Langkah kaki (Name) menapaki jalanan bersalju ia masih mencari keberadaan Dust disekitaran Snowdin namun nihil sosoknya sama sekali tidak berada disana, (Name) mencoba mencari lebih jauh yaitu memasuki Waterfall namun hawa menyesakkan dan debu yang berada disetiap jalan membuat (Name) terbatuk-batuk serta sedikit kesulitan bernapas. "Mengapa banyak sekali debu disini dan kemana perginya semua orang?" (Name) bertanya pada dirinya sendiri dengan heran tanpa sadar langkah kakinya sampai didepan gua yang menuju pada Hotland. "Eh?" Netra (Eye color)nya menatap tak percaya melihat debu dan tombak yang tertancap disana dan diatas tombak tersebut terdapat helm armor yang sering dikenakan oleh Undyne saat bertugas menjadi Royal Guard.
"Ini bohongkan?" Tenggorokan (Name) tercekat dan terasa sakit ia benar-benar tidak percaya jika Undyne telah mati lalu bagian terburuknya adalah pembunuhnya tidak diketahui sama sekali, "Itu berarti semua debu disepanjang waterfall adalah milik para monster yang telah dibantai oleh seseorang?" Tubuh gadis itu gemetaran serta perasaan takut mulai menyelimuti pikirannya karena khawatir jika dia juga akan menjadi korban dari pembantaian ini.
Mendadak kakinya terasa lemas dan ia terduduk sembari menahan rasa sakit didadanya sebab mengingat padahal baru kemarin Undyne berjanji akan membawakannya Golden Flowers dari Asgore untuk jadi koleksinya. (Name) tidak bisa mempercayai ini semua bagaimana mungkin ada orang yang tega melakukan pembantaian seperti ini tanpa alasan yang jelas. Namun terlepas dari duka itu netra (Name) kembali tertuju pada debu Undyne dan melihat kacamata milik Alphys disana, "Alphys kamu juga?" Lengkap sudah rasa sedihnya, (Name) beranjak berdiri dari sana dan mengusap air matanya sebelum akhirnya memasuki gua untuk melihat keadaan hotland.
Wosh...
Angin berhembus dengan hawa panas yang terasa menyengat kulit ternyata keadaan disana tidak jauh berbeda dengan keadaan diwaterfall sepanjang jalan dipenuhi oleh debu-debu para monster, "Sial..." Ekspresi wajah (Name) tampak sedih dan ia mengepalkan tangannya dengan kuat sambil menggigit bibir bawahnya merasa frustasi atas apa yang telah terjadi. "Siapapun yang melakukan ini tidak bisa dibiarkan!" (Name) berlari melewati lab dan menggunakan lift untuk langsung memeriksa keadaan CORE namun keadaan disana sama seperti yang lain tidak ada waktu untuk berduka lagi (Name) menerobos memasuki New Home dan berniat untuk segera menemui Asgore secara langsung.
***
Asgore berubah menjadi debu ditengah hamparan kebun Golden flowers miliknya dan sosok yang baru saja membunuhnya ialah Dust pelaku dibalik semua pembantaian selama ini, "???" Karena mendengar suara kaki yang berlari menuju ruangan ini maka Dust dengan segera menggunakan teleportasi untuk berpindah tempat. "Yang mulia Asgore-!" (Name) terdiam yang ia lihat hanyalah sisa debu untuk kesekian kalinya, "Yang benar saja!" Kepalan tangan (Name) memukul dinding dengan cukup keras sehingga terluka. Napasnya tak beraturan ia kehilangan ketenangannya lagi setelah beberapa menit (Name) kembali tenang dan mengingat jika masih ada Snowdin dan Ruins. "Aku harus kembali!" (Name) berlari sekuat tenaga dan ia benar-benar berpacu dengan waktu kali ini jika ia terlambat maka semuanya akan menjadi sia-sia.
Beralih pada Dust saat ini, ia membunuh siapa pun yang ia lihat disnowdin tanpa belas kasihan suasana kini telah berubah kota damai dan ramai telah berganti dengan hawa menyesakkan dan debu yang berada dimana-mana, Dust mendengar percakapan diseberang tampaknya Papyrus sedang berbicara dengan seseorang disana. Tanpa basa-basi Dust mengerahkan tulang-tulang dan Gaster blaster mengenai saudaranya sendiri Papyrus dan meninggalkan anak bersurai cokelat itu dengan ekspresi wajah terkejut. "Heh lain kali kamu harus lebih cepat dari ini." Anak tersebut mengernyitkan kening tidak suka dengan tindakan Dust yang mencuri EXP miliknya.
Dust langsung pergi dari sana dan menyambangi Gribblys untuk membantai yang lainnya sedangkan disisi lain (Name) baru saja tiba disnowdin namun tampaknya ia terlambat, "AAAAH!!!" Mendengar suara jeritan segera (Name) bergegas menuju kearah sumbernya. Debu tertiup angin dingin dari hawa salju netra (Name) menatap tidak percaya dengan hal yang baru saja ia lihat. "Tidakkah kamu takut dengan apa yang kamu lihat?" Sosok tersebut bertanya dengan seringai yang cukup aneh namun (Name) hanya menjawab, "Tidak." dengan tenang jika tidak seperti itu maka hidupnya mungkin akan berada dalam bahaya. "Heh~" sosok tersebut keluar dari bayangan gelap disekitar bangunan dan tampak sosok yang membawakan sedikit rasa nostalgia.
.
.
.
"Yang benar saja, jangan bercanda!" (Name) berkata dengan penuh emosi sambil berjalan mendekat dan menarik kerah jaket milik Dust sedangkan yang dihadapi hanya menatap datar seakan tidak mempedulikan amarah gadis itu. "Jawab aku! Mengapa kamu melakukan semua ini?!" (Name) melepaskan cengkeramannya dan mendorong Dust menjauh darinya."...."
"Ah begitu ya?"
"....."
"Aku membencimu, Dust."
(Name) beranjak pergi dari sana ia melewati anak bersurai cokelat tanpa peduli kehadirannya saat ini ia butuh waktu untuk menenangkan dirinya. Dust menatap punggung (Name) yang semakin menjauh meninggalkannya, perasaannya campur aduk ia merasa sedikit sakit tapi ia benar-benar tidak punya pilihan sebelum Frisk yaitu anak bersurai cokelat tadi yang melakukan pembantaian dan reset sekali lagi. Beralih pada (Name), saat ini ia duduk bersandar didepan pintu ruins dan menenggelamkan kepalanya pada kedua kakinya. "Dia bukanlah Dust yang kukenal..." Sekali lagi air mata mengalir pelan dari (Eye color)nya karena merasa kecewa atas apa yang telah dilakukan Dust.
To be continued...
Ya ampun mbak nem kasian ntu Dust ya Allah dia cuma butuh dipeluk malah dibenci hamdehh, sini Dust peluk Aya aja hehe<3
Dust: Pilih masuk rumah sakit atau masuk akhirat?
Ampun bang:"D
20 April 2023.
KAMU SEDANG MEMBACA
✓[𝐀𝐝𝐨𝐫𝐞 𝐘𝐨𝐮] 𝐃𝐮𝐬𝐭!𝐒𝐚𝐧𝐬 𝐱 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫
Fanfiction"𝐓𝐢𝐝𝐚𝐤𝐤𝐚𝐡 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐭𝐚𝐤𝐮𝐭 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐥𝐢𝐡𝐚𝐭 𝐝𝐢𝐬𝐢𝐧𝐢?" Sosok monster tersebut bertanya dengan seringai yang cukup aneh namun aku hanya menjawab, "Tidak." dengan tenang jika tidak seperti itu hidupku mun...