Suasana halte bus pagi itu ramai. Sesak orang berkerumun. Mengawali hari senin dengan sibuk. Burung pun ikut mengambil alih, memamerkan kicauan merdu tanpa henti. Seakan tertular kesibukan para manusia di sekeliling.
Suara klakson kendaraan bersahutan. Telinganya pengang. Masuk dari kuping kiri, masuk juga melalui kuping kanan. Bebunyian ramai yang entah mengapa justru membuatnya diserang kantuk.
Dalam sekejap dia terlelap. Menikmati semilir angin pagi, dan remang-remang cahaya yang masuk melalui sela-sela dedaunan.
Gadis itu merasa kesepian ditengah keramaian.
•
•
•01 || Dunia yang jahat, atau kita yang dipaksa kuat?
Tin! Tin!
Sara mendengus pelan melihat mobil hitam bergaya mewah parkir tidak jauh dari tempatnya berdiri. Ia 'tak punya cukup tenaga untuk sekedar mengeluh. Lelah di jemur nyaris satu jam lamanya adalah resiko yang di terima karena datang terlambat.
Aturan sekolahnya memang sangat ketat, telat satu menit saja di hukum berjemur satu jam. Namun, jangan heran apabila aturan itu tidak berlaku untuk gadis yang baru saja turun dari pajero hitam tersebut.
Dia Salma Ageng Dwi Putri Adidharma, buah hati direktur utama SMA Makhluk Tuhan---tempat mereka sekolah. Jangankan telat 5 menit, 1 jam saja dia lepas dari hukuman.
Sehingga Salma bebas melangkah dengan anggun sebagaimana identitasnya yang merupakan putri keraton Yogyakarta. Melewati Sara dan beberapa murid lain yang tengah menjalani hukuman.
"Sabar. Hidup itu emang ujian, kalo capek nyontek aja." Halfa menenangkan. Berteman sejak kelas 2 smp membuat lelaki bermasker hitam itu tahu persis suasanan hati gadis di sampingnya yang pasti tengah menggerutu.
Halfa ini temasuk orang yang cukup misterius. Selain selalu menggunakan masker hitam, topi hitam, atau sesuatu yang bisa menutupi wajah, namanya juga hanya tertulis Halfa saja---tanpa saja---di buku absen.
Jangan tanya mengapa. Sebab tukang sensus penduduk juga tidak tahu.
"Capek banget. Pengen nyontek hidupnya Salma aja." Lain dengan Sara, Halfa sudah berteman dengan Rian sejak embrio. Seluk beluk kehidupan masing-masing telah saling di ketahui.
Itulah mengapa, dia tahu betul latar belakang keluarga lelaki keturunan negeri tirai bambu tersebut. "Sok-sokan nyontek! Hidup lo juga ngga beda jauh dari dia, ya!"
Sandrian Malakiano, si sultan berdarah China. Hobinya sedekah, tapi kerjaam sehari-harinya cuman ngeluh karena punya duit tidak ada habisnya.
Uangnya banyak, melimpah ruah sampai rasa-rasanya tidak akan habis 7 turunan, 7 belokan, dan 7 tanjakan. Meski begitu, Rian masih sering merasa ada yang kurang dalam hidup. Karena katanya, "Uang bukan segalanya."
Ada satu orang yang menolak setuju kata-kata Rian, Muhammad Rizki Pratama. Sebenarnya anak bungsu dari tiga bersaudara, entah mengapa di kasih nama pratama.
Rizki adalah salah satu dari sekian banyaknya orang yang iri dengan kehidupan Rian. Dia membalas perkataan lelaki sipit tersebut dengan, "Uang memang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang."
Semuanya 'tak berhenti sampai di sana. Rian yang tidak setuju dengan perkataan Rizki membalas, "Ingat bro! Uang ngga di bawa mati."
"Emang!" Rizki menyetujui, tapi tidak semudah itu. "Cuman ... ngga ada uang juga rasanya pengin mati."
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR TUHAN YANG SEBENARNYA
Novela Juvenil"Hidup itu perjuangan. Ngga mau berjuang? Yaudah, berhenti hidup." • • • Saraflesia tidak pernah menyangka, masa putih abu-abunya akan terasa semenarik ini. Menjadi salah satu siswa penerima beasiswa di SMA Makhluk Tuhan membuatnya yang mempunyai ci...