16. Meminta

41 15 0
                                    

Bau² end

*******

kekurangan mu indah, kak

~~~~~~~~

Beberapa tahun sudah berlalu dengan cepat. Tak terasa Shaila tumbuh menjadi seorang perempuan yang tangguh, cantik, dan anggun. Selama kuliah, gadis itu malas untuk berurusan dengan lelaki. Ia tak mau jatuh cinta, jika bukan kepada suaminya. Ia benar-benar bulat dengan tekadnya.

Gadis itu sedang membersihkan sebuah pigura yang berisi fotonya waktu kelulusan wisuda seminggu yang lalu.

Awan jingga di luar sana menyorotkan cahayanya masuk melalui celah-celah pintu dan jendela.

Shaila terkejut karena ada seorang tamu yang memencet bel pintu. Hendak ia mengambil kerudung instan dahulu, tapi Bunda sudah berjalan ke pintu utama. Lebih baik gadis itu menyiapkan minuman saja.

"KAKAK CEPET PAKE KERUDUNG!!"

Shaila mengecilkan api yang berada di kompor sebelum pergi ke kamarnya.

Gadis itu sedikit merapihkan baju dan roknya. Setelah selesai, ia pergi menyusul Bunda ke ruang tamu.

Shaila memasang wajah bingung. Alis gadis itu mengernyit heran. Hendak Shaila bertanya, tapi sudah di panggil Bunda untuk duduk di sebelahnya.

Shaila membisikkan sesuatu kepada Bunda.

"Mereka siapa Bun? Kok rame-rame? Temennya Bunda?" Bisiknya.

"Hust, mereka bakalan jadi orang penting juga di hidup kamu, kak."

Bukannya terjawab rasa penasaran Shaila, tapi malah bertambah bingung dan ingin bertanya.

Lelaki yang memakai gamis lengkap dengan pecinya yang duduknya di samping seorang perempuan itu memulai pembicaraan.

'perasaanku kok aneh ya?'

"Ekhem, j-jadi gini, Bunda,"

Gadis itu terkejut dan langsung mendongakkan kepalanya. Siapa orang lain yang bisa memanggil Bundanya itu dengan sebutan Bunda, sama dengan dirinya.

'kek kenal sama ini orang. Tapi kok panggil Bunda ya. Gak ada lagi yang panggil Bunda selain Fauzan.'

"Kedatangan Fauzan ke sini bersama Mama dan Papa adalah untuk mengambil Shaila sebagai salah satu anggota keluarga kami."

Shaila yang namanya disebut itu pun langsung memekikkan suaranya.

"HAH? APA?"

"Heh, mulutmu, kak." Tegur Bunda.

Shaila langsung menutup mulut karena terlalu banyak membukanya.

Fauzan menundukkan pandangannya ke bawah, ia sebenarnya tidak melihat lantai, tapi ia tersenyum manis karena sifat Shaila yang tidak berubah. Lucu sekali, batinnya.

Kini waktunya kepala keluarga Fauzan yang berbicara, "Gimana, nak? Kamu mau jadi pendamping hidup anak saya?"

Gadis itu menggigit bibir bawahnya bingung, mau menjawab apa. Tak di sangka lelaki itu benar-benar menepati janjinya kala itu.

Shaila menolehkan kepalanya ke Bunda untuk memberikan izin menjawab. Bunda mengangguk, sorot matanya seperti memberikan semangat, apapun itu jawabannya.

Shaila mengangguk kemudian menghela nafasnya, "Bismillah, saya menerima."

Jawaban itu, adalah jawaban yang memang benar-benar di tunggu untuk di ucapkan. Akhirnya, sholat sepertiga malam Fauzan terjawab. Lelaki itu, beberapa kali mengucapkan kalimat syukur kepada sang pencipta.

FRIENDLY [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang