginjakkan kakinya ke sekolah.

Hasel akan melakukan rutinitas biasanya seperti empat tahun lalu. Kekangan, suruhan, sendirian dan merasa terasingkan.

Hasel menghembuskan napasnya sedih. Pandanganya mengosong merasa hampa dengan sekitar. Dulu mama dengan omelan andalannnya akan memarahi Hasel jika bangun terlambat.

Jangankan bangun. Mungkin papa tidak akan sudi lagi menginjakkan kakinya di kamarnya. Hasel berdecak merasa sia-sia memikirkan itu semua.

Lalu dengan gerakan pelan Hasel berjalan tertatih menuju ke kamar mandi. Berniat mandi untuk mendinginkan pikirannya di bawah guyuran air shower.

Hasel meringis ketika lukanya menyentuh dinginnya air wastafel. Setelah setengah jam berdiam diri di bawah guyuran shower Hasel sudah merasakan perubahan suhu tubuhnya yang kian menghangat.

Kernyitan samar terlihat jelas di keningnya. Hasel mencoba meredam rasa sakit di kepalanya dengan bergulung di bawah selimut tebal.

Tapi belum juga Hasel akan kembali terlelap, asisten rumah tangganya tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya yang pasti perintah dari papanya sendiri.

"Hasel sarapannya dimakan. Abis itu nanti sore tuan besar bakal ajak Hasel ke suatu acara."

Hasel mendongak kesal, "Hasel gak mau ke mana-mana."

Emy perempuan yang seumuran dengan Jordan itu menggeleng maklum melihat Hasel yang acuh tak acuh seperti itu. Lalu kaki Emy melangkah mendekat ke gundukan selimut tebal itu dan membukanya secara paksa.

"Bangun Hasel, Kak Emy tau kok Hasel udah mandi kenapa balik tidur lagi sih?"

Oke, kali ini Hasel memang sudah sangat sebal dengan asisten rumah tangganya ini. "Kak Emy jangan gitu, ihh dingin!" Hasel bangun dengan mendelik tidak suka.

Emy tersenyum, "Sarapan dulu, perut kamu harus diisi gak lupa ya kamu punya maag."

"Gak mood makan."

"Hasel, Kak Emy tau pasti Hasel marah sama papa. Tapi inget papa kamu gak bakal biarin kamu sampe sakit."

Hasel terdiam. Apa bedanya jika rasa sakitnya itu sebenernya dicibtakan oleh papanya sendiri. Kenapa papa harus mewanti-wanti Hasel untuk tidak sakit.

"Bentar lagi papa kamu pasti datang. Pagi-pagi tadi tuan besar ke kantor."

"Gak nanya!" Jawab Hasel jutek sambil menerima suapan yang diberikan secara paksa oleh Emy.

Sedangkan Emy sendiri hanya tertawa hambar sambil menjalankan perintah untuk memantau Hasel yang tengah makan.

Dan tidak lama setelah Hasel selesai makan lalu Emy beranjak dari kamar Hasel. Jordan datang dengan stelan jas kantornya yang masih rapi dan terlihat sangat berwibawa. Tipikal pemimpin.

Hasel enggan melihat atau sekedar bertemu sapa dengan sang papa. Dia memilih kembali merebahkan tubuhnya dan menyelimuti sampai kepala.

"Hasel?"

Tidak ada sahutan sama sekali.

"Hasel papa panggil?"

Masih sama dan membuat Jordan berdecak, "Marah ya sama papa? Papa minta maaf deh kalo gitu, bangun dulu ya papa mau bicara penting."

"Apa?" Tanya Hasel ketus dan serak sama sekali tidak merubah posisinya. Takut papanya bakal tahu luka gores di tangannya yang sudah tertutup apik hoodie tebal. Untung saja Emy tadi tidak mengetahuinya.

Jordan menghela napas, "Nanti kita datang ke acara—"

"Hasel gak mau ikut!" Potongnya cepat.

Jordan nampak mendekat dan sedikit menarik ujung selimut Hasel, "Ikut Hasel! Ini acara resmi! Hasel gak inget ini acara ulang tahun lions crops, grandpa bakal sedih kalau Hasel gak ikut!"

Nyatanya sedalam apapun Hasel menolak dia akan tetap jatuh pada semua perintah papanya yang harus dituruti ucapannya. Hasel lelah, sungguh.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cicatrices ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang